Sofia spontan mengembuskan napas begitu ia keluar dari dalam kamar Aland. Tubuhnya bersandar di daun pintu sambil memegangi dadanya. Degupannya begitu terasa di tangan. Sumpah demi apa pun, dia begitu gugup, panik, takut dan juga iba. Aland begitu berbeda, sangat berbeda dari yang ada di dalam ingatannya. Yang sama, hanya ketampanannya, tidak berubah sama sekali. Bahkan Sofia menganggap bahwa Aland semakin menawan dengan tatapan bengis dan aura yang menakutkan itu. Konyol emang.
"Apa dia membuatmu takut?"Sofia berjengkit kaget, "Uncle!!" Memekik dengan suara tertahan."Sepertinya Aland memang membuatmu takut." Mr. Amstrong terlihat kecewa. Jika Sofia takut begini sangat memungkinkan bahwa Sofia akan menolak lamarannya untuk Aland.Sofia buru-buru menggelengkan kepala, "Tidak benar-benar membuatku takut, aku hanya kaget, terkejut dengan penampakannya. Dia... Hmmm... Aland sangat berbeda."Sofia tidak melihat lagi sisa-sisa kejenakaan di tatapan Aland. Dulu, mata itu sering menggoda dan menjahilinya. Mereka memang tidak bisa dikatakan dekat, tapi mereka juga tidak merasa asing satu sama lain.Aland dan Sofia cukup sering menghabiskan waktu berdua. Terkadang, Aland menghampirinya saat sedang menggambar anime dan terkadang Aland memintanya memasak mie instan ala Sofia.Sebelum Sofia datang ke rumah ini, Aland tidak pernah memakan mie instan, dia selalu memakan apa yang disajikan oleh pelayan. Tapi suatu malam, Sofia kelaparan dan memasak mie instan. Kebetulan, Aland juga ke dapur karena merasa lapar. Pria itu mencium aroma masakan Sofia. Sejak saat itu, Aland selalu meminta Sofia memasak mie instan untuk dirinya."Ya, aku hampir tidak mengenalnya." Mr. Amstrong berucap lirih."Apakah dia juga menolak bicara denganmu, Uncle?"Mr. Amstrong menggeleng, "Dia tidak mengusirku, tapi dia hanya menjawab pertanyaanku seadanya. Tidak ada perbincangan hangat lagi. Apa yang dia katakan padamu?""Dia bertanya apa aku membawa ayahku juga." Sofia manarik napas panjang, "Aland bukan pria yang mudah memafkan atau melupakan kesalahan orang lain. Sepertinya dia akan menganggapku musuh."Mr. Amstrong ikut menarik napas. Jika begini, tipis kemungkinan Sofia bersedia menikah dengan putranya."Omong-omong, Uncle, siapa yang akan membantunya berpakaian jika tidak ada perawat?""Zoe, satu-satunya orang yang kebal dengan sikapnya." Zoe, asisten pribadi Aland yang merangkap sebagai sekretaris perusahaan juga merupakan sahabatnya.Sofia terkekeh, "Sepertinya Aland tidak mau terlalu keras, karena jika Zoe sakit hati, tidak akan ada yang membantunya untuk berpakaian. Aland sepertinya masih takut masuk angin."Mr. Amstrong ikut tertawa, "Ya, kurasa juga begitu.""JANGAN MEMBAHAS TENTANGKU DI SANA, SIALAN!!"Sofia sampai melompat karena kaget. Suara Aland begitu menggelegar. Sofia yakin, jika Aland bisa mengangkat tangannya, tidak usah diragukan lagi, Aland pasti menggerakkan kursi rodanya dan mendobrak pintu kamarnya sendiri.Sofia membuka pintu, lampu masih menyala. Ya, memangnya siapa yang bisa memadamkannya. Aland tidak berdaya.Sofia tersenyum begitu menemukan wajah sinis Aland."Syukurlah pendengaranmu masih berfungsi dengan benar. Aku dan ayahmu padahal hanya berbisik-bisik. Gimana, apa kau berniat bergabung dengan kami, Al?"Aland mendengus, "Pergi lah ke neraka dan berhenti memanggilku seperti itu.""Potong lidahku jika begitu, Al."Tatapan Aland semakin sinis dan tajam. Sofia justru semakin tertawa."Apa yang kau tertawakan?""Menurutmu?""Apa kondisiku seperti lelucon bagimu?""Ya, sedikit menghibur.""Perempuan sialan!!"Sofia kembali melangkah masuk ke dalam kamar, melintasi ruangan, melewati Aland begitu saja dan mengabaikan makian pria itu."Jangan berani menyentuhnya! Aku akan membunuhmu jika berani melakukan..."Srek!!!Kalimatnya terputus. Sinar matahari memenuhi ruangan tersebut. Ya, Sofia membuka kirai dan jendela."Udara pagi dan sinar matahari bagus untuk kita. Hei, nikmatilah keAgungan Yang Kuasa." Sofia kini berdiri di hadapannya. "Jika ingin membunuhku, sembuhlah terlebih dahulu. Dengan begitu, kau bisa melakukan niatmu, Tuan Al." Sofia berucap tenang sambil tersenyum. Senyum yang dianggap Aland sebagai senyum meremehkan."Pergi dari kamarku!!""Tentu saja. Aku tidak akan betah berlama-lama di sini.""Apa yang kau lakukan?!" Aland protes saat Sofia memutar kursi rodanya dan mendorongnya ke arah jendela. Setelah hampir tiga tahun, Aland akhirnya bisa melihat langit, matahari, halaman dan pohon mangga."Kau sepertinya memang benar-benar sudah bosan hidup.""Katakan itu pada dirimu. Gimana? Kau menyukainya?""Tidak ada hal yang lebih kusukai selain godaan untuk mencekik lehermu."Lagi, Sofia tersenyum, "Sembuh dulu, ancamanmu tidak berarti apa-apa, Al. Justru terdengar sangat menyedihkan.""Keparat...""Lihat, pohon mangganya sedang berbuah. Apa yang kau ingat saat melihat pokok mangga itu.""Monyet betina."Sofia tergelak, "Sepertinya aku memberikan kesan yang cukup bermakna. Kau mengingatnya.""Aku bukan orang yang mudah melupakan kesalahan orang lain. Terlebih seorang pencuri.""Tuduhanmu kejam sekali. Aku bukan pencuri, Uncle memberiku hak penuh, bebas mengambil sebanyak yang kumau.""Pencuri tetaplah pencuri. Tutup jendelanya sebelum aku benar-benar marah!""Murkamu tidak berarti apa-apa. Hanya akan terdengar seperti kicauan burung yang sedikit berisik. Tidak terlalu berpengaruh. Kau sudah tidak sehebat dulu.""Dan kau mulai lancang, terkesan tidak tahu diri. Ingat batasanmu!""Opps!! Ternyata benar apa yang dikatakan orang-orang. Orang lemah yang tidak berdaya cenderung melindungi diri dengan merendahkan orang lain. Sayang sekali, hal seperti ini tidak akan memberi pengaruh padaku.""Tutup jendelanya!!""Lakukan sendiri. Aku permisi.""Sofia!! Sialan... Kemari kau!! Sofia..."Sofia menulikan telinga, memperpanjang langkah dan segera menutup pintu."Apa yang kau lakukan, Sofia? Kenapa Aland histeris begitu?""Zoe!!""Ya, aku." Ucap pria itu."Astaga, kau tidak berubah sama sekali.""Justru kaulah yang terlihat berbeda. Hijab?" Zoe menunjuk kepalanya.Sofia tersenyum, "Identitas dan juga pelindungku.""Wuah, inikah Sofia yang dulu sering memanjat pokok mangga?""Inilah Sofia yang dulu sering membeli rokok untukmu, Aland dan teman-teman kalian."Zoe tertawa, "Aku senang kau kembali.""Dan aku menyesal kenapa harus kembali sekarang."Zoe kembali tertawa, "Kenapa? Karena Aland tidak seperti dulu lagi."Sofia mengidikkan bahu, "Bagaimana kejadiannya? Aku tidak bertanya kepada Uncle, khawatir dia semakin terluka.""Ya, dia orang yang paling terpukul pada saat itu. Julia berselingkuh, tidak benar-benar tulus padanya. Julia hanya ingin menguasai hartanya. Aland begitu marah mengetahui fakta tersebut. Dan salah satu teman kami memberitahu bahwa Julia sedang ada di Hotel Royal. Aland mengemudi mobil dalam keadaan marah dan emosi. Naas, seperti inilah akhirnya. Julia menghilang, dan Aland meratapi nasibnya.""Dia dan Julia?""Mr. Amstrong langsung mengurus surat perceraian keduanya.""Aland yang malang.""Ya, sangat malang dan menyedihkan. Aku senang kau kembali. Ck! Kau benar-benar membuatku pangling. London memberi keajaibannya pada gadis yang dulu terlihat seperti upik abu. Aku masuk dulu, penasaran dengan apa yang sudah kamu lakukan.""Silakan, kurasa dia juga sudah kedinginan.""Dia telanjang?""Yang benar saja!""Kudengar, Mr. Amstrong melamarmu.""Wuah, beritanya begitu cepat tersebar.""Kuharap kau menerimanya.""Mengabdikan diriku pada pria lumpuh yang angkuh?""Kau juga cukup angkuh, Sofia." Kelakar pria itu. "Aku yakin, kamu adalah obat yang dia butuhkan.""Dia memakiku.""Karena kau memancingnya.""Ya ampun, kau selalu membelanya.""Dia yang memberiku gaji.""Astaga, dia tidak akan berani memecatmu. Keselamatan tubuhnya tergantung padamu.""Benar juga. Apakah sebaiknya aku membangkang, Sofia?""Coba saja. Pasti sangat seru.""Kau terlihat sangat menawan." Zoe bersiul memuji ketampanan Aland yang ternyata tidak memudar sama sekali meski tidak terawat selama bertahun-tahun. Yah, kalau dari awal setelan pabriknya sudah oke, pasti akan tetap oke. "Kupikir setelan tuxedo ini tidak cocok untukmu." Aland tampil begitu memukau dengan tuxedo warna putih pilihan Zoe. Setiap detail pakaian tersebut menunjukkan keanggunan dan ketampanannya. Tuxedo putih tersebut sangat pas dengan tubuhnya yang tinggi, beruntung bobot tubuhnya sudah mulai bertambah.Kemeja putih yang dikenakannya melengkapi tuxedo dengan sangat sempurna, menciptakan kontras yang elegan. Dasinya ditenun dengan rapi, memberikan sentuhan klasik pada penampilannya. Lengkungan kerah tuxedo yang dipadukan dengan dasi hitam membuatnya terlihat sangat berkelas. Aland juga memilih sepatu kulit hitam yang mengkilap dan sesuai dengan tuxedo putihnya. Semua elemen penampilannya saling melengkapi, menciptakan citra seorang pria yang sangat rupawan dan berwibawa p
"Apa kau berencana untuk hidup selamanya denganku?" Pertanyaan Aland mengandung sarkasme. Sofia tertegun mendengar pertanyaan tidak terduga itu. Sejujurnya dia juga tidak tahu bagaimana konsep pernikahan dadakan ini. Namanya pernikahan tentu hanya sekali seumur hidup. Setidaknya begitu lah Sofia memaknainya. Namun, beberapa perkataan Aland yang seolah sengaja ingin mencecarnya, menunjukkan bahwa Aland tidak menginginkan pernikahan ini sama sekali."Pastinya kau akan pergi meninggalkanku begitu kau berhasil mencapai tujuanmu, bukan?""Kenapa kau harus menduga-duga sampai sejauh itu.""Itu bukan dugaan. Tapi kenyataan. Hanya wanita gila yang mau menikah dengan pria lumpuh impoten. Dan jelas kau bukan wanita gila.""Bisa tidak kau tidak bicara terlalu sinis.""Wuaaahh, wanita alim penuh nurani rupanya merasa tersinggung."Sofia mengembuskan napas jengah. Aland pria keras kepala, tidak akan ada habisnya sindiran pedas yang dilayangkan pria itu padanya jika ia terus meladeninya. Tapi, j
"Mulai!" Zoe memberikan aba-aba.Baik Sofia atau pun Aland tidak memperlihatkan gerakan menyentak, tetapi tubuh mereka tiba-tiba tegang dan saling menggenggam dengan erat."Kamu ingat taruhannya?" Sofia mempertahankan ekspresi wajahnya tetap terlihat tenang. Tidak mempertontonkan pada Aland betapa keras usaha yang ia kerahkan untuk tetap mempertahankan pergelangan tangannya tetap lurus.Aland tidak merespon. Pria itu lebih memilih fokus pada pertarungan daripada perjanjian sepihak yang dicetuskan oleh Sofia. Andai Maurin tidak meragukannya, Aland tidak akan merespon ide konyol wanita yang bertarung dengannya ini. Astaga, ia tidak tahu apa ia harus terkejut atau tertawa. Menikah karena kalah tarung panco, ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. "Aku tahu kau ingat dengan kesepakatannya." Sofia kembali berkata. "Tapi aku akan mengingatkanmu sekali lagi. Jika aku menang, kita akan menikah." Sofia tidak menambahkan kemungkinan jika dia kalah, karena dia sangat yakin bahwa kemenangan a
"Bagaimana kalau kita adu panco?"Aland kira ide menikah dengan Sofia lah yang paling menggelikan, tidak tahunya cara menerima usulan ide tersebut lah yang paling tidak masuk akal hingga berhasil membuatnya ingin marah juga tertawa dalam saat bersamaan. Bagaimana bisa adu panco dijadikan acuan untuk sebuah pernikahan. "Bagaimana, apa jawabanmu?" Desak Sofia yang terlihat seolah ia memang ingin menjadi nyonya Amstrong. Aland berani mempertaruhkan apa pun bahwa Sofia sama sekali tidak tertarik padanya. Aland mendongak, matanya menyipit memandangi tubuh ramping di balik baju yang begitu longgar. Lalu, tatapan Aland jatuh pada tangan femininnya yang lentur. Tatapan Aland kembali naik ke atas. Ke wajah Sofia yang minim akan polesan. Bahkan bibir Sofia sedikit pucat, pertanda gadis itu tidak mengenakan kosmetik sama sekali."Kau sungguh ingin menikah denganku?" Aland hanya bertanya basa basi. "Ya, jika aku menang."Dan Sofia yakin ia akan menang 100 persen. Dalam keadaan normal, jika pri
Aland berbaring hanya mengenakan celena pendek ketat berwarna hitam. Sementara Abel mulai memberikan pijatan ditubuhnya. Pijatan Abel mungkin tidak semenyiksa pijatan Sofia, tapi Aland benar-benar tidak nyaman dengan sentuhan wanita itu. "Pijat lah di titik yang seperlunya saja," ucapnya dengan dingin meski ia sendiri tidak yakin apa memang ada titik-titik tertentu.Abel tertawa renyah, tidak ambil hati dengan ucapan dingin yang dilontarkan Aland. "Aku lah terapisnya, Aland. Kau tinggal menikmati, maksudku tinggal menunggu hasil." Pijatan Abel naik ke betis, terus maju ke paha bagian dalam, tangannya terus saja bergerak, bukannya memberi pijatan tapi wanita itu justru dengan sengaja berusaha untuk merangsangnya. Aland merasa mual dan jijik, belum lagi tatapan Abel yang fokus pada organ bagian intimnya. Celana renang super ketat yang ia kenakan tentulah akan dengan mudah mempertontonkan reaksi atas sentuhan Abel. Organ intimnya tetap saja tidur dengan nyaman, tidak memberikan reaksi
Setelah dipecat, setelah pertikaian antara dirinya dan Aland yang tidak berkesudahan, Sofia pergi mengunjungi ibunya di panti. Ia juga menginap di sana selama satu minggu. Selama satu minggu tersebut, Mr. Amstrong datang mengunjungi mereka, membujuk agar Sofia bersedia pulang meski bukan sebagai terapis Aland lagi. Entah ini kabar baik atau buruk, Aland bersedia mendapat perawatan dari terapis lain. "Apa yang akan kulakukan di sana, Uncle?" Tanya Sofia saat Mr. Amstrong kembali datang dan mengajaknya pulang."Banyak hal yang bisa kau lakukan di sana," sahut pria itu dengan tatapan hangat khas kebapakan. "Itu adalah rumahmu. Bukankah kau putriku?"Benar, Sofia juga sangat menghormati pria tua di hadapannya ini. Orang yang memiliki kontribusi atas pencapaian yang ia dapatkan sekarang. Ia sangat menghormati Mr. Amstrong juga menyayangi pria itu. Sejujurnya, Sofia tidak akan sanggup menolak apa pun permintaan Mr. Amsrtong. Sambil tersenyum, dia menganggukkan kepala. "Ya, aku akan sela