Pagi itu, Vella terbangun dengan perasaan yang sama sekali tidak nyaman. Ancaman Carlos masih menggantung di pikirannya, membebani setiap langkahnya. Ruangan yang mewah dan berkilau kini terasa seperti penjara yang semakin mencekik. Setiap detail dari perjanjian yang diberikan Carlos terus terngiang di kepalanya, membuatnya semakin putus asa.
Maria masuk ke dalam kamar dengan membawa sarapan seperti biasa. "Selamat pagi, nona Vella," sapanya lembut, meskipun senyum yang biasa menghiasi wajahnya kini tampak pudar.
"Selamat pagi, Maria," jawab Vella lesu, mencoba menata dirinya. "Ada perkembangan apa hari ini?"
Maria duduk di samping Vella, tampak cemas. "Aku mendengar bahwa Carlos akan memeriksamu nanti sore. Dia ingin memastikan bahwa kamu mengerti konsekuensi jika menolak perjanjian itu."
Vella merasakan gelombang ketakutan menyergap dirinya. "Apa yang harus aku lakukan, Maria? Aku tidak bisa membiarkan keluargaku celaka, tapi aku juga tidak bisa menerima perjanjian itu."
Maria menggenggam tangan Vella dengan erat. "Kita akan tetap melaksanakan rencana pelarian. Tapi kamu harus bersiap menghadapi apapun yang terjadi hari ini. Jangan biarkan Carlos melihat kelemahanmu."
Vella mengangguk, mencoba menguatkan dirinya. "Aku akan berusaha, Maria. Terima kasih sudah membantuku."
Waktu berlalu dengan lambat. Setiap detik terasa seperti jam bagi Vella. Dia mencoba untuk tetap tenang, tetapi bayangan pertemuannya dengan Carlos terus menghantuinya. Dia menghabiskan sebagian besar waktu di kamar, memikirkan berbagai cara untuk mengatasi situasi ini.
Sore harinya, pintu kamar Vella terbuka dan Carlos masuk dengan langkah yang pasti. Wajahnya dingin dan ekspresinya tak terbaca, membuat Vella merasa semakin tertekan.
"Vella," panggil Carlos dengan suara datar. "Sudahkah kamu membuat keputusan?"
Vella berusaha mengumpulkan keberanian. "Aku... aku butuh lebih banyak waktu untuk memikirkannya."
Carlos menatap Vella tajam, matanya penuh dengan ancaman yang tersirat. "Waktu kamu hampir habis, Vella. Kamu tahu apa yang akan terjadi jika kamu menolak."
Vella mencoba mempertahankan suaranya tetap stabil. "Mengapa kamu melakukan ini padaku? Apa sebenarnya yang kamu inginkan?"
Carlos mendekati Vella, berdiri di depannya dengan sikap yang mendominasi. "Aku tidak perlu menjelaskan diriku padamu, Vella. Yang perlu kamu tahu adalah bahwa aku tidak akan ragu untuk melakukan apa pun yang diperlukan untuk mendapatkan apa yang kuinginkan."
Vella merasakan dinginnya tatapan Carlos dan menyadari betapa serius ancamannya. Dia tahu bahwa berusaha melawan hanya akan memperburuk keadaan.
"Aku... aku akan menandatangani perjanjian itu," kata Vella akhirnya, suaranya bergetar.
Carlos tersenyum tipis, tanpa menunjukkan tanda-tanda kebaikan. "Bagus. Kamu telah membuat keputusan yang bijaksana. Aku akan mengirim seseorang untuk mengurus dokumen tersebut. Sementara itu, nikmati makan malammu nanti."
Malam itu, Vella kembali ke ruang makan dengan perasaan hampa. Semua rencana pelarian yang telah disusun bersama Maria terasa semakin mustahil. Carlos telah menunjukkan betapa tak berdayanya dia di hadapan kekuasaan dan ancaman yang ditunjukkan.
Di meja makan, Carlos sudah menunggu. Dia tampak tenang dan percaya diri, seperti seorang raja yang baru saja memenangkan pertempuran.
"Silakan duduk," katanya tanpa emosi.
Vella duduk dengan hati yang berat. Makanan mewah disajikan di depannya, tetapi nafsu makannya hilang. Dia hanya bisa memikirkan ancaman yang menggantung di atas kepala keluarganya.
"Besok pagi, kita akan menandatangani perjanjian itu," kata Carlos sambil memotong steaknya dengan tenang. "Setelah itu, kamu akan memulai kehidupan barumu sebagai istriku."
Vella hanya bisa mengangguk, merasa tidak ada lagi yang bisa dia lakukan untuk melawan. Dia tahu bahwa dia harus tetap hidup dan berharap ada kesempatan untuk melarikan diri di kemudian hari.
Setelah makan malam, Vella kembali ke kamarnya. Maria menemuinya di sana, wajahnya penuh dengan kekhawatiran.
"Vella, apa yang terjadi?" tanya Maria.
"Aku terpaksa setuju untuk menandatangani perjanjian itu besok pagi," jawab Vella dengan suara serak. "Aku tidak punya pilihan lain."
Maria terlihat sedih mendengar kabar itu. "Kita masih bisa mencoba melarikan diri malam ini. Ini mungkin satu-satunya kesempatan kita."
Vella menatap Maria dengan mata penuh air mata. "Bagaimana kita bisa melakukannya? Carlos sudah memperketat penjagaan."
Maria menggenggam tangan Vella dengan erat. "Kita harus tetap mencoba. Ini mungkin kesempatan terakhir kita."
Vella mengangguk, menyadari bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan dirinya dan keluarganya. Mereka mulai menyusun rencana akhir dengan hati-hati, berharap bahwa mereka bisa melarikan diri dari cengkeraman Carlos yang dingin dan kejam.
Malam telah tiba. Kegelapan yang menyelimuti mansion mewah itu hanya diterangi oleh beberapa lampu taman dan cahaya bulan yang samar. Vella duduk di tepi tempat tidurnya, hatinya berdebar-debar memikirkan rencana pelarian yang akan dilaksanakan malam ini. Setiap detik terasa seperti bom waktu yang mendekati detik terakhirnya.
Maria masuk ke kamar Vella dengan langkah yang hati-hati. Dia membawa tas kecil yang berisi beberapa perbekalan penting dan peta mansion. "Sudah siap, nonVella?" bisiknya.
Vella mengangguk, mencoba menenangkan diri. "Ya, aku siap. Kita harus segera pergi sebelum penjaga berubah shift."
Maria mengangguk, membuka pintu kamar dengan perlahan. Mereka keluar dari kamar dan berjalan menyusuri koridor yang panjang dan sepi. Vella bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat seiring dengan langkah kakinya. Setiap bayangan dan suara kecil membuatnya semakin waspada.
Mereka mencapai tangga yang mengarah ke taman belakang, tempat yang sudah mereka rencanakan sebagai jalur pelarian. Maria memimpin jalan, memastikan tidak ada penjaga yang melihat mereka. Mereka berhenti sejenak di ujung tangga, mengintip ke luar untuk memastikan keadaan aman.
"Semua bersih," bisik Maria. "Ayo, cepat!"
Mereka berlari melintasi taman dengan langkah yang hati-hati namun cepat. Taman itu luas, dipenuhi oleh berbagai tanaman hias dan patung marmer yang indah. Tetapi keindahan itu tidak mampu menghilangkan rasa takut yang menghantui mereka.
Mereka berhasil mencapai pagar belakang mansion. Pagar besi tinggi dengan ujung yang tajam tampak seperti rintangan terakhir yang harus mereka taklukkan. Maria mengeluarkan kawat pengait yang sudah dia persiapkan sebelumnya, berusaha membuka kunci pagar tersebut.
"Ayo, cepatlah!" desak Vella dengan suara tertahan.
Maria berusaha secepat mungkin, namun keringat yang membasahi tangannya membuatnya sedikit kesulitan. Akhirnya, pagar terbuka dengan bunyi klik yang nyaring. Mereka mendorong pagar itu perlahan dan keluar dari mansion.
Tetapi, suara alarm tiba-tiba terdengar nyaring, menggema di seluruh area mansion. Vella dan Maria terkejut, merasa ketakutan yang luar biasa. Mereka berlari sekuat tenaga menuju hutan yang terletak di belakang mansion, berharap bisa menyembunyikan diri sebelum penjaga datang.
Di dalam mansion, Carlos mendengar suara alarm dan segera menginstruksikan anak buahnya untuk mencari Vella. "Tangkap mereka! Jangan biarkan mereka lolos!" perintahnya dengan suara penuh kemarahan.
Penjaga-penjaga bergegas menyisir area mansion dan taman, mencari jejak Vella dan Maria. Carlos berjalan dengan cepat menuju ruang kontrol keamanan, memantau setiap kamera yang terpasang di area tersebut.
Vella dan Maria berlari sekuat tenaga, napas mereka tersengal-sengal. Mereka memasuki hutan yang gelap dan penuh dengan semak belukar. Setiap ranting yang patah di bawah kaki mereka terasa seperti suara yang mengkhianati keberadaan mereka.
"Kita harus bersembunyi," kata Maria dengan suara terengah-engah. "Mereka pasti sudah mengejar kita."
Vella mengangguk, setuju dengan usul Maria. Mereka mencari tempat yang aman di antara pepohonan, bersembunyi di balik semak-semak yang lebat. Suara langkah kaki penjaga semakin mendekat, membuat jantung Vella berdegup semakin kencang.
Di ruang kontrol keamanan, Carlos melihat pergerakan di layar monitor. Dia tahu bahwa Vella dan Maria berada di hutan belakang. "Mereka ada di hutan. Kejar mereka dan bawa mereka kembali hidup-hidup!" perintahnya dengan suara dingin.
Penjaga-penjaga bergerak cepat menuju hutan, membawa senter dan senjata. Mereka menyisir setiap sudut, berusaha menemukan jejak Vella dan Maria. Sementara itu, Vella dan Maria berusaha tetap tenang, menahan napas agar tidak terdengar oleh penjaga.
Namun, suara dari radio penjaga yang berkomunikasi membuat Vella semakin takut. Dia tahu bahwa mereka harus segera bergerak sebelum ditemukan. "Kita harus terus bergerak, Maria," bisiknya.
Maria mengangguk, dan mereka melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, mencoba menghindari senter penjaga yang menyapu area hutan. Setiap langkah terasa seperti langkah terakhir yang bisa mereka ambil.
Setelah beberapa jam yang terasa seperti seabad, mereka akhirnya berhasil keluar dari hutan. Mereka menemukan jalan setapak yang tampak jarang dilewati orang. "Kita harus mengikuti jalan ini," kata Maria. "Mungkin ini bisa membawa kita ke tempat yang aman."
Vella merasa sedikit lega, tetapi dia tahu bahwa bahaya masih mengintai. Mereka berjalan menyusuri jalan setapak itu, berharap bisa menemukan bantuan atau tempat untuk bersembunyi.
Di mansion, Carlos menatap layar monitor dengan wajah marah. "Mereka berhasil keluar dari hutan," gumamnya dengan suara bergetar karena marah. "Tetapi mereka tidak akan bisa lari jauh. Aku akan menemukan mereka."
Carlos mengambil teleponnya dan memanggil beberapa anak buahnya yang paling terpercaya. "Aku ingin kalian menyebar dan mencari mereka. Pastikan mereka tidak bisa lari dari kita."
Penjaga-penjaga tambahan dikerahkan untuk menyisir area sekitar hutan dan jalan setapak. Carlos tidak akan berhenti sampai dia berhasil menemukan Vella dan Maria.
Carlos duduk di ruang kerja pribadinya, dikelilingi oleh dinding yang dihiasi lukisan-lukisan antik. Meja besar di depannya dipenuhi dengan dokumen-dokumen penting, namun pikirannya jauh dari urusan bisnis. Pikiran Carlos sepenuhnya tertuju pada Sofia dan pengkhianatannya. Ia tahu pria yang baru saja dihajarnya bukan satu-satunya yang Sofia sembunyikan. Sofia pintar dan licik, tetapi Carlos lebih berbahaya.Ia mengangkat telepon dan menekan tombol cepat yang langsung terhubung dengan salah satu anak buahnya. "Aku ingin laporan lengkap tentang setiap gerak-gerik Sofia. Semua yang dia lakukan, siapa yang dia temui, setiap panggilan telepon, semuanya," perintahnya dengan suara dingin."Saya mengerti, Tuan Carlos. Tim sedang melacaknya sekarang," suara di seberang menjawab dengan patuh.Carlos menutup telepon dan bersandar di kursinya, menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Pikirannya dipenuhi dengan kebencian dan rasa pengkhianatan. "Sofia," gumamnya pelan, suaranya hampir seperti
Carlos meninggalkan penjara bawah tanah itu dengan wajah dingin tanpa sepatah kata pun. Saat dia menaiki tangga menuju lantai atas markasnya, pikirannya masih dipenuhi oleh rasa pengkhianatan dari Sofia. Namun, sekarang fokusnya kembali pada rencana besarnya, yang melibatkan Vella. Dia tidak boleh terganggu oleh rasa marah pada Sofia, setidaknya tidak untuk saat ini.Sementara itu, di mansion mewah, Vella duduk di kursi dekat jendela besar yang menghadap ke taman luas. Matanya memandang jauh keluar, meski pikirannya berkecamuk memikirkan bagaimana dia bisa keluar dari situasi mengerikan ini. Perasaan terjebak di mansion mewah itu membuatnya merasa terasing, walaupun dia tahu bahwa Carlos menjaga setiap gerak-geriknya.Tiba-tiba, pintu kamar terbuka, dan sosok Carlos muncul, kali ini tanpa tampak amarah yang biasa terlihat di wajahnya. Dia tampak tenang, bahkan terlalu tenang. Vella langsung merasa gelisah, tetapi dia berusaha tetap tenang di hadapan Carlos."Aku membawakanmu sesuatu,"
Sofia berjalan cepat keluar dari mansion mewah Carlos, matanya dipenuhi dengan kepuasan dan rencana licik yang mengiringi setiap langkahnya. Dia tahu Carlos sibuk dengan rencananya, fokus pada Vella dan masa depan yang diimpikannya untuk kerajaan kriminalnya. Sofia, dengan kecantikan mematikannya, merasa bebas untuk melakukan apapun yang dia mau. Termasuk bertemu dengan pria yang saat ini mengisi ruang kosong dalam hidupnya seorang pria yang mampu memberikan gairah yang Carlos sudah lama tidak berikan.Sofia tiba di sebuah hotel mewah yang tersembunyi di pusat kota. Tempat ini bukan hotel biasa, tapi sebuah lokasi rahasia yang sering digunakan oleh para pengusaha kaya dan orang-orang berkuasa untuk urusan pribadi yang tidak ingin diketahui publik. Ketika Sofia tiba di suite yang sudah dipesan, pacarnya sudah menunggu, duduk santai di atas ranjang besar dengan senyum menggoda."Ku pikir kau tidak akan datang," ucap pria itu sambil mendekati Sofia dan menariknya ke dalam pelukannya.Sof
Vella menatap nampan makanan yang baru saja dibawa oleh pelayan. Meski tubuhnya lemah, pikirannya masih penuh dengan kegelisahan. Sesuatu terasa tidak benar di mansion ini, dan dia tidak tahu siapa yang bisa dia percayai. Apakah Carlos benar-benar melindunginya, ataukah dia hanya peduli pada bayi yang dikandungnya?Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Vella. Dia mengangkat kepala, dan di ambang pintu berdiri Carlos dengan tatapan tajam namun tak terbaca."Kau sudah makan?" tanyanya sambil berjalan masuk, tidak menunggu jawaban Vella. Dia memandang nampan makanan di meja yang belum disentuh.Vella menggigit bibirnya, ada sesuatu yang ingin dia katakan, tapi dia ragu-ragu. Selama ini Carlos tidak pernah benar-benar peduli dengan apa yang ia inginkan. Namun, kali ini, dia ingin mencoba."Aku... sebenarnya ingin sesuatu yang lain," ucap Vella pelan, matanya sedikit menunduk, takut menatap Carlos langsung.Carlos mengerutkan alis. "Apa yang kau inginkan?""Aku... aku ingin makan seafood
Pagi berikutnya, suasana di mansion terasa jauh lebih sunyi daripada biasanya. Vella masih terbaring lemah di kamar, dan tubuhnya belum sepenuhnya pulih dari kejadian kemarin. Walaupun Carlos telah memberikan perintah agar ia tidak perlu lagi melakukan pekerjaan rumah, bayangan ancaman Sofia terus membayangi pikirannya.Carlos pergi lebih awal dari biasanya pagi itu, meninggalkan Vella dengan pikiran berkecamuk. Meskipun tubuhnya terasa lebih baik, perasaan tidak tenang terus menghantui dirinya. Carlos tidak menunjukkan reaksi yang ia harapkan tentang kehamilannya. Sikap dinginnya tetap sama, meski ada sesekali perhatian yang muncul. Namun, di balik semua itu, Vella masih merasakan kehampaan di hatinya.Sofia, seperti biasa, tidak melewatkan kesempatan untuk mengganggu Vella. Setelah memastikan Carlos sudah pergi, ia masuk ke kamar Vella tanpa mengetuk. Senyumnya tampak manis, tetapi Vella tahu di balik itu tersembunyi niat jahat."Bagaimana kabarmu pagi ini, ibu hamil?" kata Sofia de
Pagi ini, suasana di mansion terasa lebih sunyi dari biasanya. Carlos sudah bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Aku mengamati dari jauh saat dia mengenakan jas hitamnya yang sempurna, dengan ekspresi dingin yang biasa terpancar di wajahnya. Sudah lebih dari satu bulan sejak Sofia datang ke mansion, dan selama itu pula Carlos terus menjaga jarak dariku.Aku merasa tubuhku semakin lemah, dengan rasa mual yang sering muncul setiap pagi. Aku sudah menduga bahwa aku hamil, tapi belum ada waktu yang tepat untuk memberi tahu Carlos. Ditambah lagi, kehadiran Sofia membuat segalanya semakin rumit.Sejak Carlos membawa sofia ke mansion, Sofia seolah mengambil alih seluruh mansion ini. Dan yang lebih buruk, aku diperlakukan seperti seorang pembantu. Tidak ada hari tanpa Sofia mengerjaiku, membuatku melakukan pekerjaan yang bahkan seharusnya bukan tanggung jawabku."Vella, Cuci semua pakaian di kamar tamu, bersihkan seluruh lantai, dan pastikan dapur ini berkilau sebelum sore," katanya dengan nad