Share

Sampai Kapan Aku Bertahan?

Penulis: Young Lady
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-25 13:23:06

Ilona menggeram kesal. “Kamu pasti sengaja melakukan ini untuk mengerjai aku, 'kan?!” Ia tidak bodoh untuk menyadari jika kamar itu memang sengaja dibuat kotor sebelum dirinya datang.

Suasana hatinya masih belum benar-benar membaik karena ulah Reinhard sebelumnya. Sekarang, lelaki itu malah kembali mengerjai dirinya. Baru sehari mereka resmi menikah, Reinhard sudah membuat suasana hatinya hancur berantakan.

Reinhard menyeringai lebar, kemudian melirik arloji yang melingkar di tangannya. “Waktu yang kamu miliki hanya satu jam. Jika kamu tidak menuruti keinginanku, aku bisa menghentikan pengobatan ibumu sekarang juga.”

“Bisakah kamu berhenti mengancamku dengan cara itu?” desis Ilona muak. Reinhard selalu mengetahui di mana letak kelemahannya yang membuat dirinya tidak memiliki pilihan lain.

Reinhard tiba-tiba menyanggupi membayar biaya pengobatan Haura secara rutin. Ternyata inilah yang lelaki itu rencanakan. Reinhard ingin menggunakan pengobatan itu untuk menekannya. Dan Ilona tak bisa berbuat apa-apa karena ia ingin ibunya sembuh.

“Laksanakan saja perintahku, maka semuanya akan baik-baik saja,” balas Reinhard santai. “Kamu tahu apa tujuanku menikahimu. Waktu yang kamu miliki kurang dari satu jam lagi.”

Ilona memejamkan matanya sejenak sebelum menggerakkan kakinya memasuki kamar itu. Ia meraih peralatan kebersihan yang sudah tersedia di sana dengan gerakan kasar. Ilona terpaksa membersihkan kamar itu sesuai dengan keinginan Reinhard.

Berulang kali Ilona terbatuk karena tak sengaja menghirup debu yang beterbangan di udara. Kotornya ruangan itu sampai melebihi gudang yang tidak dibersihkan selama bertahun-tahun. Ilona semakin yakin jika Reinhard sengaja melakukan ini untuk menyusahkan dirinya.

Reinhard memperhatikan Ilona dari pintu kamar dengan senyum misterius yang tersungging di bibirnya. Lelaki itu benar-benar menunggu Ilona hingga selesai membersihkan semuanya.

“Simpan saja semua kardus itu di depan ruangan ini, kamu cukup membersihkan seisi ruangan. Anggap saja aku sedang meringankan tugasmu,” ucap Reinhard dengan ekspresi yang menyiratkan kepuasan.

Setelah Reinhard pergi, Ilona langsung terduduk di lantai yang baru selesai dirinya bersihkan. Seluruh tubuhnya terasa kebas karena dipaksa membersihkan ruangan yang cukup luas ini dengan cepat. Ilona tak berhenti mengutuk Reinhard dalam hati. Entah sampai kapan dirinya bisa bertahan dengan keadaan seperti ini.

Ilona bergegas membersihkan tubuhnya di toilet yang tersedia di dalam kamar itu. Setelahnya, wanita itu memilih langsung beristirahat. Ia hanya berharap Reinhard tidak kembali datang dan mengacaukan harinya.

Reinhard tidak mengganggu Ilona lagi setelah itu. Ilona lebih memilih mendekam di dalam kamar seharian penuh. Wanita itu juga mengabaikan waktu makan siang dan makan malamnya.

Suara ketukan yang berasal dari pintu kamarnya, membuat Ilona mengalihkan atensinya dari ponsel yang berada di genggamannya. Wanita itu segera beranjak dari ranjang dan menggerakkan kakinya ke arah pintu.

Ilona berdecak pelan melihat dua orang perempuan berusia pertengahan 30 tahun-an berdiri di depan pintu kamarnya. Keduanya sama-sama membawa nampan yang penuh dengan berbagai menu makanan.

“Sudah kukatakan jika tidak lapar,” ucap Ilona sembari mendengus. Sama seperti yang dirinya lakukan saat waktu makan siang tadi.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan makanan yang mereka bawa. Semua menu itu adalah makanan yang menggugah selera. Namun, hidangan tersebut tak mampu menggugah selera makan Ilona.

“Nyonya belum makan apa pun seharian ini. Anda bisa sakit jika tidak makan,” jawab salah seorang dari pelayan itu dengan ekspresi takut-takut.

“Tidak perlu memedulikan aku! Aku tidak ingin makan apa pun! Bawa semua makanan ini pergi dari sini!” perintah Ilona dengan kedua alis menukik, tatapannya semakin tajam dan penuh peringatan.

“Tetapi, Tuan Reinhard akan marah jika Nyonya tidak mau makan sama sekali—”

“Aku tidak suka dipaksa! Lebih baik sekarang kalian pergi dari kamarku. Katakan saja padanya jika aku sudah makan, dia tidak akan marah jika tidak tahu apa-apa,” pungkas Ilona tak ingin dibantah.

Tanpa memedulikan pelayan yang masih membujuknya, Ilona langsung menutup pintu kamarnya kembali. Sebelum pintu kamarnya benar-benar tertutup, tiba-tiba ada tangan yang menahannya. Tak sampai di sana, orang itu juga mendorong pintu kamar Ilona agar kembali terbuka lebar.

“Ternyata hukuman yang kuberikan beberapa jam lalu belum bisa membuatmu jera,” desis Reinhard tajam.

Ketika Reinhard mulai merangsek maju, Ilona bergerak mundur dengan tatapan waspada. Lelaki yang memakai kemeja biru gelap itu melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya. Rahangnya mengetat sempurna dengan urat-urat di lehernya yang mulai terlihat.

Nyali Ilona mendadak menciut melihat ekspresi murka lelaki itu. Alih-alih diam di tempat dan membalas tatapan Reinhard seperti biasanya, Ilona terus melangkah mundur hingga punggungnya menabrak tembok.

Sebelum Ilona sempat beranjak dari sana, Reinhard lebih dulu tiba dan mengunci pergerakan wanita itu. Ia menyejajarkan wajahnya dengan wajah Ilona dan memaksa sang istri menatap ke arahnya juga. “Aku baru pergi sebentar, tetapi kamu sudah berani membuat onar lagi.”

“Minggir!” seru Ilona berusaha mendorong dada Reinhard. Sayangnya, lelaki itu tetap tidak bergerak seinchi pun dari posisinya. Bukannya menyingkir, Reinhard malah semakin menekan tubuhnya ke dinding.

“Sudah kukatakan berulang kali jika kamu harus mengikuti semua aturanku. Apa maksudmu menolak makan seharian ini?” desis Reinhard sinis.

“Aku tidak lapar! Aku akan makan jika aku lapar, kalian tidak bisa memaksaku!” jawab Ilona lantang. 

Reinhard menyeringai keji. “Semua orang yang tinggal di rumah ini harus mengikuti aturanku tanpa terkecuali, terutama dirimu. Aku paling tidak suka jika ada seseorang yang berani melanggarnya. Kamu tahu apa yang akan aku lakukan jika kamu melanggar aturanku.”

Melihat Ilona hanya diam dan tercenung membuat Reinhard menyeringai penuh kepuasan. Lelaki itu memberi kode pada pelayan yang masih berdiri di belakang pintu kamar Ilona, memerintahkan dua orang itu masuk.

Ilona langsung membuang muka saat Reinhard menampilkan ekspresi seolah-olah sedang mengejeknya. Wanita itu mengumpat dalam hati. Ia benci menjadi lemah apalagi di hadapan Reinhard seperti sekarang. Tetapi, dirinya memang tidak memiliki apa pun jika dibandingkan dengan kekuasaan yang Reinhard miliki.

Setelah dua pelayan yang membawa makanan itu beranjak pergi, Reinhard melangkah mendekati Ilona. “Jangan berulah lagi jika kamu ingin semua orang yang kamu sayangi hidup tenang. Habiskan makanan itu, jangan coba-coba membuangnya.” Setelah itu, Reinhard langsung memutar tubuhnya dan melangkah pergi dari kamar Ilona.

Pagi-pagi sekali, kamar Ilona kembali diketuk dan muncullah salah seorang dari pelayan itu. Sang pelayan berkata jika Ilona harus sarapan bersama Reinhard di meja makan saat itu juga. Ilona yang malas berdebat memilih langsung mengiyakan tanpa banyak protes.

Setelah selesai membersihkan diri, Ilona mengambil pakaian yang tersedia di lemari secara acak dan bergegas melangkah menuju meja makan. Ketika Ilona datang, beberapa pelayan baru saja meletakkan berbagai jenis makanan di atas meja. Aromanya begitu sedap dan menggiurkan, tetapi tetap saja Ilona malas mencicipinya.

Ilona tidak melirik ke arah Reinhard sama sekali selama berada di meja makan. Ia memilih langsung mengambil jatah makanannya dan melahap makanan tersebut dengan gerakan cepat agar bisa segera pergi dari sana.

“Aku akan lembur sampai malam, jangan membuat ulah hingga aku kembali,” ucap Reinhard yang sudah lebih menghabiskan jatah sarapannya.

“Aku tidak peduli dengan urusanmu,” sahut Ilona sarkas.

Reinhard mendengus pelan. “Jadilah penurut hari ini atau hukumanmu akan segera datang,” peringat Reinhard sembari mendorong kursinya dan pergi meninggalkan ruang makan.

Ketika matahari mulai meninggi, Ilona kembali keluar dari kamarnya. Ia mulai bosan mendekam terlalu lama di sana. Apalagi tidak ada kegiatan apa pun yang bisa dirinya lakukan. Bahkan, ponsel pun tidak ada.

Ilona mulai ragu Reinhard akan menepati janji dan mengganti ponselnya dengan ponsel baru. Bisa saja lelaki itu hanya ingin membuatnya semakin tersiksa. Orang yang sangat picik seperti Reinhard tidak bisa dipercaya begitu saja.

Ilona tidak tahu harus pergi ke mana. Rumah ini memang sangat luas, tetapi dirinya hanya mengetahui area yang ia lewati bersama Reinhard tempo hari. Mungkin berkunjung ke taman rumah ini sebentar bisa sedikit menyegarkan pikirannya.

Langkah Ilona terhenti di depan sebuah pintu berwarna abu-abu yang menurutnya aneh. Pintu itu memiliki warna yang kontras dengan pintu-pintu lain. Padahal seluruh pintu di rumah itu memiliki warna selaras. Hanya karena warna yang berbeda, dirinya mendadak tertarik untuk melihat apa yang ada di dalam sana.

Wanita yang mengenakan gaun rumahan berwarna biru muda itu menoleh ke belakang, menatap sekelilingnya. Tidak ada siapa pun selain dirinya di sana, tidak ada satu pun orang yang bisa ditanya tentang ruangan itu.

Sepertinya tidak ada salahnya jika ia melihat isi dari ruangan tersebut. Lagi pula tak ada niat jahat sedikit pun dalam benaknya. Setelah meyakinkan diri, jemari Ilona langsung terulur untuk menyentuh gagang pintu tersebut. Namun, sebelum ia berhasil membuka pintu di hadapannya, sudah ada seseorang yang menariknya menjauh dari sana.

Tubuhnya terhempas keras karena tarikan dan dirinya yang begitu kuat. Bahkan, tubuhnya nyaris menghantam meja yang ada di dekat tempatnya terjatuh. Dengan wajah yang masih sangat terkejut, Ilona mendongak dan menemukan tatapan murka Reinhard di hadapannya.

“Jangan pernah mendekati ruangan ini!” bentak Reinhard dengan sorot tajam.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Menghilang dari Jangkauannya

    “Kamu yakin mau tinggal di sini saja? Aku bisa menyewakan apartemen atau rumah yang lebih layak untuk kalian,” ucap Gerald yang lebih dulu melangkah ke rumah kontrakan pilihan Ilona. Rumah ini sangat kecil. Bahkan, jika dibandingkan dengan kamar Reinhard maupun kamar Ilona di kediaman lelaki itu, tentu saja sangat jauh. Namun, sekarang Ilona hanya tunggal berdua dengan putrinya saja dan kontrakan ini sudah lebih dari cukup. Jalan di sekitar rumah ini cukup sempit. Sehingga Ilona dan Gerald harus turun di ujung persimpangan jalan dan berjalan kaki. Jalanan yang mereka lalui becek dan agak licin. Hujan mengguyur cukup deras sejak matahari tenggelam. Namun, untungnya saat aksi yang Ilona lakukan, hujan telah reda. Ilona tak meminta Gerald ikut turun dari taksi. Sebab, sekarang sudah terlalu malam. Lelaki itu juga perlu istirahat mengingat keesokan harinya memiliki segudang aktivitas seperti suaminya. Namun, Gerald memaksa ingin ikut turun dan membantu memb

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Aksi Pelarian

    Ilona tahu ibu mertuanya menginginkan perpisahannya dengan Reinhard. Segera. Namun, ia tidak memperkirakan jika Anindya telah mempersiapkan surat gugatan cerai. Tubuh Ilona mendadak oleng, untungnya ia dapat kembali menguasai diri dengan cepat. Berkas yang Anindya bawa telah wanita paruh baya itu buka. Ternyata nama Ilona dan Reinhard. Belum ada tandatangan yang tertera di sana. Ada kemungkinan Reinhard memang belum tahu. Atau lelaki itu sengaja ingin dirinya yang lebih dulu membubuhkan tandatangan. “Ayo tandatangan! Kenapa diam?” Anindya kembali mencerca Ilona. Wanita paruh baya itu sudah siap dengan bolpointnya. Ia ingin sang menantu segera menandatangi berkas tersebut. “Kamu mengkhawatirkan harta gono gini? Tenang saja. Saya bisa memberikan berapa pun yang kamu inginkan. Asalkan kamu tandatangani berkas ini dan segera angkat kaki dari sini,” ucap Anindya dengan nada merendahkan khasnya. Hati Ilona terasa seperti diremas. Seandainya dulu aya

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Pergi dan Tinggalkan Ruby

    Setelah kedatangan Anindya yang begitu mendadak, Ilona seperti kehilangan separuh jiwanya. Ia memang tidak terlibat bahkan tak tahu apa-apa. Namun, tetap saja dirinya merasa bersalah. Andai ia lebih berani menyatakan kejujuran itu sejak awal. Mungkin, rasa bersalahnya tak akan sebesar ini. Kemuraman itu tak hanya berlangsung satu hari. Hari-hari berikutnya pun tak jauh berbeda. Suasana hati Ilona tak kunjung membaik. Situasi yang terjadi benar-benar membuatnya serba salah. Dan hingga berhari-hari kemudian, Ilona tidak tahu harus melakukan apa. “Aku harus pergi ke Makassar selama beberapa hari. Siang ini aku berangkat,” tutur Reinhard yang sedang memasang dasi di depan cermin. Sedari tadi, Ilona memperhatikan suaminya dari belakang. Sedangkan dirinya masih duduk di pinggir ranjang. Ia tak berani mendekat dan membantu lelaki itu. Meskipun mungkin saja Reinhard tak akan menolak. Namun, keberaniannya tak sebesar itu. Setela

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Menunggu Amarah

    Pertanyaan yang Anindya lontarkan membuat Ilona nyaris terhuyung. Wajahnya kontan memucat dengan napas memburu. Tanpa bisa dicegah, pening mulai menyergap kepalanya. Jika Anindya sudah tahu, maka Reinhard pun sama. Rupanya feelingnya belakangan ini benar. Reinhard memang telah mengetahui rahasianya. Rahasia besar yang berusaha dirinya simpan rapat-rapat. Namun, lelaki itu memilih diam, seolah tak tahu apa-apa. Entah untuk menunggu apa hingga lelaki itu memilih berpura-pura tidak tahu. Sebenarnya Ilona tak benar-benar ingin menyembunyikan kenyataan itu selamanya. Ia hanya ingin mencari waktu yang tepat untuk berbicara pelan-pelan pada Reinhard. Dan seharusnya tidak secepat ini. Apalagi hubungannya dengan lelaki itu baru membaik. “Ma, ini urusan kami. Aku yang akan menyelesaikannya,” ucap Reinhard sembari menatap mamanya yang tampak sangat berapi-api. Reinhard sudah merangsek maju, sengaja menghalangi Anindya agar tidak menghampiri Ilona. Namun,

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Jangan Sampai Dia Tahu

    “Aku mau tidur di sini,” ucap Reinhard lirih sebelum membaringkan kepalanya di pangkuan Ilona dan kembali memejamkan mata. Ilona yang terkejut bukan main masih terdiam kaku. Ia tak mendengar suara pintu terbuka atau langkah Reinhard. Namun, tiba-tiba lelaki itu sudah sampai di kamarnya. Entah sejak kapan dan entah mendengar obrolannya dengan Adrian atau tidak.Ilona menatap Reinhard yang kini berbaring di pangkuannya sembari memeluk pinggangnya. Tangannya terulur untuk mengelus rambut hitam legam lelaki itu. Demam Reinhard sudah agak turun, namun suhu tubuh lelaki itu masih belum mencapai normal. Ilona spontan mengakhiri panggilan tersebut sembari terus menatap Reinhard. Memastikan jika lelaki itu tidak mengetahui apa yang dirinya lakukan. Untungnya, kakaknya sudah tidak berbicara lagi. Setelah itu, ia langsung meletakkan ponselnya di atas nakas. “Kenapa pindah ke sini?” bisik Ilona sembari mengelus rambut suaminya itu. “Aku sengaja membawa Rub

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Sudah Tahu atau Memilih Diam?

    “Ada yang kamu sembunyikan dariku?”Pertanyaan itu bukan meluncur dari bibir Ilona. Sebaliknya, malah Reinhard yang menanyakannya. Ilona yang sedang membaca keterangan pada obat-obatan Reinhard lantas menegang. Posisinya saat ini Reinhard yang membohonginya. Namun, malah lelaki itu yang lebih dulu mencercanya. Reinhard memang tidak bertanya dengan nada sinis ataupun mengintimidasi. Bahkan, lelaki itu masih menatap Ilona dengan sorot hangat di matanya yang sayu. Namun, pertanyaan tersebut sudah berhasil membuat jantung Ilona berdebar dua kali lebih cepat. Ilona membawa serta obat-obatan milik Reinhard ke hadapan lelaki itu. Ia menetralkan ekspresinya, mencoba tak terpengaruh dengan tatapan Reinhard yang semakin lama terasa kian mengintimidasi. Padahal lelaki itu tak mengubah tatapannya. “Aku buatkan bubur ya? Kamu harus minum obat,” tutur Ilona yang masih menatap obat-obatan di tangannya. “Kamu belum menjawab pertanyaanku.” Reinhard ta

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status