Share

Bab 4

Penulis: SenjaPa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-04 22:44:58

"Wanita itu kalau sudah menikah harusnya patuh dengan suami. Apalagi kamu masih numpang di rumah mertua." Ku lihat ibu nampak begitu sangat emosi.

Netra yang biasa ku lihat teduh kini berubah menyeramkan. Tutur kata yang biasanya menyejukkan kini berubah seperti auman singa. Takut, aku sungguh sangat takut dengan kemarahan ibuku.

Selama ini aku memang tidak pernah memberitahukan kepada ke dua orang tuaku mengenai perlakuan mas Adit dan ibu mertuaku. Selama ini aku hanya menceritakan kalau kehidupanku bersama dengan mas Adit sangat bahagia. Karena aku tak ingin beliau berdua sedih jika mengetahui kalau anaknya ini tersiksa.

Aku malu pada diriku sendiri karena aku dulu pernah memohon kepada ayahku agar merestuiku menikah dengan mas Adit. Seorang laki-laki yang berhasil merebut hatiku namun ditolak oleh ayahku.

Mungkin inilah balasannya karena tidak menurut kepada beliau. Ternyata apa yang dikatakan beliau adalah benar adanya. Mas Adit ternyata lelaki yang kurang tanggung jawab. Apalagi keluarga mas Adit adalah keluarga yang sedikit berpunya kalau dibandingkan dengan keluargaku.

"T-tapi, Bu. Rina punya alasan kenapa membawa Romi pergi dari rumah saat tengah malam."

"Jangan, banyak alasan! Adit sudah menceritakan semuanya kepada ibu. Kamu sudah berani membantah perintah suami dan mertua kamu, kan?! Hanya karena kamu marah tidak diperbolehkan keluar jalan-jalan. Hingga kamu nekad kabur dari rumah. Ingat anak kamu itu masih kecil. Mereka ada benarnya baru melahirkan lima hari saja sudah ngebet ingin pergi ke luar."

"Astagfirullah." Ku usap dadaku yang terasa amat sesak.

"Lihat suami kamu itu. Lihat! Dia keletihan sampai-sampai dia tidak masuk kerja karena bingung mencari kalian." Ibu menunjuk mas Adit yang sedang meringkuk di depan televisi.

"Sandiwaramu sungguh luar biasa, Mas. Setega itu, kamu kepadaku. Kamu sudah berbohong ke pada ibu, hingga membuat ibu semarah ini kepadaku," batinku seperti disayat-sayat belati.

Lelaki yang seharusnya bijak dalam memutuskan masalah. Malah tambah memperkeruh masalah. Bukan ini yang aku mau dari imamku. Bukan!

Ku tarik nafas dalam-dalam. Sungguh malang nasibku. Semalam aku sudah berjuang untuk menyelamatkan bayiku. Bahkan pipiku pun tak lewat dengan tampar*an ibu mertua. Sekarang malah ibu kandungku sendiri yang tega menamp*rku, sebelum mendengarkan penjelasan dariku.

Tak mungkin aku menjawab terus perkataan ibu. Aku tak ingin bertengkar dengan ibuku sendiri. Karena aku sangat tahu kalau ibu hanya dipengaruhi oleh mas Adit.

"Bu! Kenapa Ibu lakukan itu kepada Rina? Kasihan dia barusan datang sudah kamu omelin begitu."

Ayah keluar sendirian dari kamar. Mungkin Romi sekarang sudah tertidur. Beliau berusaha melerai ibu yang terus saja memojokkanku.

"Sudah, Pak. Bapak itu jangan bela dia terus. Dia itu sudah kelewatan. Memang sudah nggak punya akal apa gimana anak kita ini. Memangnya kalau ada apa-apa dengan anaknya dia bisa sendiri, apa?"

Ibu masih saja menerocos. Terlihat sangat begitu khawatir dengan kondisi bayiku.

"Duduk dulu, Bu," ajak bapak lembut agar amarah ibu bisa mereda.

"Enggak, Pak. Aku masih belum puas mengomeli anak kita ini. Sudah ditaruh di mana hatinya itu? Kalau terjadi apa-apa dengan anaknya bagaimana?"

Bulir-bulir air menetes di pipi ibu. Sungguh pemandangan yang tak ingin aku lihat seumur hidupku. Aku tak tega jika harus melihat ibu seperti ini.

"Kita kan nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana, Bu. Kita harus tahu alasannya dari mulut anak kita sendiri. Aku yakin Rina punya alasan. Tidak mungkin dia ngawur begitu."

"Tidak, Pak! Aku yakin dia memang yang sudah bersalah. Kalau ada masalah kan bisa dibicarakan baik-baik. Kenapa harus tiba-tiba kabur dari rumah?" Tangisan ibu semakin menjadi.

"Sudah, Bu. Yang sabar. Jangan, langsung percaya dulu kepada Adit. Kita sudah tahu sendiri bagaimana anak kita. Sebelum melakukan hal ini pasti dia sudah pikirkan matang-matang. Percaya sama bapak."

"Ibu itu tidak ingin kehilangan cucu kita lagi, Pak. Sudah cukup kita kehilangan cucu dan anak pertama kita. Yang sekarang ini jangan sampai terjadi lagi. Aku ingin Romi tumbuh menjadi anak yang sehat."

Tak ku sadari butir-butir air mataku pun ikut berlomba-lomba membasahi pipiku.

Tersedak? Iya, keponakanku meninggal dunia karena tersedak. Dia diberi kerokan pisang oleh neneknya setelah lahir ke dunia. Hingga belum sampai tiba di rumah sakit nyawanya sudah tidak tertolong. Hingga membuat kakakku sampai depresi dan mengakhiri hidupnya. Sungguh sangat miris sekali.

Keluargaku tidak berani membawa masalah ini ke jalur hukum karena kami ini adalah orang yang sederhana berbeda terbalik dengan keluarga mertua kakakku yang terkenal lebih tinggi kastanya dibandingkan keluargaku.

"Sudah, Bu. Semuanya itu sudah takdir. Semua kejadian yang dulu pernah dialami Marini dan bayinya sudah kehendak Allah. Sudah jangan ditangisi lagi. Doakan semoga mereka tenang di alamnya."

"Iya, Pak."

Tiba-tiba bayiku menangis dengan kencang aku pun langsung pergi untuk melihatnya.

"Pak, kenapa dengan cucu kita ini?!" teriak ibu yang terlihat sangat khawatir.

Romi muntah-muntah dibarengi dengan suhu badannya yang meninggi.

"Pisang?" Ibu kaget saat mengelap bajunya yang terkena muntahan Romi. "Dia kan masih belum waktunya makan."

Ku buka baju Romi ternyata benar perutnya keras lagi. Apalagi dia terus saja muntah.

"Ya Allah, Romi! Jangan tinggalkan ibu, Nak! Kamu harus bertahan. Kamu harus kuat." Kini rasanya air mataku sudah kering. Hingga sudah tidak bisa keluar lagi.

Dengan segera kami memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 58

    Pov Adit"Memang Zaskia perempuan manja gitu saja sudah lapor ke bapaknya, si*l!" kataku sambil ku pukul-pukul pahaku.Dengan cepat aku mengendarai sepeda motorku ke arah rumah. Jika aku tidak cepat sampai di rumah, ibu pasti semakin marah denganku."Cepetan masuk, Mas! Ibu sudah marah besar," kata Lia sambil terlihat ketakutan saat menyusulku ke depan.Dengan cepat aku memarkirkan sepeda motorku. Dari kejauhan ku lihat ibu sudah menyambutku di pintu masuk.Ingin rasanya pergi jauh dari sini, kalau ujung-ujungnya aku yang jadi seperti ini. Dulu yang aku pikir hanya kerja dan kerja. Kalau sekarang harus ngertiin perempuan segala. Dulu Rina nggak begini banget. Kenapa juga sih Zaskia itu nggak kayak si Rina saja sih? Rina itu selalu nurut dengan ibu untuk ngertiin aku.Saat aku hendak mencium punggung tangan ibuku, ibuku malah menaruh sambal pedas yang bekasnya jari lima nempel di pipiku."Panas sekali rasanya," batinku sambil ku pejamkan mataku. Zaskia-zaskia lihat nanti akan aku balas

  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 57

    Pov AditDengan cepat aku menutup pintu kamarku dan tak lupa menguncinya dari dalam agar Zaskia nggak masuk lagi. Tak butuh waktu sepuluh menit aku sudah selesai mengganti baju, dengan langkah malas aku pun keluar menemui ibu dan Zaskia. Terlihat Zaskia masih cemberut ke padaku. Tapi biarkan saja toh dia juga akan baikan sendiri."Tuh, Mas Adit sudah selesai, Cantik," kata ibu dengan nada yang dibaik-baikkan agar Zaskia selesai cemberutnya."Adit berangkat dulu ya, Bu," kataku sambil mencium punggung tangan wanita yang telah melahirkanku.Setelah aku selesai mencium punggung tangan ibu, Zaskia pun ikut melakukan hal yang sama.Aku sangat yakin ibu tadi sudah membelaku di depan Zaskia. Enak saja wanita kok ingin nyetir laki-laki. Kalau sampai aku nurut dengan wanita mau ditaruh mana letak harga diriku? Semua ini ada alasannya. Karena akulah yang nantinya jadi calon imam bukannya dia. Jadi sudah seharusnya dia harus menurut sama aku."Loh kok naik sepeda motor? Kenapa nggak pakai mobil

  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 56

    Pov AditUntung saja di rumah makan tadi aku belum sempat pesan minuman ataupun makanan. Kalau sampai pesan, bisa dipastikan siang ini aku tidak akan bisa membeli seporsi bakso. Nasib-nasib."Beneran kamu sudah kenyang, Dit? Nih aku mau nambah lagi," kata Rudi sambil berdiri untuk pergi menambah bakso lagi. Kalau nggak datang langsung ke tempatnya katanya nggak afdol.Mau jujur kok ya malu. Untung saja tadi aku menolak ibu untuk tidak membawakanku bekal nasi dari rumah. Bisa tambah hilang lagi ini mukaku. Rasa-rasanya aku sudah tidak kuat kalau harus mengirit begini."Sudahlah, namanya juga diet ya harus bisa nahan lapar, betul kan, Dit," kata Budi sambil menepuk pundakku."Diet kok terus, Dit?" kata yang lain ikut menggoda."Ya jelas diet dong. Calon istrinya adit yang baru ini kan orang kaya, ya harus jaga penampilan dong, betul gitu nggak, Dit?" kata Rudi yang datang sambil membawa semangkok penuh bakso.Bukannya membela, sebenarnya dia sedang mempermalukanku."Pintar kamu, Rud. Ka

  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 55

    Pov Rina"Selamat siang, Pak Syamsuri," kata pak Candra saat masuk ke ruangan diikuti aku yang mengekor di belakang lelaki berlesung pipit ini."Siang juga, Pak Candra." Pak Syamsuri langsung bangun dari duduknya diikuti oleh lelaki yang ada di sebelahnya."Maaf saya datang terlambat, Pak," kata pak Candra sambil menjabat tangan pak Syamsuri."Nggak apa-apa, Pak. Santai saja," jawab pak Syamsuri."Pak Candra perkenalkan ini Pak Wiyoko.""Pak Wiyoko, ini Pak Candra, dan ini sekretarisnya Bu Rina."Lelaki itu tersenyum melihatku, dengan tatapan yang masih sama seperti yang aku ingat saat kejadian sembilan tahun yang lalu.Diarahkannya tangan lelaki yang dulu pernah aku panggil dengan sebutan om Wiyoko itu ke arahku. Rupanya lelaki itu ingin menjabat tanganku.Dengan tangan bergetar, aku mulai memberanikan diri mengangkat tanganku membalas jabat tangan lelaki yang kini terlihat mulai menua itu. Ada rasa takut yang sangat mendalam menghampiri memoriku.Namun belum sampai menjabat tangan p

  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 54

    Pov RinaIbu hanya diam saja tidak menanggapi perkataan Bapak. Kelihatan sangat jelas wajah bapak merah padam menahan emosi. Beliau pun langsung pergi begitu saja meninggalkan kami."Tuh, lihat ibu dan bapak jadi bertengkar seperti ini gara-gara kamu, Rina."Tanpa banyak bicara, aku pun juga langsung pergi meninggalkan ibu seorang diri. Biarkan saja ibu seperti itu. Kalau terus diladeni yang ada malah semakin besar masalahnya.***Hanya butuh waktu dua menit saja aku sudah sampai di depan pintu ruangan Pak Candra. Tanpa buang waktu, aku langsung mengetok pintunya."Ya, masuk!""Apa yang bisa saya bantu, Pak?" tanyaku dengan sopan."Tolong, kamu bawa dan pelajari laporan ini. Satu jam kemudian kita bertemu di lantai bawah. Hari ini ada meeting dadakan dengan Pak Syamsuri pimpinan dari perusahaan Mega Industri. Saya berencana akan mengadakan meeting tersebut di rumah makan baru kita, di Sedap Gurih," katanya dengan suara tenang."Baik, Pak.""Tolong, kamu kabari anak-anak di sana agar m

  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 53

    Pov Rina"Halo, Rin! Denger-denger mantan kamu mau menikah lagi. Kamu nggak cemburu kah, Rin?" goda Prita yang barusan masuk ke ruanganku. "Ah, biarin Prit. Aku sudah tak peduli lagi sama dia.""Yakin, nih?" kata Prita sambil mencolek pinggangku setelah itu duduk di depan meja kerjaku."Ya yakinlah. Buat apa lelaki semacam dia dipelihara. Yang ada malah makan hati saja.""Ciye berarti sudah move on dong?""Move on nggak move on ya harus dimove on-kan, dong.""Kayaknya move on-nya karena terpakasa. Beneran kamu nggak penasaran Adit mau menikah dengan siapa?""Ah, sudahlah, Prit. Jangan, bahas dia lagi! Aku ingin muntah kalau bahas dia. Aku ingin dengan pekerjaanku.""Nah, betul itu. Aku suka gaya kamu. Tapi kalau ada yang mau deketin kamu, kamu mau tidak?""Ah, aku nggak bisa mikir untuk sekarang ini. Yang jelas bagaimana sekarang aku bisa mendapatkan banyak uang untuk masa depan Romi.""Bagus tuh. Tapi saran nih, Rin. Traumanya jangan lama-lama, ya. Kalau ada yang baik mau deketin ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status