"Sayang, mm... aku punya sesuatu untuk kamu. Waktu itu, aku ketemu teman SMA yang udah lama banget gak jumpa. Dia kuliah di luar negeri dan sudah jadi dokter. Aku cerita masalah kita yang belum dikasih keturunan. Nah, sama dia, aku dikasih vitamin ini dan katanya harus diminum suami istri. Ini, coba minum! Kita harus usaha lebih giat lagi agar segera punya anak. Nambah anak nambah rejeki kalau kata orang tua dulu, makanya rejeki kita seret, bisa jadi karena kita belum punya anak. Ini, minum!" Luisa hendak menghindar, tetapi tidak bisa. Suaminya sudah memasukkan obat tablet itu ke dalam mulutnya. Bahkan Edmun juga mengambilkan air untuk Luisa agar obat itu segera larut di dalam tubuhnya.
"Kamu jadinya maksa, Mas! Awas loh, jangan sampai kita salah minum obat!" Luisa mengambil air putih lebih banyak, lalu meneguk nya sampai habis. "Gak mungkin salah, Sayang, ini tuh vitamin herbal yang dijadikan tablet biar lebih mudah minumnya. Ya sudah, saya pergi dulu ya. Mau janjian sama teman bisnis. Nanti sore saya pulang." Edmun mengecup tipis bibir istrinya, lalu bergegas keluar dari kamar. Karena sudah tidak memiliki kendaraan roda empat atau roda dua, hanya ada sepeda Bik Noni yang parkir di garasi, membuat Edmun mau tidak mau pergi menggunakan ojek online. Luisa mengintip dari jendela kamar. Jika dahulu, suaminya mana pernah mau naik ojek online, pasti saja taksi online, atau bawa mobil sendiri, sekarang, ia pergi bekerja dengan ojek online. Luisa tidak tega dengan Edmun, ia pun memutuskan untuk menelepon papanya untuk meminta pekerjaan yang bisa dilimpahkan pada suaminya. "Halo, Papa lagi apa? Sudah sarapan belum?" "Halo, Luisa, Papa baru saja berangkat ke kantor dan pastinya sudah sarapan. Kenapa, Nak?""Papa, Mas Edmun benar-benar lagi gak punya kerjaan. Apa Papa bisa kasih kerjaan apa gitu di kantor? Menjabat kepala pengawas atau manager. Tolong, Luisa, Pa.""Tidak semudah itu, Luisa. Papa tidak mau Edmun menjadi manja. Biarkan dia usaha dulu, belum ada satu minggu dia sepi bisnis kan? Orang lain sampai berbulan-bulan. Sabar dan doakan suami kamu itu biar bisnisnya jalan lagi.""Ya sudah kalau begitu."Luisa kesal dengan papanya yang tidak menolak untuk menolong suaminya. Papanya memang keras dan amat berprinsip. Jika masih sehat, gagah, punya pendidikan, maka harus berjuang. Tidak boleh manja dengan meminta jabatan padanya. Merasa usahanya sia-sia, Luisa pun hanya bisa kembali termenung di kamar. Jika bulan ini ia masih bisa memberikan gaji Bik Noni, lalu bagaimana dengan bulan depan jika suaminya belum juga mendapatkan bisnis. ***Sementara itu, Edmun bukan pergi untuk urusan pekerjaan, tetapi ia sudah berada di apartemen bosnya untuk mengecek kebenaran yang dikatakan pria itu dua hari lalu. Mau tidak mau, ia harus membawa Luisa malam ini ke apartemen, untuk itu ia harus memastikan bahwa apartemen milik bosnya bebas dari segala sesuatu yang berbau mencurigakan. Setelah mendapatkan kunci, Edmun langsung masuk ke dalam unit tersebut. Ia pertama kalinya ia masuk unit mewah yang lebih mirip rumah, daripada sekedar apartemen. Ia pernah memiliki apartemen, tetapi tidak sebesar ini dan sudah dijual juga. Setiap sudut ruangan ia pastikan bersih. Suasana maskulin khas lelaki sangat kental, mencerminkan pemiliknya. Sebuah ruangan yang paling membuatnya berdebar, yaitu kamar utama. Di sini nanti istrinya akan tidur dan bercumbu dengan bosnya. Lebih tepatnya tekan bisnis yang sudah ia jadikan sebagai bank untuk meminjam beberapa milyar. Sekarang, setelah ia ditipu oleh rekanan bisnis lain, barulah ia sadar sudah terjebak dan dengan sangat terpaksa melibatkan Luisa. Kring! Kring! Edmun merogoh saku celana jeans untuk mengambil ponselnya yang berdering. "Halo, Ma, kenapa?""Ed, kamu di mana?""Ada urusan bisnis, kenapa, Ma?""Mama udah pinjam sama Cristy uang lima puluh juta. Dengan jaminan kamu yang akan membayar. Maaf, Ed, Mama terdesak.""Mama, kenapa harus dengan Cristy? Mama tahu kan janda itu kalau sudah memberikan pinjaman, bunganya tinggi sekali dan saya lagi benar-benar sepi.""Udah terlanjur, Ed. Lagian kamu ini bodoh, kenapa gak minta kerjaan sama mertua kamu? Malah pusing sendiri. Udah, ah, pokoknya Mama udah pinjam ke Cristy dan kamu tinggal bayar. Kalau kamu gak bisa bayar, kamu pura-pura saja tertarik dengan Cristy, dari yang Mama dengar, dia udah lama naksir kamu loh."Edmun memejamkan matanya menahan kesal. Ia harus segera keluar dari lingkaran setan ini dan itu hanya bisa dengan menggunakan Luisa."Luisa, kamu di mana?""Aku di rumah, Mas. Mau ke mana lagi kalau bokek gini?""Aku mau minta tolong pendapat kamu, Sayang. Aku ceritanya mau bantu jualin apartemen temen. Nah, si pembeli ini mau nikah dan apartemen ini mau dikasih ke calon istrinya. Aku butuh kamu untuk cek ricek apartemen ini karena kamu kan perempuan, istri, jadi tahu kurangnya di mana. Nanti malam aja gak papa, habis magrib aku pesanan taksi online, kamu ke sini ya.""Serius hanya itu?""Iya, hanya minta pendapat saja. Kalau deal, lumayan fee-nya, Sayang. Mau ya?"Luisa menghela napas. "Ya sudah, habis magrib aku siap-siap.""Baik, Sayang, terima kasih. Aku kerja lagi ya."Luisa menutup panggilan telepon dari Edmun. Ia sangat prihatin dengan suaminya yang saat ini bekerja apa saja demi bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk dengan menjadi makelar. Apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya dan bagaimana bisa utang begitu banyak diluaran sana? Batin Luisa terus bertanya. Nanti malam, saat ia bertemu suaminya,
"Nyonya, saya dengar, pria itu sedang terbelit utang milyaran," ujar seorang pria muda pada majikannya. Wanita yang tengah fokus di depan laptop itu, langsung menoleh dengan alis terangkat. "Kamu yakin?" tanyanya lagi. Pemuda di depannya mengangguk. "Showroom mobil di Pondok Indah sudah tutup dan mobil yang ada di rumahnya pun tidak ada. Beberapa kali saya mengintai, suami istri keluar dengan ojek online dan juga taksi online. Hanya pembantunya saja yang keluar dengan sepeda." Wanita itu berdiri dari duduknya, lalu berjalan hingga sampai di depan meja. Bokongnya yang seksi ia sandarkan di pinggir meja dengan tangan melipat di dada. "Cari informasi apa yang terjadi sebenarnya dengan Edmun. Saya akan berikan bonus kalau kabarnya baik untuk saya. Pantas saja ibunya meminjam uang pada saya, padahal waktu dulu, ibunya tidak begitu suka dengan saya. Sepertinya keadaan berbalik." Wanita itu tertawa. Lalu dengan gerakan tangannya meminta asisten yang ia beri tugas mengikuti Edmun dan istri
Luisa merasa aneh dengan dirinya. Rasanya ia seperti baru saja tidur yang sangat lama. Perasannya sama persis dengan waktu itu ia tertidur dari malam sampai malam lagi bersama suaminya. Wanita itu membuka mata perlahan dan mendapati dirinya hanya memakai selimut saja. Tubuh di balik selimut itu tidak memakai apapun. Mata mendelik kaget karena merasakan keanehan pada dirinya. Bagaimana bisa ia tanpa busana di atas ranjang utama? Di mana suaminya? Kenapa hanya ia sendiri saja di kamar sebesar ini? Batin Luisa berkecamuk. "Sayang😌, Edmun!" Teriak Luisa ketakutan. Ia ingin bergerak, tetapi tenaganya masih lemas dan bagian kewanitaannya juga terasa kebas. "Mas! Halo!" Teriak Luisa lagi semakin ketakutan. Kepalanya mencoba mengingat kejadian apa yang ia lalui sebelum ia ada di ranjang. Terakhir suaminya pergi sebentar untuk membeli obat, lalu dirinya ditinggal bersama pemilik apartemen bernama Levi. CklekLuisa menoleh kaget saat pintu terbuka. Namun, saat itu juga napasnya yang sempat
Tidak seperti biasanya, malam ini Edmun tidak bisa menelan nasi yang sudah masuk ke dalam mulutnya. Semua itu karena ancaman Levi. Seharusnya ia tidak perlu khawatir tentang hal itu, karena tidak mungkin juga Levi mengecek setiap hari apakah ia bercumbu dengan istrinya atau tidak, tetapi jika berurusan dengan Levi. Apa yang ia katakan, pasti akan ia buktikan. Tidak pernah main-main untuk urusan bisnis, apalagi menyangkut utang milyaran. "Makanan ini enak banget. Kamu katany gak punya duit, Mas, kenapa bisa memesan makanan mahal dan enak seperti ini?" tanya Luisa sambil tersenyum, meskipun di hatinya begitu penuh dengan tanda tanya. "Ini dikasih tetangga sebelah kiri, dia ulang tahun pernikahan. Mungkin ia mengira kita adalah pemilik tempat ini. Namanya rejeki, tidak mungkin aku tolak kan? Apalagi kamu memang sedang lapar. Ya sudah, makan yang banyak, setelah ini kita pulang!" Edmun berusaha keras men langsung nasinya, sampai seperti orang tercekik. Luisa yang terlalu asik makan mak
"Langsung saja, Cris, apa maksud kamu mengundangku ke sini?" tanya Edmun tanpa berbasa-basi. Wanita yang baru saja menaruh dua cangkir teh di atas meja itu tertawa pendek. Ia duduk dengan kaki kanan naik ke paha kiri, sehingga kain kimono yang barbahan satin itu melayang jatuh menggantung di paha kanan dan terpampanglah kulit pahanya yang putih menggoda. Edmun menahan napas, mengatur detak jantungnya yang tidak karuan. Di saat ia tidak boleh menyentuh sang Istri, disaat itu pula Cristy seperti sedang memancingnya. "Aku minum dulu." Edmun mengambil cangkir teh yang ada di depannya sebagai bentuk pengalihan rasa gugup. Teh hangat itu ia cicipi perlahan karena masih sedikit panas. Namun, karena Cristy terus saja menatapnya, meskipun teh itu panas, ia tetap menyesapnya hingga setengah. Cristy bersorak dalam hati. Ia bangun dari duduknya, berjalan menuju lemari nakas yang ada di ruang tamu. Dengan kunci yang menggantung di dinding, ia buka lemari untuk mengeluarkan satu buah map. Wanita
Luisa tentu saja merasa tersinggung dengan perkataan mertuanya. Ia dan Edmun menikah bukan baru sebentar, tetapi sudah dua tahun lebih tiga bulan. Banyak suka yang mereka lewati bersama, bahkan saat mereka banjir rejeki dan memutuskan untuk liburan ke Turki, mertuanya pun diajak. Baru bulan inilah suaminya mengalami kesulitan ekonomi dan mertuanya sudah ingin mencarikan madu untuknya? Luisa mengepalkan tangan dengan kuat. Ia tidak terima jika sampai Edmun benar-benar melakukan apa yang barusan mamanya katakan. Suaminya juga belum pulang dan tidak tahu ke mana. Ponsel tidak aktif dan pesan WA sejak kemarin hanya ceklis satu saja. Di satu sisi ia khawatir akan keadaan suaminya yang belum pernah seperti ini. Paling tidak, jika pulang larut atau pulang pagi, Edmun selalu memberi kabar. "Bik, saya keluar dulu ya." Luisa sudah rapi dengan rok pendek, meskipun tidak terlalu tinggi hingga hampir semua kulit pahanya terlihat. "Mau ke mana, Non?" tanya Bik Noni yang sedang menyapu halaman r
Luisa menangis sambil memeluk tubuhnya dengan selimut. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada tubuhnya sehingga ia seperti orang gila yang membutuhkan sentuhan. Jika tidak segera mendapatkan apa yang diteriakkan oleh sel darah dalam badannya, pastilah ia benar-benar menggelepar. Apa yang terjadi padanya pun ia tidak mengerti? Lalu, setelah semuanya terjadi, apa yang harus ia lakukan? Ia sudah tidak ada harga dirinya sebagai istri dan juga wanita. Ia sudah menodai cinta dan janji suci pernikahannya. Pintu terbuka, Luisa mendapati Levi; pria dewasa yang membantunya membebaskan rasa panas dalam badan. Pria itu bertelanjang dada, hanya menggunakan handuk yang melilit pinggang hingga betisnya. Luisa baru sadar, mereka ada di apartemen pria itu. Levi membawakan nampan berisi teh dan juga seperti piring kecil berisi potongan kue. "Pak Levi, s-saya." Luisa tergagap. "Sudah, jangan menyalahkan dirimu. Ini, minum dulu." Levi mengulurkan cangkir teh pada Luisa, tetapi wanita itu enggan. Ia mengg
"Saya rasa, saya pulang ke rumah orang tua saya saja, Pak. Ada penjaga rumah di sana dan saya mungkin akan istirahat di sana untuk dua malam." Levi menekankan laju mobilnya saat mereka hendak sampai di perempatan. "Kamu yakin? Orang tua kamu gak akan curiga dengan cara jalan kamu? Mungkin dua hari baru pulih." Luisa mendesah penuh penyesalan. Namun, semua sudah terjadi dan ia harus bertanggung jawab atas apa yang telah ia lakukan bersama dengan pria dewasa bernam Levi. "Tidak, Pak, saya rasa di sanalah tempat paling aman untuk saat ini." Luisa sudah memutuskan. Begitu tiba di perempatan, Levi memilih jalan lurus menuju rumah orang tua Luisa, sedangkan kalau belok ke kanan, barulah menuju rumah tinggal wanita itu. Luisa tertidur saat mobil benar-benar berhenti di depan rumahnya. Lelaki setengah baya yang bernama Yadi, langsung mengintip siapa tamunya. "Luisa, bangun, kita sudah sampai!" Wanita itu tersentak kaget. Matanya terbuka lebar saat menyadari bahwa dirinya sudah berada di d