Dipaksa MPASI Dini

Dipaksa MPASI Dini

By:  SenjaPa  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
58Chapters
3.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Romi diam-diam diberi MPASI dini oleh neneknya, hingga membuat perutnya kembung dan dilarikan ke Bidan oleh Ibunya. Hingga Ibunya geram terhadap sikap neneknya, yang masih mempercayai mitos daripada bukti ilmiah. Bahkan, neneknya tidak putus asa untuk melakukan hal-hal yang membahayakan cucunya.

View More
Dipaksa MPASI Dini Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
58 Chapters
Bab 1
"Rina! Kenapa sih kamu itu tidak nurut sama ibu?! Ibu sangat yakin kalau Romi itu sedang lapar. Cepat kasih makan kerokan pisang sana! Di mana-mana namanya manusia dilahirkan ke dunia itu butuh makan, bukan Asi saja! Asi saja yang tidak akan kenyang!" Ibu mertua berteriak dari depan kamarnya.Aku yakin beliau pasti terganggu karena tangisan Romi. Apalagi ini sudah tengah malam.Aku baru melahirkan lima hari yang lalu. Biasanya bayiku kalau malam bangun cuman minta ASI saja. Setelah kenyang juga langsung tidur kembali. Entah kenapa, baru malam ini Romi begitu sangat rewel. Sudah ku pastikan sebelumnya kalau dia tidak sedang mengompol dan buang air besar. Dikasih Asi juga tidak mau. Hingga membuatku bingung sampai membawanya ke luar kamar untuk aku tenangkan."Nih, kasih ke Romi!" Ibu memberikanku satu buah pisang kepok dan satu buah sendok berukuran kecil."Maaf, Bu. Romi masih belum waktunya makan," tolakku."Payud*ra kamu itu kecil, ASI kamu itu dikit nggak bakal bisa buat dia kenyan
Read more
Bab 2
Terpaksa aku taruh Romi di atas kasur yang jaraknya tak jauh dari jangkauanku.Sedangkan Mas Adit menutup telinganya rapat-rapat. Dia tidak ingin suara tangisan dari darah dagingnya ini sampai lolos menembus telinganya."Kejam, sungguh sangat kejam kamu, Mas. Dengan anak sendiri kamu sekejam ini. Lihat saja nanti," gumamku.Dengan cepat aku masukkan beberapa baju Romi ke dalam tas. Diam-diam aku mengambil uang di dompet Mas Adit. Biarkanlah aku mencuri uang suamiku sendiri. Bukannya uang suami adalah uang istri juga? Toh uang ini tidak aku gunakan untuk foya-foya.Apalagi selama ini aku juga tidak diberi uang sepeserpun dari hasil kerjanya. Semua uang hasil keringat suamiku selalu diberikan ke pada ibunya. Katanya agar aku tidak boros-boros dalam berbelanja. Ibu mertua lebih berpengalaman dariku untuk mengatur urusan rumah tangga dan masih banyak lagi.Entah berapa lembar uang yang sudah berhasil aku masukkan ke dalam kantong celanaku. Yang jelas kini dompet mas Adit sudah aku kuras h
Read more
Bab 3
Tak butuh waktu lama kami sudah sampai di rumah bidan. "Bu! Tolong, anak saya, Bu!" Ku gedor-gedor pintu rumah Bu Yayuk, bidan desa yang paling terkenal sabar dan telaten di wilayah kampung sini."Ada apa ini Bu Rina?" tanya beliau yang kaget melihatku bercucuran air mata sambil menggendong bayiku yang terus saja menangis."Anak saya, Bu ....""Ayo sini, Bu. Baringkan putranya, akan saya periksa!" Bu Yayuk mengarahkan aku ke ruang pemeriksaan."Bu, anak saya dikasih makan kerokan pisang oleh ibu mertua. Saya takut terjadi apa-apa dengan anak saya, Bu."Bu Yayuk mengangguk-angguk sambil memeriksa perut Romi. Perut Romi terlihat sangat jelas lebih besar dari ukuran biasanya. Bahkan sekarang terlihat sangat keras.Bu Yayuk membalurkan minyak telon ke perut Romi. Setelah itu melakukan pijat ILU, dan gowes (melakukan gerakan seperti mengayuh sepeda). Tak lama kemudian, Romi pun kentut, dan tercium bau menyengat khas kent*ut bayi. Setelah itu, Romi pun langsung tenang."Sepertinya yang masu
Read more
Bab 4
"Wanita itu kalau sudah menikah harusnya patuh dengan suami. Apalagi kamu masih numpang di rumah mertua." Ku lihat ibu nampak begitu sangat emosi.Netra yang biasa ku lihat teduh kini berubah menyeramkan. Tutur kata yang biasanya menyejukkan kini berubah seperti auman singa. Takut, aku sungguh sangat takut dengan kemarahan ibuku.Selama ini aku memang tidak pernah memberitahukan kepada ke dua orang tuaku mengenai perlakuan mas Adit dan ibu mertuaku. Selama ini aku hanya menceritakan kalau kehidupanku bersama dengan mas Adit sangat bahagia. Karena aku tak ingin beliau berdua sedih jika mengetahui kalau anaknya ini tersiksa.Aku malu pada diriku sendiri karena aku dulu pernah memohon kepada ayahku agar merestuiku menikah dengan mas Adit. Seorang laki-laki yang berhasil merebut hatiku namun ditolak oleh ayahku.Mungkin inilah balasannya karena tidak menurut kepada beliau. Ternyata apa yang dikatakan beliau adalah benar adanya. Mas Adit ternyata lelaki yang kurang tanggung jawab. Apalagi k
Read more
Bab 5
Panik! Semua sangat panik melihat keadaan bayiku. Sekarang suara tangisannya juga sudah melemah. Dengan cepat ayah mengendari mobil buntut hadiah dari almarhum kakakku, saat masih bekerja menjadi TKW di negeri singa putih."Bangun, Nak. Bangun!" Ku tepuk-tepuk lembut pipinya. Namun nyatanya dia terus saja memejamkan matanya."Jangan tinggalkan ibu, Nak!"Di sepanjang jalan aku terus saja berteriak seperti orang tidak waras. Nafasku sudah mulai tak beraturan.Mas Adit mau menyusul atau tidak aku sudah tak peduli. Yang jelas waktu kami berangkat ke rumah sakit dia masih meringkuk di depan televisi. Bahkan orang tuaku saja sampai tidak ingat kalau ada menantunya di sana. Karena memang saking paniknya.Ku baringkan bayiku di pembaringan pasien setelah sampai di ruang UGD."Kenapa dengan bayinya, Bu?" "Anak saya muntah-muntah dan perutnya keras dokter. Tanpa sepengetahuan saya, kemarin neneknya memberikan dia kerokan pisang," tuturku."Kenapa Nenek bisa setega ini dengan cucunya? MPASI di
Read more
Bab 6
Pov Ibu Mertua Aku terpaksa memberikan kerokan pisang kepada cucuku secara diam-diam. Karena aku malas berdebat dengan Rina, menantuku.Dikit-dikit kata bidan. Dikit-dikit kata dokter. Sampai panas telingaku mendengarkan perkataannya.Dan sekarang apa yang terjadi? Cucuku nangis jejeritan, kan? Sudah terbukti apa yang aku bilang itu benar. Bayi lahir ke dunia itu butuh makan. Asi saja mana cukup? Yang ada bayi tidak bisa tidur dengan tenang bahkan sering rewel karena lapar.Aku sampai heran, kenapa menantuku itu tidak mau menurut dengan orang yang lebih tua dengannya ini. Mau bagaimanapun ilmu mengasuh bayiku lebih baik daripada dia.Masih terekam jelas di ingatanku. Setelah pulang dari tempat bidan, sehari setelah melahirkan. Dia semakin berani menentangku. "Nanti bayi kamu nggak akan kenyang loh Rin kalau cuma dikasih Asi saja. Di dapur ada pisang, nanti berikan dia kerokan pisang biar tidak lapar," kataku saat mengetahui Rina hanya memberikan Asi kepada cucuku itu."Insya Allah ke
Read more
Bab 7
Pagi ini aku sedang sibuk mencabuti rumput liar yang ada di halaman rumah. Ya mau gimana lagi aku tidak punya rewang jadi aku sendiri yang harus turun tangan."Semalam saya denger Romi menangis, Bu. Kok sekarang tidak terdengar suaranya. Apa dia sedang tidur?" tanya Bu Sayuti yang datang bersamaan dengan Bu Mariyah.Sudah seperti kebiasaan di sini kalau sudah selesai masak dan bersih-bersih rumah ibu-ibu suka berkumpul untuk saling menyapa. Tak jarang juga mereka bergosip, ya selayaknya ibu-ibu seperti pada umumnya kalau sedang berkumpul begitu."Iya suara Romi juga kedengaran dari rumahku, Bu. Tapi setelah itu kayak ada suara mobil berhenti di depan rumah Njenengan. Aku pikir semalam ada apa gitu kok tak lihat dari jendela Mbak Rina pergi bersama mobil putih. Setelah itu tak berselang lama Mas Adit juga menyusul.""Oh itu kemarin ibunya Rina sedang masuk rumah sakit. Jadi mau tidak mau dia harus pulang ke rumahnya. Sudah aku bilangin nggak perlu karena punya anak bayi tapi tetep saja
Read more
Bab 8
Harusnya hari-hariku sebagai seorang nenek disuguhkan dengan kesenangan menimang cucu. Apalagi Romi adalah cucu pertamaku. Saking sayangnya aku padanya sejak Romi di dalam kandungan, aku selalu memperhatikan asupan makanan untuknya. Apa saja yang harus dimakan dan apa saja yang harus dipantang oleh ibunya.Semua aturan yang diberikan oleh orang yang lebih tua selalu aku dengar. Dari yang nggak boleh makan ikan, menjahit baju, atau apa pun itu yang tidak boleh dilakukan oleh ibu hamil selalu aku terapkan kepada Rina. Namun sayang seribu sayang semua perhatianku tidak diterima dengan baik oleh menantuku.Yang kata dokter inilah kata bidan yang itulah. Bikin pusing kalau mendengarkannya. Bahkan dia diam-diam juga berani mengambil ikan dan lauk pauk yang harus dia pantang. Hidung Rina itu kayak hidung kucing, mau aku simpan di manapun dia selalu tahu.Apalagi setelah melahirkan, Rina begitu angkuh. Sayur yang aku masakin jarang sekali disentuh. Entah dari mana datangnya, dia bisa membeli m
Read more
Bab 9
"Coba, Ibu lihat ini!" Ku buka amplop coklat yang ada di dalam tas ransel."Uang? Kok banyak sekali uang kamu, Nak? Kamu dapat uang sebanyak ini dari mana?" Ibu terlihat kaget."Sudah, Ibu nggak perlu banyak bertanya. Yang penting Ibu sudah tahu kalau uang untuk berobat Romi sudah ada," kataku lagi."Alhamdulillah kalau kamu sudah ada uang. Kalau begini kan ibu juga sedikit tenang."Uang? Hanya demi uang ibu sudah berani mengambil keputusan yang salah. Bahkan tidak peduli dengan harga diri keluarga diinjak-injak oleh ibu mertua. "Pokoknya Rina sekarang nggak mau dengar lagi ibu menyuruh Rina untuk mengambil uang dari mas Adit lagi. Aku harap, jangan, lakukan itu lagi, Bu! Rina tidak suka."Mendengarkan perkataanku ibu langsung diam seribu bahasa.Aku sangat bersyukur mempunyai sahabat seperti Prita. Jasanya tidak akan pernah aku lupakan. Setelah aku melahirkan dialah yang setiap hari selalu mengirimkan aku makanan. Padahal aku tidak pernah cerita apapun yang sedang aku alami selama di
Read more
Bab 10
"Lihat, itu! Masih ingin membela menantu dan ibunya itu? Anak kita itu Rina, Bu, bukan Adit. Kenapa kamu malah membela menantu yang tidak tahu diri itu? Jika tadi kamu tidak mencegahku mungkin dia sudah aku jadikan perkedel," ucap bapak."Sudahlah, Pak. Jika sebelumnya aku tahu cerita yang sebenarnya, mana mungkin aku sampai tega menamp*r Rina," ucap ibu tak ingin bapak meneruskan omelannya."Maafkan ibu ya, Nak. Ibu sangat bersalah kepada kamu, ibu menyesal. Ibu tadi benar-benar terpancing emosi karena Adit sudah berkata yang tidak-tidak mengenai kamu," ucap ibu seraya mengelus pundakku."Makanya, Bu, kalau ada orang mengadu itu dicari kebenarannya dulu jangan asal percaya saja. Apalagi Rina selama ini adalah anak yang jujur tidak mungkin Rina berbohong kepada kita."Kini bapak menyahut lagi terlihat jelas bapak masih belum bisa melupakan kejadian yang telah aku alami."Sudahlah, Pak. Jangan dibahas lagi masalah itu. Itu kan sudah berlalu. Sekarang kita fokus saja dengan kesembuhan Ro
Read more
DMCA.com Protection Status