Share

Bab 4

Penulis: Mayangnoura
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-10 19:53:42

Aku keluar dari ruangan Mas Kevin dengan hati yang hancur lebur. Tapi sebisa mungkin menahan airmata yang memaksa ingin keluar dari muaranya. Kenyataan yang baru aku terima tak mampu membuatku mengindahkan pesan kakek tentang ‘ikhlas’ dalam pernikahan.

Namun airmata itu tidak mampu aku bendung lagi ketika berdiri di depan lift. Untung saja aku tidak harus menunggu lama karena bertepatan dengan airmata yang jatuh, pintu liftnya terbuka. Aku bersegera masuk ke dalam lift –yang untungnya- kosong. Tapi ketika pintu lift hendak menutup kembali, seseorang kukenal masuk dan melihat airmataku.

“Tiwi? Kenapa kamu menangis?”

Momen Wilson melihatku menangis tidak bisa aku hindari. Meskipun dengan segera basah di wajahku aku seka dengan kedua tanganku, dia terlanjur melihatnya.

“Katakan padaku kenapa kamu menangis?” Kali ini dia bertanya dengan tatapan –yang baru saja kulirik- penuh menyelidik.

Sekarang aku harus menjawab apa pertanyaan adik iparku ini yang kenyataannya usianya lebih tua beberapa tahun dariku.

“Aku… aku….” Sialnya aku adalah orang yang sulit untuk berbohong. “Aku… aku….”

“Aku…?” Wilson mengulang ucapanku dengan ekspresi menunggu jawaban. “Aku apa? Ada masalah dengan Kevin? Kamu bertengkar dengannya?”

Aku mengangguk saja. Toh, pertengkaran dalam rumah tangga adalah hal yang biasa. Yang penting Wilson tidak tahu penyebab sebenarnya aku menangis.

Wilson menghela nafas berat. “Bertengkar…,” ucapnya lirih. “Apa pertengkaran kalian barusan ada hubungannya dengan mandul dan anak seperti yang kalian ceritakan tadi malam?”

Lagi-lagi aku mengangguk saja. Biarlah Wilson menduga apa yang dia sebutkan tadi sebagai penyebabnya daripada dia tahu penyebab sebenarnya tangisan ini.

“Kalau menurutku ya, kamu berdua harus segera tes kesuburan. Ya biar segera tahu siapa yang tidak subur daripada saling salahkan. Aku yakin Kevin menuduh kamu yang mandul sampai kamu menangis begini. Dia itu… aduh, agak egois memang.”

Aku diam saja mendengar penyampaiannya. Untungnya airmataku sudah tidak memaksa untuk keluar lagi.

“Begini saja, kalau memang Kevin tidak mau tes kesuburan bareng kamu, kamu sendiri saja yang melakukan tes itu ke rumah sakit. Aku bersedia mengantar karena aku kan sedang jadi pengangguran sekarang. Mau diminta mengantar ke ujung dunia pun pasti bisa.”

Aku menggeleng. “TIdak perlu repot-repot. Nanti saja tes-nya kalau Mas Kevin sudah bersedia,” jawabku.

Bukannya menyelesaikan masalah, tes kesuburan malah akan menyebabkan terjadinya perang dunia ketiga antara Mas Kevin dan kakeknya. Karena mungkin akan membongkar sebuah rahasia kalau aku masih perawan.

“Kalau Kevin tidak pernah mau melakukan tes itu tapi dia terus menuduhmu mandul, bagaimana?”

Aku menggigit bibir bawahku. “E… aku tidak tau. Tapi untuk saat ini biarlah begini saja.”

Wilson menggendikkan bahu tanda menyerah. “Oke. Tapi kalau Kevin masih menyalahkan kamu, beri tahu aku. Oya, tolong save nomerku ya.”

Aku mengangguk. Langsung kukeluarkan ponsel dari tas selempang untuk mencatat nomor ponsel Wilson. Pria yang perhatian sekali. Beruntung wanita yang bisa memiliki pria seperti dirinya.

“Aku antar kamu pulang saja ya? Kebetulan aku sedang mau keluar,” katanya ketika lift membuka tanda kami sudah sampai di lantai satu.

“Kalau tidak merepotkan, boleh.”

“Tentu saja tidak merepotkan. Kan sudah aku bilang kalau aku ini pengangguran.”

“Aku tersenyum.”

***

Jam sudah menunjukan pukul 12 malam, tapi Mas Kevin belum pulang ke rumah juga. Tanpa aku tanya dan memang tidak berani tanya, aku sudah tahu dimana keberadaannya saat ini. Tentu saja berada di kediaman Mbak Julia. Sejak pengakuannya tadi pagi, aku jadi tahu alasan dia sering pulang terlambat atau terlambat sekali. Bahkan tak jarang tidak pulang sama sekali.

Dulu aku kira lembur karena banyak pekerjaan di kantor tanpa aku cari tahu kebenarannya. Tapi kini aku sudah tahu penyebabnya dari mulut dia sendiri.

Aku bergegas menuju jendela saat mendengar suara khas mobil Mas Kevin yang sudah sangat aku kenal dan kusibak tirainya. Benarlah itu memang mobil Mas Kevin. Tergesa aku turun ke lantai satu untuk membukakan pintu walau pun Mas Kevin sebenarnya memegang kunci rumah sendiri.

“Kamu belum tidur?” Reaksi Mas Kevin begitu melihat aku membukakan pintu. “Aku kan sudah bilang jauhkan kunci dari pintu sehingga aku bisa masuk tanpa harus membangunkan kamu. Apa kamu lupa kalau aku punya kunci rumah sendiri?”

“Aku tidak lupa, mas. Tapi memang belum bisa tidur.”

“Kenapa harus belum bisa tidur?” tanya Mas Kevin sembari menaiki tangga menuju lantai dua dimana kamar kami, maksud aku kamar aku dan dia berada.

“Tidak tau,” jawabku sembarang. Tak mungkin kan aku bilang kalau aku tidak bisa tidur karena hatiku hancur? Perasaanku sangat tidak berharga untuknya.

Aku hendak masuk ke dalam kamar ketika Mas Kevin berkata. “Apa kamu sudah memutuskan kapan akan menemui kakek dan bilang kalau kamu ingin aku menikah lagi untuk memiliki anak?”

Aku terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab. “Sepertinya cara itu tidak ampuh lagi, mas. Bukankah mereka menghendaki kita tes kesuburan untuk mengetahui siapa yang tidak subur? Jadi mas harus memastikan aku memang mandul sebelum meminta aku bicara pada kakek seperti mau mas.”

Tak ada tanggapan. Kulirik Mas Kevin. Rahangnya tampak mengencang. Pasti dia sedang sangat bingung sekarang atau sedang marah pada seseorang. Bisa jadi aku adalah orang yang membuatnya kesal.

“Ini gara-gara Wilson. Seandainya dia tidak bicara tentang tes kesuburan, pasti kakek tidak akan ikut-ikutan minta kita melakukan tes semacam itu. Dia pulang ke sini hanya untuk menggagalkan rencana kita.”

Aku terdiam. Pendapatku sama. Wilson pulang adalah untuk menggagalkan rencana Mas Kevin tapi bukan rencanaku karena aku tidak pernah mau dimadu. Mungkin aku harus bersyukur pada Tuhan karena telah menghadirkan Wilson. Adanya dia, Mas Kevin jadi kesulitan dalam merealisasikan maunya.

“Kamu coba saja dengan cara yang lain. Kamu pikirkan baiknya.”

Ini lelucon. Mas Kevin malah menyuruhkan memikirkan maunya yang jelas menyakitiku. “Maaf mas, aku tidak mau memikirkannya. Aku sudah cukup sakit hati dengan perbuatan mas dan Mbak Julia, masak aku masih harus memikirkan maunya kalian. Kalian saja yang memikirkannya, tidak aku.”

Aku segera masuk ke dalam kamar. Lalu kututup pintunya tanpa mau melihat wajah Mas Kevin. Aku kembali menangis tanpa suara saat membayangkan Mas Kevin sedang bercinta dengan Mbak Julia. Oh, sungguh menyakitkan sekaligus menjijikan.

‘Kakek, aku tidak yakin sanggup mempertahankan rumah tangga ini. Bukan hanya karena Mas Kevin tidak mencintaiku tapi juga karena aku sudah merasa jijik akan tubuhnya. Apa aku lepaskan saja Mas Kevin untuk Mbak Julia?’ gumamku dalam hati.

***

Aku sedang beres-beres rumah ketika tiba-tiba muncul sebuah mobil yang sangat aku kenal. Segera aku mencuci tangan dan menyambutnya. Rupanya dia datang bersama Wilson.

“Kakek kok datang tidak bilang-bilang sih?” tanyaku setelah menyalaminya.

Kakeknya Mas Kevin ini menepuk pundakku. “Hanya mampir sebentar sekalian mau berangkat ke kantor. Sudah lama juga kakek tidak berkunjung ke sini. Kevin sudah berangkat ke kantor?”

“Sudah, kek. Belum lama. Sekitar setengah jam yang lalu. Ayo kek, masuk.”

“Ah, iya.”

Aku, kakek, dan Wilson masuk ke dalam rumah kami yang mungil bergaya modern. Ketika kakek duduk di sofa ruang tamu, Wilson justru memilih berkeliling rumah. Kubiarkan saja karena mungkin pria itu sedang mencari inspirasi untuk rumah masa depan bersama istrinya kelak.

“Kakek mau minum apa? Akan aku buatkan,” tawarku.

“Kakek menggeleng. “Tidak perlu. Kakek sudah minum di rumah. Kebanyakan minum bikin perut kembung saja. Kakek datang ke sini hanya untuk memastikan kamu baik-baik saja.”

Aku tahu sekarang. Alasan kakek datang pasti karena aduan Wilson yang melihatku menangis kemarin. Aku jadi bingung, Wilson itu orangnya pengadu atau karena perhatian kepadaku?

“Seperti yang kakek lihat, aku baik-baik saja kok kek,” jawabku dengan memaksakan senyum menggaris di bibirku. Andai kakek tahu bahwa aku adalah menantu tak tersentuh, kira-kira reaksinya seperti apa ya?

“Kapan kamu akan tes kesuburan? Kakek juga ingin tau hasilnya apa.”

Tuh, benar kan? Aku rasa kakek datang memang karena Wilson menceritakan perihal kemarin.

“Belum ada rencana, kek.”

“Harusnya sudah sih. Tapi ya… oke. Kakek juga tidak bisa memaksa. Tapi pesan kakek kalau ada masalah jangan memendamnya sendiri. Jika dirasa berat, berbagilah beban dengan kakek. InsyaAllah kakek akan bantu semampu kakek.”

Hati ini terasa dingin begitu mendengar ucapan kakek barusan. Salah satu hal yang aku syukuri selama menjadi istri adalah memiliki mertua sebaik Kakek. Yang aku tau, mertua yang bersikap baik sama menantu itu langka.

Aku menoleh ke arah tangga. Wilson kembali setelah… entah darimana karena di lantai atas tidak terdapat banyak ruangan. Hanya kamar tidur aku dan Mas Kevin.

“Wi, kalian tidak tidur satu kamar ya?”

Pertanyaan yang membuat aku dan kakek terhenyak.

'Bagaimana Wilson bisa tahu ini? Apa yang dilihatnya di atas tadi?'

Bersambung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dipaksa Mengaku Mandul   Bab 34

    KevinHari ini adalah hari ulang tahun kakek. Aku sudah mempersiapkan sebuah hadiah jam tangan untuk kakek. Mudah-mudahan kakek menyukainya. Aku berangkat menuju rumah kakek seorang diri. Ya seorang diri tanpa Julia. Sebab sejak lebih satu tahun yang lalu hubungan kami sudah mendingin. Julia sendiri sudah memilih kembali tinggal di apartemennya dulu. Alasan kami pisah rumah adalah karena jika kami tinggal di rumah yang sama, selalu terjadi pertengkaran. Sehari bisa sampai beberapa kali. Kami sudah sama-sama capek dan ingin mendinginkan hati dengan tinggal berjauhan. Tapi aku tidak pernah mengusirnya dari rumah. Kepergiannya adalah keputusannya sendiri.Ketika kakiku menginjak lantai rumah kakek, Si Cantik Amira yang pertama kali menyambutku. Balita ini sudah berumur satu tahun lebih dan sudah bisa berjalan. Bahkan sudah bisa main kejar-kejaran dengan baby sitternya. Dia cantik dan lucu sekali. Membuat siapa pun yang melihat gemes dan ingin menciumnya. Tak terkecuali aku yang kem

  • Dipaksa Mengaku Mandul   Bab 33

    KEVIN"Apa? Melihat bayi Pertiwi? Tidak ah. Lagian aku juga belum pulang jam segitu," jawab Julia ketika aku menelponnya untuk mengajaknya melihat bayi Pertiwi dan Wilson di rumah sakit bersalin. Kalau menuruti kata hati, aku pun tak sudi karena jika aku ke sana kemungkinan akan melukai diri sendiri. Tapi jika tidak pergi maka kakek semakin tidak menyukai aku. Karena itu, apapun yang terjadi di sana nanti, aku harus datang."Kita akan datang setelah kamu pulang kerja." Aku setengah memaksa."Ya ampun. Apa tidak bisa pergi sendiri, Kev? Jangan ajak-ajak aku kenapa sih?""Apa yang ada dalam pikiranmu sampai memintaku pergi sendiri hah? Memangnya kamu tidak malu sama kakek?"Terdengar helaan nafas. "Tapi aku tuh malas mau ke sana.""Hanya sebentar saja. Tidak akan lama kok.""Ya sudah. Iya." Tapi dengan nada tidak ikhlas. Maka, setelah makan malam, kami berangkat menuju rumah sakit bersalin tempat Pertiwi melahirkan. Kedatangan kami disambut dengan baik oleh Wilson dan Pertiwi. Terlihat

  • Dipaksa Mengaku Mandul   Bab 32

    PERTIWISetelah hari pernikahan itu, aku menjalani kehidupan yang bahagia dan penuh cinta. Tak kurang kasih sayang dari Wilson dan kakek.Kegiatanku setiap hari juga selalu seru dan menyenangkan. Bangun pagi membantu Bibi masak di dapur, menyiapkan pakaian kerja suami, dan terakhir baru pergi ke De Tiwil. Lalu aku akan pulang sebelum Wilson pulang karena aku selalu memastikan diri menyambut kepulangan suami dengan mencium tangannya.Yang pasti sebagai istri aku sadar kalau melayani suami adalah kewajiban utama. De Tiwil adalah tempat hiburan saja. Yaitu tempatku untuk mengembangkan kemampuan diri dan bersosial. Pendapatan De Tiwil juga seluruhnya masuk ke rekeningku dan jarang aku pakai. Karena semua kebutuhanku sudah dipenuhi oleh suamiku, Wilson.Wilson sebagai suami bersikap sangat baik dan berusaha membahagiakan aku dengan caranya. Pria itu selalu menciumku sebelum berangkat kerja, menanyakan apakah aku sudah makan apa belum, memberikan kejutan berupa hadiah atau sejenisnya, dan l

  • Dipaksa Mengaku Mandul   Bab 31

    PertiwiAku yang baru keluar dari kamar mandi memperhatikan Wilson yang meminum sebuah minuman botol hingga tandas. Karena motif botol minuman tersebut sangat asing bagiku, aku pun penasaran sehingga mendekati Wilson. "Yang kamu minum tadi barusan apa?" tanyaku sembari mengambil duduk di depan Wilson. Mataku lekat menatapnya dengan hati bertanya-tanya. "Oh, ini." Wilson menunjukkan botol yang ada di tangannya. "Ini suplemen laki-laki. Kandungannya bisa membuat stamina selama melakukan hubungan suami istri menjadi bagus. Jadi kita bisa melakukan hubungan suami istri itu sebanyak beberapa kali malam ini.""O... begitu," balasku dengan perasaan menyesal. Harusnya aku tidak bertanya dan cuek saja. Kalau begini kan dikira mau tahu banyak tentang laki-laki sebelum melakukan malam pertamanya."Kamu suka kan kalau aku kuat malam ini?"Kurasakan wajahku menghangat setelah mendengar pertanyaan Wilson. Blak-blakan sekali dia mengatakan itu seolah aku ini adalah wanita berpengalaman dalam melak

  • Dipaksa Mengaku Mandul   Bab 30

    PertiwiHari-hariku dengan Wilson disibukkan dengan mengurus pernikahan kami. Hati kamu diliputi kebahagiaan yang tak terperi. Kami berniat menjadikan pernikahan ini sebagai pernikahan yang berkesan tak hanya bagi kami tapi bagi siapa pun meskipun tidak digelar begitu mewah. Pernah kakek bertanya kenapa tidak digelar sangat mewah karena banyak pihak yang akan membantu. Wilson menjawab dengan: "Yang penting ijab sah, kek. Dan halal halal."Kakek hanya tertawa mendengar itu dengan tatapan kagum. Ya, kakek sepertinya mulai mengagumi Wilson sebagai mana aku mengagumi calon suamiku itu. Jika di awal-awal ada rasa ragu dan khawatir, sekarang tidak ada lagi. Aku sangat yakin pernikahanku kali ini diliputi kebahagiaan dan rasa cinta yang banyak."Apa ada dari luar kota yang mau kamu undang, Wi?" tanya Wilson suatu ketika.Aku mengangguk tegas. "Ya. Tentu saja paman, bibi, dan keponakanku.""Kalau begitu kita akan siapkan kamar di hotel tempat acara kita digelar untuk mereka."Aku tersenyum

  • Dipaksa Mengaku Mandul   Bab 29

    KEVIN"BANGSAT!" Kupukul kemudiku dengan kemarahan yang rasanya ingin aku ledakan. Bagaimana tidak, Pertiwi malah membalikkan omonganku. Sombong sekali dia! Aku doakan pernikahannya nanti tidak akan berjalan bahagia!Dengan kemarahan ini, aku tidak ada tenaga untuk berangkat ke kantor. Moodku sudah jelek. Aku pun memilih pulang. Begitu kakiku menginjak lantai ruang tengah, kudapati Julia duduk memegang ponsel sembari makan cemilan. Kakinya naik ke atas meja. Rambutnya dikuncir tidak sempurna. Dan dia masih mengenakan pakaian tidur yang pertanda belum mandi. Oh God! Inilah yang aku benci dari dirinya sekarang. Di rumah kerjanya hanya main hp, nonton televisi, dan tidur. Kalau keluar langsung menghabiskan uang. Tak ada sedikit pun sikap yang berusaha untuk membahagiakan aku sebagai seorang suami. Minimal menyiapkan aku baju sebelum kerja atau membuatkanmu minuman. Bahkan untuk mengambil air putih saja dia harus menyuruh pembantu. Kelewatan kan?"Lho, kok kamu pulang lagi, Kev?" tanya J

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status