Share

Bertemu Kekasih Ilona

Penulis: Young Lady
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-06 19:00:28

“Jangan pernah mendekati ruangan ini!” bentak Reinhard dengan sorot tajam.

Ringisan pelan lolos dari bibirnya saat wanita itu berusaha untuk berdiri. Wanita itu sontak menunduk, ternyata pergelangan kakinya memerah. Sakit sekali, Reinhard benar-benar tak punya hati. Ilona kembali mengangkat kepalanya dengan tatapan murka.

“Kenapa kamu mendorongku? Kamu membuat kakiku terkilir!” protes Ilona dengan kedua alis menukik tajam. Berulang kali wanita itu berusaha berdiri, bukannya berhasil, kakinya malah semakin berdenyut nyeri.

Reinhard membungkukkan tubuhnya di hadapan Ilona dengan rahang mengetat. Lelaki itu memaksa Ilona membalas tatapannya. “Apa yang sedang kamu lakukan di sini, hah? Tidak ada satu pun orang yang aku izinkan masuk ke kamarku, bahkan seorang pelayan sekalipun, termasuk kamu!”

Ilona menatap Reinhard dengan sorot tak percaya. Ilona tidak habis pikir mengapa Reinhard sampai berlebihan seperti ini. Sepertinya lelaki itu benar-benar sakit jiwa sampai membuat peraturan aneh yang tidak masuk akal. Seolah-olah dirinya akan mencuri sesuatu jika masuk ke sana.

Keributan tersebut memancing perhatian seluruh penghuni rumah. Beberapa pelayan yang penasaran langsung mendekati tempat itu dengan jarak aman. Tak ada satu pun dari mereka yang berani mendekat karena mereka tahu seperti apa sang tuan saat marah.

“Jika kamu berani mendekat ke kamarku lagi, aku tidak akan segan-segan mengurungmu di kamarmu!” sambung Reinhard penuh peringatan.

Reinhard mengedarkan pandangannya ke arah belakang, kemudian menyunggingkan senyum miring. “Aku tidak membuat tontonan gratis di sini. Jika ada salah satu dari kalian yang berani menolongnya, maka bersiaplah untuk angkat kaki dari rumah ini.”

Ultimatum Reinhard berhasil membuat semua orang yang berada di sana mulai membubarkan diri. Tidak ada yang berani melanggar perintah Reinhard karena mereka tahu bagaimana tabiat sang tuan. Mereka masih menyayangi pekerjaan mereka.

Suasana mencekam yang melingkupi tempat itu masih sangat terasa. Namun, sorot ketakutan tak terlihat sama sekali dari mata Ilona. Wanita itu berusaha untuk berdiri perlahan-lahan sembari berpegangan dengan meja yang ada di belakangnya.

Ilona membalas tatapan Reinhard tak kalah tajam. “Jika aku tahu ruangan itu adalah kamarmu, aku tidak akan pernah sudi mendekat ke sana!” serunya sembari menahan ringisan. Wanita itu sampai mencengkeram meja di belakangnya untuk menyalurkan rasa sakit di pergelangan kakinya.

Rasa penasarannya pada ruangan itu langsung lenyap seketika. Hanya karena ingin mengetahui isi ruangan tersebut, kakinya sampai terkilir seperti ini. Seharusnya, ia tidak perlu terobsesi untuk mengetahui isi ruangan tersebut hanya karena tampak berbeda dari ruangan lain.

“Dengar ini baik-baik, kamu tidak bisa melakukan sesuatu seenaknya di sini. Semuanya harus mendapat izin dariku terlebih dahulu,” tegas Reinhard sembari menggertakkan giginya.

“Memangnya apa yang akan kamu lakukan padaku jika aku berani melanggar? Kamu akan mengusirku dari rumah ini? Kalau begitu silakan saja, aku tidak keberatan pergi dari sini sekarang juga,” balas Ilona seraya menyunggingkan tersenyum miring.

Ilona tidak mengerti dengan jalan pikiran Reinhard yang sangat aneh. Ada banyak sekali aturan tak masuk akal yang lelaki itu buat. Pantas saja semua orang yang bekerja di sini selalu menunduk ketakutan saat berpapasan dengan Reinhard. Lelaki itu pasti bersikap semena-mena pada semua orang yang bekerja untuknya.

Reinhard menggerakkan kakinya ke arah Ilona. Sorot membunuh dari terpancar dari kedua matanya. “Sayang sekali aku tidak akan melakukan itu. Semakin kamu berusaha memberontak, maka ruang gerakmu akan semakin terbatas, Sayang.”

Reinhard melirik arloji yang melingkar di tangannya, kemudian berdecak pelan. “Kamu membuatku hampir terlambat. Masuklah ke kamarmu sekarang, jangan banyak bertingkah. Aku harus pergi.”

Ilona menatap punggung Reinhard yang semakin menjauh dengan sorot penuh permusuhan. Setelah Reinhard tak lagi terlihat, barulah ia menjauh dari tempat itu dengan langkah tertatih-tatih. Reinhard benar-benar tak berperasaan, seharusnya lelaki itu bertanggungjawab dan membantunya berjalan ke kamar.

Pergelangan kakinya semakin berdenyut nyeri karena dipaksakan berjalan. Wanita itu harus berpegangan pada benda-benda di sekitarnya di sepanjang jalan. Beberapa kali dirinya nyaris terjatuh karena tak kuat menahan rasa sakit itu. Jika dirinya terjatuh lagi, kondisi kakinya pasti semakin parah.

Ilona menghela napas lega setelah berhasil mencapai pintu kamarnya. Wanita itu segera masuk dan berbaring di atas ranjang seraya memeriksa kakinya. Untung saja jarak antara kamar yang ia tempati dengan kamar Reinhard tidak terlalu jauh.

“Dia benar-benar gila!” umpat Ilona kesal.

“Aku bukan tawanan. Aku tidak bisa mendekam di sini terus,” gumam Ilona setelah cukup lama mendekam di kamar tanpa melakukan apa pun.

Ilona menggerakkan kakinya perlahan-lahan. Wanita itu tidak mengobati kakinya sama sekali karena tak punya salep. Kalau harus dikompres, ia malas mengambil air kompresan di dapur. Setelah memastikan kakinya agak membaik, Ilona langsung merapikan diri dan keluar dari kamarnya.

Reinhard pasti sudah pergi dan rumah ini biasanya sangat sepi. Tidak ada yang bisa menghalanginya untuk pergi juga. Bukan melarikan diri, Ilona hanya ingin menghirup udara segar sejenak. Sebelum kembali ke realita yang membuatnya sesak.

“Nyonya mau pergi ke mana? Sudah mendapat izin dari tuan Reinhard?” Salah seorang bodyguard Reinhard yang berjaga di dekat pintu utama langsung menghampiri Ilona.

Ilona mengumpat dalam hati. Langkahnya yang masih terseok-seok membuatnya tak bisa bergerak cepat. Padahal seharusnya ia bisa menghindari bodyguard tersebut. Ilona menoleh dengan ekspresi jengah, baru sehari tinggal di sini, ia sudah muak dengan aturan yang Reinhard buat.

“Apa aku perlu izin darinya? Aku bukan tawanan!” tegas Ilona yang merasa tak perlu meminta izin pada Reinhard.

“Tapi, Nyonya tidak bisa meninggalkan rumah ini tanpa izin dari tuan,” jawab sang bodyguard tegas.

“Aku tidak akan kabur! Kamu pikir aku bisa menghubungi Reinhard? Aku tidak punya ponsel!” seru Ilona yang sudah tersulut emosi.

Reinhard hanya membual saat berkata akan mengganti ponselnya yang telah lelaki itu buang. Reinhard pasti sengaja membuatnya tak punya alat komunikasi untuk membatasi ruang geraknya. Namun, lelaki itu tidak bisa mengurungnya di dalam rumah ini.

Snag bodyguard pun langsung mengambil ponselnya dan menghubungi Reinhard. Kemudian, menyerahkan ponselnya pada Ilona. “Tuan Reinhard ingin bicara dengan nyonya.”

Ilona terpaksa menyambar ponsel tersebut dan menempelkan di telinganya. “Aku hanya ingin jalan-jalan sebentar, bukan kabur! Jangan berlebihan!” semburnya tanpa basa-basi.

[“Tidak boleh. Kamu di rumah saja. Jangan membuat masalah.”] Nada bicara Reinhard terdengar seperti tak ingin dibantah.

“Kalau kamu melarangku pergi, aku akan membuat masalah!” ancam Ilona.

[“Bukannya kakimu sakit? Jangan banyak tingkah!”] Reinhard langsung mengakhiri panggilan tersebut

Ilona mengumpat dalam hati. Ia langsung mengembalikan ponsel tersebut pada pemiliknya setelah Reinhard mengakhiri panggilan tersebut. Reinhard benar-benar tak bisa diajak kompromi sama sekali. Padahal ia hanya ingin jalan-jalan.

“Saya antar ke kamar, Nyonya,” ucap sang bodyguard.

Ilona tak punya pilihan lain selain menurut dan kembali ke kamarnya. Bodyguard itu benar-benar mengantarnya sampai ke kamar. Seolah ingin memastikan jika dirinya tak akan mencoba melarikan diri. Namun, hanya seperti ini saja tak akan membuat Ilona menyerah.

Tak lama setelah bodyguard itu pergi, Ilona kembali keluar dari kamarnya. Kali ini dirinya lebih berhati-hati, jangan sampai ada yang menghalangi jalannya lagi. Meskipun harus menempuh jalan lebih lama, akhirnya Ilona berhasil keluar dari kediaman mewah itu.

Ilona masih memiliki sedikit uang untuk menaiki kendaraan umum. Tadinya, ia hendak kembali kr rumahnya dan menemui ibunya. Namun, akhirnya Ilona malah berakhir mengunjungi taman kota yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan.

“Akhirnya aku bisa menghirup udara segar,” gumam Ilona yang sudah menempati salah satu bangku taman yang kosong.

“Seandainya aku tidak perlu pulang ke sana lagi,” monolog wanita itu.

Jika memiliki uang lebih, Ilona ingin masuk ke mall di depannya. Sayang sekali, ia hanya bisa menikmati pemandangan dari luar. Namun, begini saja sudah cukup baginya. Daripada harus seharian mendekam di rumah Reinhard yang terasa seperti penjara.

Taman tempatnya berada pun cukup ramai. Kebanyakan yang berada di sini adalah keluarga kecil yang sedang bermain-main dengan anak-anak mereka. Wisata masa depan yang Ilona impikan, namun sayangnya impiannya hancur tak bersisa.

“Ilona? Kamu ada di sini?”

Suara yang familiar itu membuat Ilona spontan menoleh. Matanya membulat sempurna saat mendapati Romeo—kekasihnya berdiri di sampingnya. Ia belum siap bertemu dengan lelaki itu. Ilona belum siap untuk menceritakan statusnya sekarang.

Ilona langsung berdiri. “Romeo aku—”

“Kamu ke mana saja? Kenapa ponselmu tidak aktif? Kamu baik-baik saja, ‘kan?” cerca Romeo sembari menangkup wajah Ilona.

“Aku—”

“Singkirkan tanganmu dari wajah istriku!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Kesempatan Kedua

    Ancaman yang Reinhard lontarkan berhasil membuat Ilona tak memberontak lagi. Terpaksa ia pasrah saja membiarkan Reinhard menyetel video menjijikkan tersebut. Namun, sebisa mungkin dirinya melihat ke arah lain. Reinhard benar-benar gila sampai mempertontonkan video seperti ini padanya. Dari video yang Reinhard tunjukkan itu, sekilas Ilona melihat sosok Merisa yang sedang melakukan ‘sesuatu’ dengan seorang lelaki. Tentu saja lelaki yang ada dalam video tersebut bukanlah Reinhard. Sosok itu tampak asing, namun kalau tidak salah lelaki itu adalah salah satu aktor pendatang baru yang pernah ia lihat di televisi. Entah apa maksud Reinhard menunjukkan video seperti itu sebenarnya. Ilona ingin menyumpahi lelaki itu dalam hati. Namun, ia ingat kalau dirinya sedang hamil saat ini. Katanya tidak baik menyumpahi orang saat dalam keadaan hamil. Alhasil, Ilona hanya bisa menahan kesal hingga video berdurasi cukup lama itu selesai diputar. “Sudah puas?! Sekarang aku i

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Lihat atau Aku Cium

    Tidur lelap Ilona terusik karena merasa tubuhnya terguncang. Matanya kembali terbuka bersamaan dengan Reinhard menurunkan tubuhnya di atas ranjang. Tatapan keduanya terkunci selama beberapa saat. Kalau bukan karena terdengar suara ketukan dari luar, mungkin mereka akan bertahan dengan posisi yang sama lebih lama. Reinhard kembali membawa Ilona ke rumahnya. Padahal Ilona benar-benar tak ingin lagi tinggal di rumah ini. Ilona akan jauh lebih senang jika Reinhard membawanya ke rumah yang ditempati ibu dan kakak tirinya. Walaupun di sana ia juga kurang nyaman, lebih baik tinggal di sana daripada di rumah ini. Setelah menyelimuti Ilona sebatas dada, Reinhard segera menegakkan tubuhnya, kemudian melangkah mundur. “Masuk!” sahutnya seraya berjalan memutari ranjang dan menempati sisi yang kosong di samping Ilona. Dua orang pelayan yang masing-masing membawa menu makanan lengkap memasuki kamar Ilona. Kantuk Ilona langsung hilang seketika melihat banyaknya makana

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Aku Tidak Akan Melepasmu

    PLAK!Ilona menampar Reinhard dengan sisa tenaga yang wanita itu miliki. Andai tubuhnya tidak selemah ini, ia pasti bisa menampar Reinhard lebih kuat lagi. Dari semua orang yang mengetahui kondisinya sekarang, hanya lelaki ini yang tega berkata seperti itu. Bahkan, Reinhard mengatakan kata-kata itu dengan begitu santai. Deru napas Ilona berubah memburu, wajahnya merah padam. Setetes air mata meluncur dari sudut matanya dan wanita itu langsung menghapusnya secara kasar. “Kalau kamu ingin aku menggugurkan anak ini, lebih baik sekarang kamu pergi! Aku lebih tahu yang terbaik untuk diriku sendiri!”Selama ini Ilona berpikir jika Reinhard akan bersikap sama seperti dulu. Reinhard selalu mengatakan kalau ia tidak boleh menyakiti darah daging lelaki itu. Namun, sekarang Reinhard begitu mudah menyarankan dirinya untuk mengikuti saran dokter itu. Secara tidak langsung, Reinhard mengatakan kalau dia tidak membutuhkan apalagi menginginkan janin yang bersem

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Gugurkan Saja

    Amarah masih terpampang jelas di wajah Reinhard yang merah padam. Beberapa luka lebam membekas di wajahnya, namun tidak ada niatan untuk mengobati luka-luka tersebut. Hanya untuk kali ini saja, lelaki itu membiarkan seseorang yang membuat wajahnya babak belur bernapas bebas. Setelah memberitahukan kehamilan Ilona, Adrian kembali memberikan beberapa pukulan di wajahnya. Lelaki yang pernah menghancurkan hidup adiknya itu menceritakan apa yang terjadi pada Ilona saat ini. Tentang berapa besar resiko dari kehamilan Ilona ini. Ia juga sudah bertemu dengan dokter yang menangani Ilona. Pendarahan yang Ilona alami sudah berhenti sebelum Reinhard datang. Saat lelaki itu datang, Ilona sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Namun, hingga saat ini belum ada tanda-tanda wanita itu akan sadarkan diri. Meskipun begitu, menurut dokter yang menangani Ilona, wanita itu dan janinnya baik-baik saja. “Kamu berhutang penjelasan padaku,” ucap Reinhard berbisik. Kedua

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Membongkar Rahasia Besar

    [“Ilona! Apa yang terjadi?! Ilona! Bangun! Ya ampun ... darah.”]Adrian yang masih menunggu respon Ilona atas pertanyaannya semakin panik mendengar suara lain yang tiba-tiba terdengar dari ponsel adiknya. Ditambah lagi kalimat-kalimat yang wanita itu lontarkan membuatnya mulai berpikir negatif. Lelaki itu berusaha mengingat pemilik suara ini sebelum kembali berseru. “Vania, apa yang terjadi pada Ilona? Apa maksud perkataanmu barusan?!” cerca Adrian dengan suara lebih lantang, berharap wanita di seberang sana mendengar suaranya. Ia abaikan tatapan penuh tanya dari beberapa rekannya. “Vania! Katakan apa yang terjadi?! Darah siapa yang kamu maksud barusan?”Cukup lama hanya deru napas seseorang yang terdengar sebelum suara putus-putus Vania menyahuti cercaan Adrian. [“A-aku tidak tahu apa yang terjadi. Saat aku datang Ilona sudah seperti ini, dia pingsan. Ada darah cukup banyak mengalir dari kakinya.”]Adrian terbelalak. “Minta bantuan pada siapa pu

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Pendarahan Lagi

    Ilona yang sedang berkutat dengan ponselnya langsung menegang mendengar suara itu. Selama beberapa saat, wanita itu hanya bergeming dan tidak berani mengangkat kepalanya. Ia khawatir ini hanya bagian dari imajinasinya saja karena terlalu merindukan seseorang yang seharusnya dirinya lupakan. Kalau bukan karena kedatangan pramusaji yang mengantarkan makanannya, pasti Ilona akan bertahan di posisi tersebut lebih lama lagi. Terpaksa wanita itu mengangkat kepalanya sembari membantu pramusaji itu menata makanan di mejanya. Saat itu juga tak sengaja Ilona bertemu pandang dengan seseorang yang sedari tadi duduk di hadapannya. Hanya beberapa detik saja sebelum ia kembali melongos, seolah-olah tidak mengenali orang itu. Ketenangan di wajahnya berbanding terbalik dengan jantungnya yang sudah bertalu-talu di dalam sana. “Biar aku tebak, kamu pasti sedang gugup, ‘kan? Sampai tidak berani menatapku. Atau malah kamu sedang merindukan aku sekarang? Katakan saja yang se

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status