Share

Bab 5. Dia yang Pertama

Doni pulang dengan hati cukup hampa. Ruang hati yang mulai terbuka terasa kosong karena wanita yang dia harapkan malah memilih pergi.

“Bang!” Sang adik menghampiri, “kalau dia buat aku saja bagaimana?”

Doni mengerutkan kening,

“Ya elaaah! Wanita yang tidak jadi menikah dengan Abang!”

“Maksud kamu?”

“Karena dia tidak jadi menikah dengan Abang, bagaimana kalau dia menikah denganku, itu sama saja kan.”

Doni menatap tajam, sedangkan sang adik malah tersenyum.

“Jangan _”

“Selama janur kuning belum melengkung, aku akan pastikan dia menikah denganku.” Dia pergi tanpa menghiraukan ucapan Doni.

Tangan Doni terkepal kuat, “tidak akan aku biarkan kamu kembali mengambil kebahagiaanku!” Kakinya kembali melangkahkan pergi.

Doni pulang dengan hati cukup kacau. Wanita yang bernama Rani itu benar-benar sudah membuat hatinya terasa tidak tenang. Ditambah lagi dengan adiknya yang berucap demikian.

“Apa ini balasan yang kamu berikan untuk aku, Fan? Karena tidak bersamamu, Apa lagi ketika kamu sakit.” Doni kembali teringat ketika Fani tengah terbaring di rumah sakit.

“Don, Fani kecelakaan, saat ini tengah dirawat di rumah sakit.” Mamih menelepon Doni yang tengah di luar kota.

“Apa! Ya ampuuun, kapan itu Mih?”

“Baru saja, Mamih mendapatkan telepon dari polisi, Don. Sekarang Kamu harus_”

“Apa Mamih bisa menanganinya sebentar? Doni harus mengikuti rapat sebentar. Ini untuk perkembangan perusahaan, Mih.”

Sang Mamih terdengar menghela nafas, “baiklah. Tapi kamu harus segera pulang!” Telepon pun tertutup rapat.

 Doni berhenti di lampu merah, dia mengusap wajah teringat kejadian itu.

“Tapi itu terjadi karena_” Mata Doni melotot ketika menoleh ke samping.

Dia terkejut, tangannya terkepal kuat menatap dua orang berlainan jenis tengah berboncengan.

“Ternyata karna ini kamu menolak menikah denganku!” Tangannya semakin mencengkeram kuat melihat wanita yang di bonceng tertawa.

Wanita itu tidak lain dan tidak bukan selain Rani, wanita yang memilih pergi meninggalkan Doni dan Fania.

“Apa hebatnya laki-laki itu, sampai kamu menolak menikah dengan Saya!” Doni semakin mengeratkan pegangannya.

 “Lihat saja nanti, akan aku buat kamu tidak bisa menolak apa yang aku inginkan!” Ucap Doni sembari menginjak gas dan meluncur pergi.

Doni bertekad untuk tidak lagi membiarkan seseorang mengambil kebahagiaannya. Dia akan menggenggam semua dengan kuat supaya tidak akan pernah bisa pergi.

Sedangkan Rani yang tengah di bonceng Tori hanya bisa menatap langit malam.

“Ran, ngoceh lagi dah! Ko sepi.”

“Yeeeh, ngoceh apaan! Emangnya ini acara kawinan, apa.”

“Lah, bukannya ini memang acara kawinan! Kawinan embak Kunti dan genderuwo.”

Rani akhirnya bisa tertawa, inilah yang membuat Rani cukup betah dan nyaman dengan Tori.

Dia tidak pernah bertanya apa ada masalah ataupun apa itu, tapi dia bisa mencairkan suasana hati menjadi lebih ringan.

“Tor, apa kita bisa jangan dulu pulang?” Rani menyenderkan kepalanya dipunggung Tori, “aku tidak mau pulang.”

Tori tersenyum, “baik, Bos! Akan aku bawa kamu ke mana pun yang kamu mau.” Tori akhirnya membelokkan motor ke tempat yang dia pikir Rani akan suka.

Tanpa mereka sadari, Doni yang ada di dalam mobil, tengah membuntuti mereka berdua.

Sepuluh menit yang lalu, Doni yang telah melaju lebih dahulu akhirnya kembali ke tempat Rani tadi.

Namun sayang, dia tidak menemukan Rani yang tengah di bonceng Tori.

“Sial! Kenapa tadi aku harus pergi!” Doni mengumpat sendiri.

Doni menatap sekeliling mencari petunjuk untuk bisa menemukan Rani. Dia tidak berhenti, dia terus menelusuri dan akhirnya menemukannya.

Rani dan Tori turun di jembatan layang, mereka bisa melihat kelap kelip lampu kendaraan dan juga lampu gedung yang begitu indah.

“Kamu suka?” Tori menatap wanita yang sejak dulu tidak pernah dia tinggalkan. Dan dia yakin, kalau wanita di sampingnya ini akan menjadi istrinya suatu hari nanti.

“Aaaaah!” Rani berteriak cukup kencang dan tertawa, namun lama-lama tawa itu menjadi tangisan.

Doni yang melihat itu akhirnya turun, dia melangkah cepat ketika menyadari ada laki-laki lain yang hendak memeluk calon istrinya.

Doni menarik Rani dan memeluknya, “kenapa kamu menangis di sini?”

“Heeey, siapa_”

Doni memperlihatkan jari manisnya, dan itu membuat Tori terdiam. Dia bukan orang bodoh, dia tahu apa artinya itu.

Tapi yang jadi pertanyaan, kapan Rani bersama dengan orang itu, karena yang dia tahu, sampai kemarin Rani masih sendiri.

“Kamu bisa pergi. Biarkan dia bersama Saya.” Doni mengusap kepala Rani yang masih menangis tanpa sadar siapa yang memeluknya.

Tori mengangguk, “aku titipkan dia, jangan sampai dia menangis lagi, kalau itu terjadi, jangan salahkan Saya untuk mengambilnya.” Tori pergi meninggalkan keduanya dengan penuh tanda tanya di otaknya.

Rani yang mendengar suara motor pergi langsung sadar, “Tor, maaf_” Ucapannya terhenti ketika sadar siapa yang memeluknya.

“Anda?”

“Sudah puas menangisnya?” Doni pelepasan pelukan dan menatap ke depan.

“Apa ini kebiasaan Kamu, menangis di depan laki-laki lain?”

Rani mengerutkan kening, “maksud Anda?”

“Kenapa tidak menangis di depan Saya, yang notabene merupakan calon suami Kamu?”

Rani menoleh ke samping, “siapa Anda, kenapa bisa bilang kalau Anda calon suami Saya?”

“Bukankah itu benar?” Doni memperlihatkan jari manisnya yang terpasang cincin.

Rani langsung menatap ke jarinya sendiri dan dia baru sadar kalau di sana sudah melingkar cincin yang sama dengan yang ada di jari manis Doni.

“Apa yang Anda lakukan, dan, dan kapan ini terpasang di jari manis Saya?” Rani memperlihatkan jari manisnya.

Doni tersenyum, tangannya terulur mengusap kepala Rani, “makanya, kalau mau menangis jangan di sembarang tempat.”

Rani cemberut, “memangnya siapa yang membuat Saya jadi seperti ini!”

Doni tersenyum, tangannya menangkap kedua pipi Rani, “memangnya kapan Saya membuat Kamu menangis?”

“Dasar tidak berperasaan! Siapa yang melarang Saya tidak boleh bertemu dengan Fania?”

“Jadi kamu sedih?” Doni tersenyum.

Dia baru sadar, ternyata hati Rani tidak seperti wanita yang biasa mendekatinya yang hanya menginginkan dirinya dan juga hartanya.

“Ya pastilah!” Rani menyolot kesal.

Doni tertawa dan membawa Rani dalam pelukan, “terima kasih. Kamu sudah membuat Saya merasa tenang dan akan terus meminta kamu menjadi istri Saya sampai semua terwujud.”

“Heeey, siapa yang_” Rani berontak, membuat Doni mengeratkan pelukannya.

“Iya-iya. Saya akan secepatnya menyelesaikan semua yang bersangkutan dengan Mawar. Kamu tunggu saja, dan_” Doni menjauhkan Rani dan kembali menangkap kedua pipinya.

“Jangan pernah melirik atau pun menerima orang lain. Jangan biarkan, mereka memeluk kamu, ok!”

“Tergantung! Seberapa bisanya Anda memegang Saya. Kalau sampai itu longgar, mungkin saja_”

Tanpa permisi, Doni langsung melahap bibir Rani, membuat Rani terkejut, karena itu ciuman pertamanya yang selama 20 tahu dia jaga.

Dan sekarang, diambil duda beranak satu. Sungguh, ini bencana untuk seorang Rani.

“Apa ini yang pertama?” Doni yang sudah sadar menatap Rani.

Tanpa mendengar ucapan Rani, Doni tahu, kalau itu memang benar. Dia memeluk Rani semakin erat, dia bahagia dan semakin yakin tidak akan melepaskan Rani untuk orang lain.

“Terima kasih. Menjadikan Saya yang pertama.”

Rani merasa malu dan menyembunyikan wajahnya di pelukan Doni yang tertawa bahagia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status