Gak mau bergelut dengan pemikiran aneh-aneh lainnya, lebih baik aku segera kembali ke pondok dan sebentar lagi jam mengajar komputer aku tiba. Pondok Al-aqso masih memegang metode pondok modern yang mengharuskan mereka menguasai kecanggihan teknologi juga.Sekarang, aku memegang komputer yang mengutamakan tentang Corel draw, Photoshop, power poin, dan teknik menggambar lainnya. Jaman semakin canggih, jadi mereka yang meski sedang berdiri dalam ruang lingkup agama tetap harus mengikutinya. Jangan sampai ada istilah ketinggalan jaman.Sedangkan guru baru yang dijadwalkan mengajar nanti, dia akan datang bulan depan untuk mengajar dan menerapkan ilmu tentang perfilman. Proyek dari stasiun televisi tempat Akang siaran dulu ingin berbagi ilmu tentang cara pembuatan film pendek, dan jika mereka mahir maka akan direkrut menjadi pegawai stasiun televisi itu.Hebat kan? Selain dapat pelajaran agama untuk keperluan akhirat, mereka juga dapat pengalaman untuk memulai pekerjaan nanti. Pokoknya apa
Maaf typo, karena typo adalah manusiawi. awokwwowk ****Daripada semakin rumit, kubiarkan anak-anak lainnya mengerjakan tugas yang aku kasih dan kini di ruanganku aku sedang duduk berhadapan dengan tiga anak yang sejak tadi membuat kepalaku pusing. "Langsung aja ya, saya gak mau banyak berpikir macam-macam yang mengakibatkan saya salah paham sama suami saya." Aku melipat tangan di dada, menatap tiga bocah lucknut itu dengan serius. "Ada yang bisa jelaskan, Kenapa kalian bilang semua ini disuruh oleh ustadz Husein?"Kulihat mereka kayak ketakutan gitu, saling sikut kiri kanan dan bergumam lirih yang aku tau isinya dumelan semua."Mulai dari kamu deh Heri, kenapa itu kuku pada hitam, tadi juga sandal kamu becek, banyak tanahnya. Kamu habis main lumpur?"krik krik.. hening..."Kalau gak ada yang jawab, saya panggil ustadz Husein sekarang nih-""HII JANGAN USTADZAH!!!!"Ketiganya membuat aku terlonjak kaget dan memundurkan badan di senderan sofa."Ya makanya ayok cerita, kalian disuruh
"Assalamualaikum, Ay.. honey, darling.. daddy pulang..."Teriak-teriakan aja terus sampe tu suara habis!Sepi sunyi, gak ada sahutan sama sekali. Mungkin itu pikiran Akang kali, karena aku hanya diam, mengintip di balik pintu perbatasan antara rumahku dan rumah ibu. Biarin aja, aku penasaran dia mau ngapain. Kutaruh keong emas di meja ruang depan dan aku pengen tau apa yang mau dia lakukan.Ketika melihat rumah sepi, dia pun menaruh tas kerjanya di atas kursi kemudian pandangannya berubah jadi berbinar saat liat dua keong lagi uget-uget di dalam toples kaca."Aww, keong emasnya udah ada.. MasyaAllah imuuuut bangeud... sini sini kita main yah.." Senyumnya lebar sampe gigi-gigi putihnya kelihatan berbaris rapih dan dimple yang turut menghiasi wajah tampannya.Aduh, dia itu seorang ustadz, pemilik dan pemimpin pondok pesantren. Penceramah dan guru ngaji, figur itu seketika hilang gegara main keong emas. Sekarang kenapa malah keliatan kayak bocah esde gitu sih??Udah dia keluarkan dari da
Rey mengambil langkah duluan ke kamar mandi untuk berwudhu karena Husein harus menjawab panggilan telepon dari rekan kerjanya. Setelah suci dari hadas kecil, Rey terduduk di sisi ranjang menyenderken tubuhnya di senderan ranjang menunggu sang suami selesai dengan segala urusannya.Saat ditelisik lebih jauh, sepertinya sesuatu di balik celana suaminya itu sudah mengembang dan sesak.. Rey hanya tertawa saja dan ya.. mungkin tak sabar ingin merasakannya."Diam ya, jangan ke mana-mana saya mau wudhu dulu."Husein pun masuk ke dalam kamar mandi, lalu mengambil air wudhu dan seperti biasa, ia tinggalkan bajunya di kamar mandi hingga kini keluar dalam keadaan bertelanjang dada.Husein itu meski ustadz yang sibuk, tapi dia selalu punya waktu untuk menjaga bentuk tubuhnya. Jarang tidur setelah makan dan yang pasti olah raga kecil sehingga tidak ada tuh perut buncit seperti kebanyakan bapak-bapak lainnya. Dan yang pasti, makanan yang masuk ke perutnya adalah makanan yang dipastikan halal dan ja
Senengnya hatiku, turun panas demamku, kini aku bermain dengan ceria..Iklan bentar! Jangan tegang atuh!Aku senang itu karena liat dua buah hati dan suami tampanku dengan lahap makan masakan yang aku masak. Sederhana sih, cuma ayam panggang oven yang kudapat resep dari ibu. Aku semalaman bertelepon dengan beliau yang masih berlibur ke pesantren milik almarhum kiayi Manshori. Sekaligus doa bersama dalam rangka haulan almarhum.Dulu ingat banget, pertama aku datang ke sana aku memiliki kesan yang tidak baik karena terus dibanding-bandingkan dengan Ustadzah Aisyah, bahkan oleh ibu mertuaku sendiri. Btw, bagaimana keadaan ustadzah Aisyah ya sekarang? Semenjak menikah, sudah tak terdengar lagi kabarnya. semoga suatu saat dikasih kesempatan untuk bertemu lagi. Balik lagi ke kenangan saat itu!Aku disuruh cuci piring dan membuat Akang marah habis-habisan pada ibunya. Segitu khawatirnya dia pada keadaan aku sampai berani membentak ibunya. Hehe, tapi itu masa lalu. Sekarang alhamdulilah hub
"Hah... akhirnya selesai juga.." Aku menghela napas panjang berkali-kali setelah menjatuhkan tubuh dengan pelan di senderan sofa. Untung saja tidak ada kelas komputer dan setelah menghabiskan waktu tiga jam di ruang UGD, setelah orang tua Hanifah datang dan menggantikan aku di sana, jadi urusanku sudah selesai dan aku memutuskan untuk pulang.Hanifah? Syukurlah dia baik-baik saja tadi.(Flashback ON.)Menunggu dua jam setelah hasil laboratorium keluar, seorang dokter muda menghampiri tirai di mana Hanifah sedang berbaring di ruang UGD dengan lebel kuning. Reynata : Bagaimana keadaan Hanifah dokter?Ibunya Hanifah: Apa benar karena alergi dokter?Dokter: Keadaan pasien sudah lebih baik, karena apa yang dia makan hanya ada campuran dari sari udang. Bukan daging udangnya secara langsung. Dari tes darah, semua baik-baik saja dan saya hanya kasih resep anti alergi. (Flashback off)Selama di rumah sakit juga entah kenapa perutku terasa sedikit keram dan tiba-tiba saja aku mual, jadi para
"Assalamualaikum Uma.. kita puyang uma.."Si kembar yang suaranya menggelegar itu terdengar sampai ke ruang meja makan dan aku sama sekali gak beranjak dari sini setelah tadi Akang mematikan telepon aku secara sepihak hingga membuat suasana hatinya memburuk.Lebay? Iya boleh lah aku dikatakan lebay atau cengeng soalnya ini pertama kalinya Akang secuek itu sama aku. Biasanya, Akang yang telepon duluan dan nanya ke aku sampai ke akar-akarnya. Tapi tadi? Hikss bahkan langsung ditutup gitu aja.."Waalaikumsalam... hai anak-anak Uma.."Aku merentangkan tangan dan bersiap menyambut kehadiran mereka ke dalam pelukanku."Loh uma nangis?""Uma sedih ya? Ciapa yang nakay?"Oh ya Tuhan, pasti mereka liat wajahku yang merah padam ini gegara aku barusan aja nangis. Aku terlalu malas untuk cuci muka dan menghilangkan jejak air mata dan sekarang jadinya diwawancarai deh sama mereka."Enggak kok, Uma gak nangis. Uma cuma kelilipan semut tadi, makanya mata Uma perih." Yah, aku boong dikit lah, soalny
Di sinilah kita, bertiga. Setelah puas main seharian, Zulfikar dan Zulaikha masuk ke dalam kamar dan tak aku sangka mereka malah memejamkan mata. Aku gak tidurkan mereka loh, karena rupanya mereka sendiri yang awalnya cuma rebahan aja eh taunya keterusan ke alam mimpi.Setelah aku pikir-pikir, kayaknya tadi mereka emang gak pada tidur siang karena sibuk hafalan surah-surah pendek bareng Ustadz Mukti, jadi mungkin sore menjelang magrib pertahanan mereka runtuh dan akhirnya pada tepar semua.Aku yang masih pakai mukena, duduk di tepi ranjang sambil mengelus rambut Zulfikar dan tak lama kudengar pintu kamar terbuka. Lalu setelahnya Akang masuk membawa sebotol air mineral."Ini minum dulu, tadi habis magrib kita yasinan dan ini air doa. Diminum supaya Dede bayinya sehat dan soleh." Aku diam dan hanya menerima air doa pemberiannya. Bukan aku cuek, tapi aku diem sari tadi karena lagi mikir dari mana aku bisa cerita tentang Reza."Akang, kalau misalnya Akang lupakan aja dan gak membahas so