Dipaksa Mengaku Mandul

Dipaksa Mengaku Mandul

By:  Mayangnoura  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating
34Chapters
690views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Pertiwi dipaksa mengaku mandul oleh suaminya, Kevin, pada kakeknya Kevin agar pria itu bisa menikah lagi dengan kekasihnya Julia. Tentu saja itu menyakiti hati Pertiwi karena dia yakin dirinya tidak mandul dan jika menurutkan kata hati, dia tidak mau dipoligami. Tapi jika Pertiwi tidak mau mengikuti kemauan Kevin, maka suaminya itu akan menceraikan dirinya. Dan perceraian adalah hal yang menakutkan bagi seorang Pertiwi. Apakah Pertiwi akan mengaku mandul kepada kakek seperti kemauan Kevin?

View More
Dipaksa Mengaku Mandul Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Harsa Amerta Nawasena
Bagus banget ceritanya kak
2024-03-21 01:08:41
0
34 Chapters
Bab 1
"Jadi kapan kamu mau bilang ke kakek kalau kamu itu mandul dan bersedia dimadu oleh Kevin?"Aku menatap wanita cantik di depanku. Julia Mariska, yang merupakan kekasih suamiku. Ingin sekali menjawab jujur kalau aku tidak ingin mengaku mandul pada kakek karena... karena aku yakin tidak mandul. Tapi aku tidak mempunyai keberanian untuk terang-terangan menolak sebab akibatnya Mas Kevin akan menceraikan aku."Aku belum dapat momen yang tepat untuk mengatakannya, mbak. Harap mbak bersabar," jawabku. Berharap kekasih suamiku itu bisa mengerti."Sabar! Sabar! Mau berapa lama lagi aku harus bersabar? Waktu dua tahun itu bukan waktu yang singkat untuk menguji kesabaran. Aku sudah sangat sabar, Wi. Sekarang aku sudah di ujung batas kesabaran. Pokoknya malam ini kamu harus bilang ke kakek kalau kamu itu mandul dan merestui Kevin untuk menikahi aku!"Aku hanya mengangguk seperti orang bodoh. "Baik, mbak. Akan aku usahakan." Atau... mungkin aku memang bodoh.Julia menatapku lekat untuk beberapa sa
Read more
Bab 2
Apa yang harus aku lakukan sekarang sementara kakek sendiri tidak mempermasalahkan aku yang belum hamil. Rasanya kurang pas jika aku malah ribut sendiri."Terima kasih atas kemurahan hati kakek." Malah itu yang kemudian terucap dari bibirku. Bisa kupastikan sebentar lagi Mas Kevin bereaksi. Benar saja, dia yang duduk di sebelahku itu langsung menyepak kakiku. Aku menoleh sekilas pada suamiku itu yang tampak sangat kesal sebelum akhirnya menundukkan wajah.Sekarang aku serahkan saja urusan ini sama Mas Kevin. Terserah dia mau ngomong apa sama kakek. Untung-untung tidak sama sekali. "Kek."Aku melirik Mas Kevin. Sepertinya dia akan berbuat nekad. "Penyebab Pertiwi belum juga hamil sepertinya karena mandul deh, kek," lanjut Mas Kevin tanpa memikirkan perasaanku sama sekali yang telah dia fitnah mandul. Ucapannya itu sontak membuat kakek dan Wilson mengarahkan pandang pada Mas Kevin. "Bagaimana kamu bisa mengatakan itu padahal usia pernikahan kalian baru dua tahun," balas kakek dengan
Read more
Bab 3
“Maaf aku bangun kesiangan,” ucapku saat hanya bisa menghidangkan segelas kopi dan roti pada Mas Kevin. Padahal dia terbiasa makan-makanan berat semacam nasi ketika sarapan. Gara-gara obrolan Mas Kevin via telpon dengan seseorang yang kutebak adalah Mbak Julia, membuatku sulit tidur semalam. Baru bisa tertidur sekitar pukul tiga dini hari yang menyebabkan aku bangun sangat terlambat.“Hum.” Hanya itu tanggapan Mas Kevin. Dia langsung memegang telinga cangkir keramik yang baru aku taruh di hadapannya.Sebenarnya aku ingin bertanya perihal ucapannya yang menyebut aku bodoh semalam. Tapi tidak cukup waktu karena sebentar lagi Mas Kevin sudah berangkat ke kantor. Mungkin aku bisa menanyainya lain waktu jika dirasa belum ‘basi’ untuk membicarakannya.Yang pasti aku penasaran kenapa dia menyebutku bodoh. Sikap aku yang mana yang membuatnya berpikir kalau aku bodoh?Mas Kevin mereguk kopinya kembali hingga tandas setelah menghabiskan satu roti tawar oles selai coklat, sebelum akhirnya dia b
Read more
Bab 4
Aku keluar dari ruangan Mas Kevin dengan hati yang hancur lebur. Tapi sebisa mungkin menahan airmata yang memaksa ingin keluar dari muaranya. Kenyataan yang baru aku terima tak mampu membuatku mengindahkan pesan kakek tentang ‘ikhlas’ dalam pernikahan.Namun airmata itu tidak mampu aku bendung lagi ketika berdiri di depan lift. Untung saja aku tidak harus menunggu lama karena bertepatan dengan airmata yang jatuh, pintu liftnya terbuka. Aku bersegera masuk ke dalam lift –yang untungnya- kosong. Tapi ketika pintu lift hendak menutup kembali, seseorang kukenal masuk dan melihat airmataku.“Tiwi? Kenapa kamu menangis?”Momen Wilson melihatku menangis tidak bisa aku hindari. Meskipun dengan segera basah di wajahku aku seka dengan kedua tanganku, dia terlanjur melihatnya.“Katakan padaku kenapa kamu menangis?” Kali ini dia bertanya dengan tatapan –yang baru saja kulirik- penuh menyelidik.Sekarang aku harus menjawab apa pertanyaan adik iparku ini yang kenyataannya usianya lebih tua beberapa
Read more
Bab 5
"Hah? Maksudnya?" Aku pura-pura bingung saja menghadapi pertanyaan Wilson. "Kamu dan Kevin tidak tidur satu kamar?" Wilson mengulangi pertanyaannya setelah langkahnya sudah berhenti di dekatku."Bagaimana kamu bisa bertanya ini?" jawabku. "Tentu saja aku dan Mas Kevin tidur di kamar yang sama." Aku berbohong entah untuk kebaikan siapa. Yang pasti saat ini aku belum siap rahasia pernikahanku dengan Mas Kevin ketahuan."Kalau kamu dan Kevin tidur di kamar yang sama, bagaimana bisa kalian menaruh barang-barang kalian di kamar yang berbeda? Tadi ketika aku di atas, aku mendapati barang-barangmu ada di kamar yang sebelah kanan dan barang-barang Kevin ada di kamar sebelah kiri."Ada yang menyentak hatiku. Ternyata Wilson berani masuk kamar kami. Mungkin karena merasa itu kamar saudara sendiri. Kebiasaanku, kalau kamar-kamar itu belum selesai dibersihkan dan dirapikan, maka pintunya akan kubiarkan terbuka. Dan akan menutupnya jika sudah bersih dan rapi. Tidak menyangka kalau bakal terjadi s
Read more
Bab 6
KEVIN"Licik bagaimana? Pertiwi tidak seperti itu juga kali, Jul." Aku protes. Bukan karena ingin membela Pertiwi tapi merasa tuduhan Julia berlebihan. Meskipun aku dan Pertiwi tidak pernah tidur bersama, bukankah kami satu rumah? Walaupun tidak begitu mendalam, aku mengenali sifatnya. Pertiwi tidak licik seperti yang dituduhkan Julia. Mata Julia melebar seolah tak percaya dengan perkataanku barusan. "Oh, kamu mulai membelanya?""Aku tidak membelanya. Hanya mengatakan apa adanya. Lagian kemarahan kamu sama Tiwi berlebihan. Bagaimana bisa kamu bilang seperti ingin mencekiknya. Ucapan itu kadang berasal dari niat yang tersembunyi di dalam hati. Kamu pasti tahu apa itu mencekik? Berarti kamu punya niat untuk membunuhnya.""Salah kalau aku sampai punya niat seperti itu?""Ya, salah. Membunuh itu perbuatan keji. Merusak masa depan dan hidupmu sendiri. Jangan sampai kamu punya niat seperti itu. Aku tidak mau dan tidak suka.""Ya terus aku harus bagaimana? Aku sudah capek dengan hubungan ini
Read more
Bab 7
TIWI"Ternyata susah ya buat kamu untuk mengatakan iya pada keinginanku?" tanya Mas Kevin setelah aku kemukakan alasanku untuk mengunjungi makam kakekku.Aku tak perlu berbohong. Kuanggukkan kepala dengan cepat. "Ya.""Jadi besar kemungkinan kamu akan menolak?""Bisa jadi.""Berarti kamu tidak takut dengan perceraian?""Kalau memang akhirnya harus seperti itu, mau bagaimana lagi? Jodoh ada di tangan Tuhan. Meskipun kakek menginginkan aku jadi jodoh mas, kalau Tuhan tidak berkehendak, aku bisa apa?"Rahang Mas Kevin tampak mengencang. Dia lalu berdiri dari duduknya. "Aku tidak selera untuk sarapan. Nanti aku sarapan di kantor saja." Mas Kevin baru akan berbalik badan ketika dia menoleh padaku kembali. "Oya, aku tidak bisa mengantarmu ke desa. Kamu pakai travel saja.""Iya. Mas Kevin jangan khawatir. Aku bisa pergi sendiri."Dengan wajah marah, Mas Kevin pun meninggalkan meja makan. Aku menghela nafas panjang melihat reaksinya. Merenungi sebentar kejadian barusan sebelum akhirnya menik
Read more
Bab 8
KEVINSeketika jemariku menggenggam erat kemudi. 'Sial! Pengadu juga dia! Padahal kalau mau pergi ya pergi saja! Tidak perlu melapor pada kakek apalagi bilang aku tidak ingin mengantar! Dasar mulut ember!'"Aku sibuk, kek," jawabku kemudian."Sibuk apa kamu? Kalau hanya meninggalkan kantor dua hari, tidak akan jadi masalah. Toh kamu punya sekretaris. Lagian kamu bekerja di perusahaan kakek. Kakek tidak akan memecat kamu hanya karena mengantar Pertiwi. Malah kakek senang kamu bisa menjadi suami yang baik.""Tapi kek, ada beberapa laporan yang belum aku selesaikan. Lagian, sepertinya tidak masalah kalau Pertiwi pulang sendiri ke kampungnya. Punya suami bukan berarti harus manja kan?""Gampang sekali ya kamu melepaskan istri kamu. Baiklah, jika kamu tidak mau mengantar. Maka Wilson yang akan mengantarnya!" Panggilan diputus dari seberang. Apakah aku keberatan Pertiwi diantar Wilson ke kampungnya? Tentu saja tidak. Aku justru senang bebas tugas dan merasa aman karena dengan adanya Wilson
Read more
Bab 9
TIWIMendapati pertanyaanku barusan mata Wilson yang mengarah ke depan, mengedip beberapa kali. "Jadi kamu tidak bahagia?""Aku kan bertanya, Wil. Kok kamu malah balik bertanya sih?""Aku beneran tanya lho ini. Kamu beneran tidak bahagia?""Kalau iya kenapa kalau tidak kenapa?" Ya Tuhan, kenapa aku bisa jadi secerewet ini sih sama dia? Padahal kalau dengan Mas Kevin aku sangat pendiam. Habisnya sikap Wilson memancingku jadi ingin banyak bicara."Kalau iya memang kamu memang tidak bahagia, berarti selama ini kamu menggantungkan kebahagiaan kamu itu pada orang lain. Makanya kamu tidak bahagia. Karena seperti yang aku katakan tadi, kebahagiaan itu kita sendiri yang ciptakan. Tapi kalau kamu sudah bahagia, selamat. Kamu sudah menjadi manusia yang sesungguhnya."Jawaban yang membuat aku tersenyum simpul. "Berarti kalau tidak bahagia aku manusia jadi-jadian?""Bisa jadi begitu.""Ngacok!" hardikku. Tapi berbicara dengan Wilson membuat pikiran yang sumpek menjadi lega. Aku mulai menyadari ba
Read more
Bab 10
TIWI"AW! Kenapa kamu menampar aku, Wi?" Wilson mengusap pipinya yang barusan kena tampar aku."Salah kamu sendiri nyosor-nyosor begitu!" Balasku tidak ada lembut-lembutnya. Padahal kalau dengan Mas Kevin aku tidak berani bicara sekeras ini. Heran memang."Aku kan hanya bercandya. Kenapa juga kamu anggap serius?""Tidak ada bercanda-bercandaan di situasi seperti ini. Nanti kesambet dedemit baru tau kamu!"Kulihat bibir Wilson menipis. "Iya-iya."Lalu mobil jalan kembali.Tak lama sampailah di rumah kecilku. Rumah tempat aku lahir dan dibesarkan oleh kakekku. Pas aku datang, Bibi Farida menyambutku di pintu masuk. Bibi Farida ini adalah istri dari pamanku. Jadi yang keluarga kandungku adalah pamanku ya. Dan rumah bibi berada di samping rumahku. Tetanggaan memang. Tapi berjarak karena masing-masing rumah punya halaman yang luas.Dan keberadaan Bibi di rumah ini karena aku yang telpon minta tolong dibersihkan rumah dan dimasakkan makanan karena aku bilang aku datang bersama adik Mas Kevi
Read more
DMCA.com Protection Status