semoga besok bisa crazy up 🥰🥰
Aris begitu panik mendengar ucapan Thomas.Dia hendak memohon, tapi Thomas lebih dulu bicara kembali.“Lihat saja, saat kami bisa membongkar apa saja yang sudah kamu lakukan, bersiap-siaplah mati di tangan Pak Arsen,” ancam Thomas dengan tatapan begitu tajam.Aris semakin panik, saat akan bicara untuk membela diri, ternyata Thomas lebih dulu mengajak Bibi Jess meninggalkannya sendirian di ruangan itu, membiarkannya dalam ketakutan dan kecemasan yang begitu hebat.Thomas mengunci ruangan itu.“Apa benar Tuan Arsen punya harimau?” tanya Bibi Jess yang sejak tadi hanya diam mendengar Thomas bicara.“Benar,” balas Thomas dengan muka dibuat-buat. “Sebenarnya aku tadi ingin memintanya memilih, diumpankan ke harimau atau buaya,” imbuhnya kemudian tertawa.Bibi Jess sadar kalau Thomas pasti hanya bercanda. Dia pun memukul lengan asisten majikannya itu sambil mengomel.Setelah mengancam Aris, Thomas lalu pergi menemui Jerry di kantor pria itu untuk membahas soal sketsa wajah pria yang pengawal
Pagi itu Juna melangkahkan kaki dengan cepat menuju ruang HRD setelah semalam mendapat kabar tentang pemecatannya.Wajahnya merah padam menahan amarah, bahkan dia langsung masuk ke ruang HRD setelah mengetuk pintu tanpa menunggu dipersilakan.Juna menatap tak senang pada kepala HRD yang duduk di belakang meja kerja dan kini menatapnya. Dia segera menghampiri, lalu berhenti melangkah tepat di depan meja ruang HRD.“Kenapa aku tiba-tiba dipecat?” tanya Juna dengan kedua tangan terkepal di samping tubuh.Kepala HRD itu menghela napas pelan.“Bukankah alasannya sudah jelas? Sudah tertulis di email itu. Kamu sering keluar dari kantor seenaknya tanpa izin, juga libur seenaknya. Ini menyalahi SOP perusahaan, apalagi jabatanmu adalah manager. Kamu tidak bisa memberi contoh yang baik ke bawahanmu,” jawab Kepala HRD begitu tenang.“Tapi apa tidak bisa kalian memberi surat peringatan dulu?!” Juna masih tidak terima dengan alasan Kepala HRD.“Ini sudah menjadi aturan perusahaan.”Satu kalimat itu
Malam hari Audrey baru saja tidur. Risha dan Adhitama juga baru saja pergi dari kamar perawatan Lily. Arsen mencemaskan kondisi Lily, karena istrinya itu belum bisa berdiri dengan benar. Saat bangun dan hendak mencoba berjalan, kaki Lily tiba-tiba lemas, hingga dokter memutuskan untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh esok hari. “Tidurlah, ini sudah malam, besok mungkin akan berat karena kamu akan menjalani banyak pemeriksaan,” kata Arsen. Dia masih duduk di sebelah ranjang Lily, lantas hendak merebahkan setelan kasur wanita itu. “Tidak mau!” Arsen menatap Lily yang menahan tangannya untuk tidak menekan tombol di samping ranjang. “Kenapa? Kamu baru saja sadar, masih butuh istirahat,” balas Arsen. Lily menggeleng lalu mengulurkan tangan menyentuh pipi Arsen. “Wajahmu sedikit gelap, apa karena kamu bersedih selama satu minggu?” tanya Lily. Arsen meraih tangan Lily yang menempel pada pipinya, dia mencium tangan wanita itu kemudian menggenggamnya erat. “Lihat, kamu punya
Di Mansion Thomas memasukkan pria bernama Aris yang bersekongkol dengan Indah ke kamar pelayan yang tidak terpakai. Seorang dokter datang dan langsung memeriksa kondisi Aris yang babak belur dihajar oleh Arsen. Setelah mengobati, dokter itu juga memberikan resep obat kepada Bibi Jess untuk ditebus. Dokter itu pergi dan Bibi Jess memberikan resep itu ke pelayan agar bisa ditebus. “Jadi dia akan di sini? Bagaimana kalau keluarganya mencari?” tanya Bibi Jess ke Thomas saat mereka sudah pergi menjauh dari area kamar pelayan. “Bibi tenang saja, urusan itu sudah Jerry tangani,” balas Thomas. “Sebenarnya apa yang terjadi pada Nona Lily? Kamu bilang dia sudah melahirkan, apa itu benar? Tapi melihat Tuan yang beberapa hari tidak pulang, aku tidak bisa berpikir tenang.” Bibi Jess menatap penuh kesedihaan wajah Thomas. “Tuan dan Nona pasti butuh pelayan untuk menjaga, tapi tidak satupun pelayan dipanggil,” lanjut Bibi Jess. “Dan lagi tadi sampai rumah, Tuan langsung buru-buru pergi lagi
Lily mencoba memeluk erat Arsen meski tangannya masih terasa lemah. Dia menangis tanpa suara sama seperti Arsen. “Maaf, aku salah,” lirih Lily. Arsen menggeleng, masih enggan melepaskan pelukannya ke Lily. Lily tahu, pasti sulit bagi Arsen melewati semua ini kemarin. Mereka begitu lama saling berpelukan, hingga suara tangis Audrey pecah dan Risha masuk bersama Adhitama kembali ke ruang perawataan. “Sepertinya dia haus, apa kamu mau mencoba menyusui Audrey?” tanya Risha seraya mendekat ke arah Lily. “Apa tidak apa-apa? Lily baru saja bangun,” kata Arsen. Dia mengusap matanya yang basah lalu mengulurkan tangan untuk mengambil Audrey dari Risha. “Sepertinya tidak apa-apa, tapi biar Bunda buatkan susu dulu kalau memang Lily masih belum nyaman,” kata Risha. “Tidak apa-apa, aku mau mencobanya,” kata Lily. Dia menatap Arsen kemudian bayinya. Lily menerima Audrey dari tangan Arsen, dia sedikit kikuk, hingga Risha mencoba membantunya. Adhitama memilih untuk keluar dari sana.
Risha tersenyum. Dia tak ingin menceritakan soal Arsen yang tak mau menyentuh Audrey pada Lily. Biarlah Lily tidak tahu tentang ini, atau biar Arsen sendiri yang mengatakan pada Lily nanti. “Bund, bisa bantu aku duduk?!” Risha mengambil Audrey dari samping Lily, di saat itu Adhitama masuk dan langsung membantu Risha. "Biar Papa saja," kata Adhitama. Lily terus menatap pada ayahnya itu, hingga menyadari Adhitama sedang menyembunyikan tangisnya. “Papa,” panggil Lily. Adhitama mengusap matanya lebih dulu, sebelum menoleh pada Lily lalu menepuk lembut pundak sang putri. Adhitama hanya mengangguk, setelah itu memeluk Lily yang sudah duduk. “Apa ada yang sakit, katakan saja kalau ada yang sakit, nanti biar dokter memeriksamu lagi.” kata Adhitama seraya mengusap rambut Lily. “Apa yang dokter sampaikan tadi?” tanya Risha penasaran. Dia cemas mengingat bahwa di dunia ini ada kondisi medis yang dinamakan terminal lucidity. Kondisi di mana orang-orang yang sudah koma ata