tanggal 1 ya?? 😁 mulai up 3 bab sehari ya
Thomas gemetaran menatap mobil Arsen yang tertabrak sampai terdorong ke bahu jalan. Dia semakin syok saat melihat keberadaan Lily dari pantulan kaca spion. Thomas melihat Lily keluar dari mobil Jerry dan berlari mendekat ke arah mobil Arsen. Beberapa waktu lalu, Lily yang curiga meminta Jerry membuntuti Arsen, sesaat setelah suaminya itu pergi. Lily berteriak histeris melihat Mercedes-Benz G-Class yang dikendarai Arsen tertabrak truk tepat di depan matanya. "Tidak!" Lily menangis histeris mencemaskan kondisi Arsen yang masih berada di dalam mobil. "Arsen akan membunuhku," ucap Jerry ketakutan seraya menyusul Lily. Lily menggedor kaca jendela mobil Arsen, hingga dia melihat suaminya itu turun dari mobil tanpa luka yang berarti. Lily melihat hanya kening Arsen yang terlihat sedikit berdarah, tapi suaminya itu baik-baik saja. "Kenapa kamu di sini?" tanya Arsen ke Lily. Dia lalu menoleh Jerry dengan tatapan menusuk. "Entahlah, Ars! Terserah kalau kamu mau membunuhku,"
Arsen tidak terkejut sama sekali mendengar ucapan Edo, dia menatap dingin dan tentu saja tak langsung percaya dan mencoba memastikan lagi. “Kalau kamu berani berbohong, aku pastikan kamu tidak akan bisa menanggung konsekuensinya,” ancam Arsen memberikan penekanan pada Edo. “Aku berani bersumpah, aku tidak berbohong,” jawab Edo. Arsen menatap tajam, memerhatikan dan memastikan si lawan bicara berkata jujur. “Kamu harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu,” ucap Arsen lalu dia pergi meninggalkan Edo begitu saja setelah selesai bicara. Sementara itu di bawah. Thomas bertemu dengan Jerry yang tampak tergesa-gesa. “Pak Arsen meminta kita untuk sarapan lebih dulu,” ucap Thomas. “Apa kamu mengadu pada Arsen?” tanya Jerry seraya menatap kesal pada Thomas. “Iya,” jawab Thomas santai. Jerry mencebik kesal. Tangannya mengepal di sisi badan karena geram. "Kamu ini!" amuknya. “Sudah, kamu mau makan atau marah,” ucap Thomas dengan entangnya. Jerry masih ingin meluapkan amarah
Di kamar perawatan Rena Lily masuk dan melihat gadis itu terbaring lemah. Ada luka memar dan beberapa gores di wajah Rena. Lily meminta Rena untuk tidak perlu bangun saat gadis itu melihatnya datang. "Sudah, berbaring saja." Lily buru-buru mendekat lalu membantu Rena berbaring. "Ternyata benar, Pak Arsen itu suami Anda," ucap Rena. Lily memulas senyum tipis kemudian menggeser kursi di samping ranjang. Sebagai putri pemilik perusahaan, siapa karyawan Mahesa group yang tidak mengenalinya. "Hm .... aku dengar dari suamiku kamu tinggal sendiri, apa kamu tidak takut?" tanya Lily setelah duduk di kursi samping ranjang Rena. "Tidak, saya sudah terbiasa, tapi tidak dipungkiri kejadian semalam kadang terlintas di pikiran saya, dan akhirnya terjadi juga," balas Rena diikuti senyuman penuh kesedihan dari bibirnya. "Gaji bekerja di Mahesa cukup tinggi, jadi saya tidak mau pindah ikut ibu. Lagipula ibu menumpang di rumah kakak ipar, apa jadinya kalau saya juga ikut? Rumah yang saya
Arsen bergegas ke rumah sakit ditemani Lily setelah mendapatkan kabar dari Thomas. Setibanya di sana, Arsen panik melihat tangan Thomas dibalut perban. Thomas bercerita, semalam dia pulang sekitar jam setengah dua belas malam membawa brankas yang akhirnya bisa dilepas dari tembok oleh tukang. Dia memastikan Rena masuk ke rumah setelah dirinya dan para pelayan pulang. Namun, Thomas baru ingat, dia lupa membawa koran yang ditemukan di ruang kerja Raymond. Thomas akhirnya putar balik. Di saat itu dia melihat pintu rumah Rena terbuka sedikit. Merasa ada yang janggal, Thomas lantas masuk dan melihat Rena sudah jatuh tersungkur di lantai antara ruang tengah dan ruang tamu. Thomas berhadapan dengan perampok itu, telapak tangannya terluka saat menangkis senjata tajam yang diarahkan padanya. "Kamu baik-baik saja 'kan?" Arsen tampak lega melihat Thomas tak terluka parah. "Maaf, saya tidak memberitahu Anda langsung. Saya tidak ingin Anda khawatir," kata Thomas. "Rena, bagaimana k
Arsen bergegas menuju kamar kerja Raymond dan meminta pelayan menyingkir agar dia bisa memeriksa brankas itu. "Sekarang tinggal bagaimana cara membukanya, Pak." Thomas menatap Arsen yang berjongkok. Mata Arsen terus tertuju pada brankas yang menempel di dalam lemari. "Apa mau mencoba membukanya menggunakan tanggal lahir ayah?" Rena memberi saran. Arsen mengangguk lantas berdiri. Dengan hanya menatap pada Thomas, sekretarisnya itu langsung berjongkok dan bertanya pada Rena berapa tanggal lahir Raymond. "Lima belas Juni satu sembilan lima sembilan." Thomas mencoba beberapa kombinasi dari angka yang Rena sebutkan, tapi nihil. Brankas itu tak terbuka sama sekali. "Mungkin baterainya habis, ini sudah bertahun-tahun tidak dibuka," ucap Thomas seraya menoleh Arsen. "Kamu keberatan jika brankas itu aku bawa?" Arsen bertanya pada Rena yang berdiri di dekatnya. "Sepertinya aku harus memanggil ahli agar brankas ini mau terbuka, atau jika tidak bisa maka terpaksa harus menghan
Thomas akhirnya membuka pintu ruangan karena tidak mungkin dirinya berani membantah perintah Arsen. Gelap. Bahkan saat saklar dinyalakan lampunya sudah tidak mau hidup. Arsen menatap ruangan yang sudah Thomas buka. Dia melarang Thomas dan Rena masuk karena khawatir debu dan sirkulasi udara yang buruk bisa mengganggu pernapasan. "Hubungi layanan kebersihan sekarang juga," titah Arsen ke Thomas. Thomas agak ragu, jasa kebersihan biasanya harus dipesan minimal tiga hari sebelumnya. Apalagi hari libur, pasti banyak yang menggunakan jasa itu. Tak kehabisan ide, Thomas menghubungi salah satu pelayan rumah Arsen. "Liburan sudah selesai, panggil beberapa temanmu, Pak Arsen butuh kalian," ucap Thomas. Dia lantas menyebutkan alamat rumah Rena agar para pelayan itu bisa segera datang ke sana. Sambil menunggu pelayan datang untuk membantu membersihkan. Arsen memilih keluar untuk menghubungi Lily. Dia merasa harus mengabari istrinya, karena mungkin saja akan pulang larut malam. Arse