Share

Bab 9 Investigasi

“Assalamualaikum warrahmatullahi wabarokatu,” sapa ustadzah kepada ibu-ibu yang hadir pengajian rutin mingguan di komplek perumahan tempat tinggal ku.

“Waalaikumsalam warrahmatullahi wabarokatu,” jawab ibu-ibu komplek yang hadir, sekitar 15 orang termasuk aku yang duduk di pojok mushola sambil menggendong Yusuf dipangkuanku.

Seperti biasa, sambil menunggu Syafia pulang sekolah Taman kanak-kanak, aku membawa Yusuf ke pengajian rutin di mushola komplek rumah kami, lokasi nya tidak jauh dari TK Syafia. Dari hari senin sampai jumat selalu ada ustadzah yang bergantian mengisi acara pengajian rutin tersebut, tema nya pun berbeda setiap hari, mulai dari parenting, rumah tangga ala nabi, fiqih wanita, tahsin atau memperbaiki bacaan alquran dah tadarus alquran. Biasa nya 2 atau tiga kali dalam sepekan aku menyempatkan menghadiri pengajian rutin tersebut, selain ingin memperbaiki bacaan alquran, mempelajari ilmu agama, bersilaturahim dengan tetangga juga sambil menunggu Syafia pulang dari sekolah TK nya, jika aku tidak menghadiri pengajian rutin tersebut biasanya karena pekerjaan rumah yang belum selesai atau ada pekerjaan freelance yang aku lakukan dan mengejar deadline.

Sudah beberapa minggu ini aku tidak mengikuti pengajian rutin dikarenakan terlarut dalam kesedihanku, aku beranikan diri ku untuk kembali berinteraksi dengan para tetangga meskipun aku tau aku tak pandai dalam menyembunyikan raut wajahku, aku khawatir dari ekspresi ku mereka tau bahwa aku sedang di rundung masalah yang tak ingin aku bagi kepada siapapun, namun jika aku terus mengurung diri dan hanyut dalam kesedihan itu justru akan membuatku semakin hancur. Aku harus bangkit!!! Dan aku memulainya dengan cara lebih mendekatkan diri dengan Sang Pencipta.

“Alhamdulillah pagi hari ini kita bisa sama-sama berkumpul kembali dalam majelis ilmu, semoga Allah catat sebagai amal shalih dan membawa keberkahan bagi kita semua di dunia dan di akhirat kelak,aamiin,” kata bu ustadzah mengawali kajian pagi ini yang di aamiin kan oleh semua ibu-ibu yang hadir.

“Mari kita lanjutkan kajian kita dengan tema rumah tangga ala nabi, menyambung materi pekan lalu, hari ini saya akan menyampaikan sifat buruk wanita yang wajib dihindari, semoga kita semua tidak termasuk wanita yang memiliki sifat buruk tersebut dan mampu menghindari sifat-sifat tersebut,” ujar bu ustadzah sambil membuka buku catatannya.

“Pekan lalu kita sudah membahas beberapa sifat buruk yang wajib dihindari wanita, diantaranya adalah wanita ananah yaitu wanita yang banyak mengeluh, lalu wanita mananah yaitu wanita yang suka meniadakan usaha dan jasa suami, lalu wanita hananah yaitu wanita yang menginginkan lelaki lain, lalu wanita hadaqah yaitu wanita yang suka membandingkan dirinya dengan orang lain, hari ini kita akan membahas sifat wanita basaqah yaitu wanita yang suka berhias diri namun bukan untuk suaminya dan wanita syadaqah yaitu wanita yang banyak bicara yang sia-sia,” sambung Bu ustadzah mulai menjelaskan.

“Umi Yusuf koq beberapa hari ini ga keliatan, kemana aja?” tanya bu Tata tetangga sebrang rumahku

“Di dalam rumah aja,” jawabku singkat sambil memberi isyarat bahwa kita harus menghormati pengajian ini dengan tidak mengobrol saat bu ustadzah memberi penjelasan.

“Wanita basaqah yaitu wanita yang suka berhias diri namun bukan untuk suaminya, misalnya dandan cantik dengan alis berjejer bak ulat, lipstik bibir merah merona dan bulu mata lentik lalu selfie dan posting di sosial media untuk mendapat like atau komentar pujian, sifat seperti ini sebaiknya kita hindari karena sebagai istri yang berhak atas kecantikan kita adalah suami kita, jangan sampai terbalik ya....saat keluar rumah dandan cantik,rapi,wangi tapi saat dirumah ada suami kita hanya pakai daster bolong, rambut kuncir acak-acakan dan bau bawang,” ujar bu ustadzah diiringi gelak tawa ibu-ibu yang merasa tersindir halus oleh ucapan bu ustadzah.

Aku pun merasa tersindir, apakah selama ini aku terlalu acuh dengan penampilanku di depan suamiku hingga dia tak tertarik lagi padaku??

Daster bolong memang pakaian dinas ku yang paling aku sukai karena adem dan nyaman juga cepat kering ketika keringat membasai sekujur tubuhku dalam menjalankan kewajibanku sebagai ibu rumah tangga, tak dipungkiri membersihkan rumah, memasak, mendampingi Syafia dan Yusuf bermain sangatlah menguras tenaga dan fikiranku, belum lagi ketika aku harus menyelesaikan deadline pekerjaan freelance ku, aku hampir tak memiliki waktu untuk diriku sendiri, bisa mandi sehari sekali pun aku sudah sangat bersyukur, itu pun hanya 5 menit kurang karena Yusuf selalu menggedor pintu kamar mandi dan selalu ingin bersama dekat denganku.

Skincare yang kubeli pun utuh karena aku sering melupakan untuk memakainya.

Ooohhh.....bagaimana aku lupa bahwa lelaki adalah mahluk visual yang mudah terpikat dari pandangan, selama ini apakah aku terlalu menyepelekan penampilanku di depan suamiku hinggaia terpikat dengan wanita muda nan cantik dan molek dengan usia belia nya itu?!

Air mata kembali menetes di pipiku, aku menunduk dan tak menyadari apa lagi yang dijelaskan oleh bu ustadzah, beberapa pasang mata ibu-ibu di samping kiri kananku memandangiku heran, Oooohhh....aku tak mampu me nutupi kegundahan hatiku, kuseka air mataku tapi air mata terus mengalir, aku khawatir akan semakin banyak orang yang menyadari bahwa rumah tangga ku sedang bermasalah, lalu aku putuskan untuk mundur dari majelis pengajian dan melangkah jauh dari mushola untuk kembali pulang.

Aku kembali kerumah dan mengunci diriku di dalam kamar, aku menangis sejadi-jadinya, sekencang-kencang nya karena tak ada siapapun di rumah kecuali aku dan bayiku Yusuf, mata kecilnya berbinar menatap ku heran dan mengiringi tangisanku dengan tangisan dari mulut kecilnya, sepertinya dia berempati dan merasakan getaran kesedihanku. Ooohh buah hatiku, andai kau tau ibu mu sedang terluka karena memikirkan keinginan abi mu itu, apakah kelak kau akan seperti nya juga? Mengingat kakekmu yang telah lebih dulu berpoligami sejak lama, lalu sekarang abi mu ingin mengikuti jejak nya, apakah kelak kau juga menginginkan lebih dari satu wanita sebagai pendamping hidupmu? Apakah hal ini bisa terjadi turun temurun? AAhhh....aku tak sanggup berfikir, aku hanya sedih. Sangat sedih dengan kenyataan bahwa suamiku ingin berpoligami.

Mulai terlintas difikiranku untuk menggali informasi tentang Utari, seperti apa sebenarnya dia, aku ingin mengorek bahkan aib terkecilnya untuk ku perlihatkan pada suamiku agar dia berpaling dari niatnya untuk menikahi Utari. Tapi kemana bisa kucari informasi??

Sosial media!!! Ya itu dia....hal yang sangat mudah di akses kebanyakan orang untuk mengetahui sosok orang lain, aku mulai berseluncur mencari nya di internet, semua sosial media aku cek atas namanya dan ku temukan, namun aku tak menduga bahwa Utari adalah sosok yang jarang bersosial media, aku hanya menemukan beberapa fotonya saja, tak banyak informasi yang bisa kuperoleh karena kulihat dia jarang memposting dan mempublikasikan hidupnya meskipun akun nya tidak di set sebagai akun pribadi sehingga siapapun bisa mengaksesnya tanpa harus jadi pengikutnya terlebih dahulu.

Apakah aku harus mendatangi kampus tempat dia belajar dan bertanya pada beberapa temannya? Atau ke kantor?

Aaahh tapi itu tidak akan banyak membantu, aku khawatir malah akan menimbulkan gosip.

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu, ternyata Syafia dan bu ustadzah Hilya yang tadi mengisi pengajian. Aku lupa tak menjemput Syafia sehingga Syafia diantar pulang oleh bu ustadzah Hilya.

“Assalamualaikum umi Yusuf,” sapa bu ustadzah.

Ya aku lebih sering di sapa sebagai umi Yusuf setelah kelahiran anak kedua ku Yusuf karena di komplek sudah ada yang dipanggil umi Syafia, sehingga tetanggaku memanggilku dengan nama Umi Yusuf.

“Waalaikumsalam bu ustadzah, silahkan masuk. Astarfirullah Syafia maaf ya umi lupa jemput, Syafia sekarang masuk, cuci tangan dan ganti baju lalu makan ya,” kataku kepada Syafia sambil mempersilakan bu ustadzah masuk dan duduk.

“Mohon maaf sebelumnya bu, tadi saya lihat ibu pergi dari mushola sebelum pengajian selesai, kenapa bu?” tanya bu ustadzah

Aku terdiam, sejenak berfikir apakah aku akan mencari-cari alasan atau menceritakan masalahku pada bu ustadzah Hilya?!

“Jika ada masalah atau ada yang bisa saya bantu jangan sungkan ya bu,” ujar bu ustadzah Hilya meyakinkanku.

Aku memang sering meminta bimbingan dan nasehat dari bu ustadzah Hilya karena selain umur kami yang tak jauh berbeda juga karena beliau memiliki pemahaman agama yang baik dan mampu memberi saran-saran sesuai syariat agama sehingga aku jauh menjadi lebih tenang dan lebih baik dari sebelumnya. Aku menganggapnya sebagai guru sekaligus sahabatku.

“Maaf bu, sebenarnya saya tidak bisa menutupi bahwa saya sedang punya masalah, suami saya ingin berpoligami bu,” kataku terus terang.

Aku berani membuka masalah ini kepadanya karena aku yakin bu ustadzah Hilya tak akan membuka masalah ini kepada orang lain, beliau sangat amanah dan aku berharap mendapat nasehat dan saran nya dalam menghadapi masalah ini.

“Astagfirullah, yang sabar ya bu in shaa Allah, Allah tidak akan memberi ujian diluar batas kemampuan hamba NYA,” ujar bu ustadzah Hilya.

Aku mengangguk mengiyakan lalu bercerita panjang lebar sebanyak informasi yang aku dapat dari suamiku perihal keinginannya untuk berpoligami.

“Jadi gimana menurut Ibu? Apakah saya harus menerimanya atau menentangnya?” tanyaku dengan raut wajah penuh kesedihan yang tak bisa kututupi.

“Sepengetahuan saya hukum poligami itu boleh, bukan sunnah apalagi wajib, itu adalah pilihan suami, sebagai wanita kita tidak bisa menentang hukum Allah, jika Allah membolehkan,menghalalkan atau mengharamkan sesuatu pastilah untuk kebaikan kita,” ujar bu ustadzah Hilya

“Tapi saya belum bisa menerimanya bu,” ucapku sambil terisak

Bu ustadzah Hilya menepuk dan mengusap pundak ku untuk menenangkanku.

“Semoga Ibu diberi kekuatan,ketabahan,keikhlasan dan jalan keluar terbaik ya,” doa bu ustadzah Hilya untuk ku.

“Apakah saya harus mencari tau dulu tentang perempuan itu bu? Apakah saya boleh mencari tahu lewat teman-teman nya atau mungkin keluarga nya?” tanyaku

“Untuk apa bu?” bu ustadzah Hilya bertanya balik padaku

“Supaya tau seperti apa dia sebenarnya,” jawabku

“Dalam Islam tidak boleh hukumnya dalam mencari kesalahan atau membuka aib orang lain terlebih itu sesama muslim,” ujar bu ustadzah Hilya.

Aku tertunduk malu, seakan bu ustadzah Hilya mampu membaca fikiranku, aku fikir dengan mencari tau seperti apa sosok Utari sesungguhnya maka akan kudapati kekurangan nya yang akan aku perlihatkan pada suamiku dan membuat suamiku ilfeel dan mengurungkan niatnya menikahi Utari. Sangat picik memang, apakah cemburu mampu mengambil alih logika para wanita seperti yang sedang ku alami saat ini???

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status