TIWIMendapati pertanyaanku barusan mata Wilson yang mengarah ke depan, mengedip beberapa kali. "Jadi kamu tidak bahagia?""Aku kan bertanya, Wil. Kok kamu malah balik bertanya sih?""Aku beneran tanya lho ini. Kamu beneran tidak bahagia?""Kalau iya kenapa kalau tidak kenapa?" Ya Tuhan, kenapa aku bisa jadi secerewet ini sih sama dia? Padahal kalau dengan Mas Kevin aku sangat pendiam. Habisnya sikap Wilson memancingku jadi ingin banyak bicara."Kalau iya memang kamu memang tidak bahagia, berarti selama ini kamu menggantungkan kebahagiaan kamu itu pada orang lain. Makanya kamu tidak bahagia. Karena seperti yang aku katakan tadi, kebahagiaan itu kita sendiri yang ciptakan. Tapi kalau kamu sudah bahagia, selamat. Kamu sudah menjadi manusia yang sesungguhnya."Jawaban yang membuat aku tersenyum simpul. "Berarti kalau tidak bahagia aku manusia jadi-jadian?""Bisa jadi begitu.""Ngacok!" hardikku. Tapi berbicara dengan Wilson membuat pikiran yang sumpek menjadi lega. Aku mulai menyadari ba
TIWI"AW! Kenapa kamu menampar aku, Wi?" Wilson mengusap pipinya yang barusan kena tampar aku."Salah kamu sendiri nyosor-nyosor begitu!" Balasku tidak ada lembut-lembutnya. Padahal kalau dengan Mas Kevin aku tidak berani bicara sekeras ini. Heran memang."Aku kan hanya bercandya. Kenapa juga kamu anggap serius?""Tidak ada bercanda-bercandaan di situasi seperti ini. Nanti kesambet dedemit baru tau kamu!"Kulihat bibir Wilson menipis. "Iya-iya."Lalu mobil jalan kembali.Tak lama sampailah di rumah kecilku. Rumah tempat aku lahir dan dibesarkan oleh kakekku. Pas aku datang, Bibi Farida menyambutku di pintu masuk. Bibi Farida ini adalah istri dari pamanku. Jadi yang keluarga kandungku adalah pamanku ya. Dan rumah bibi berada di samping rumahku. Tetanggaan memang. Tapi berjarak karena masing-masing rumah punya halaman yang luas.Dan keberadaan Bibi di rumah ini karena aku yang telpon minta tolong dibersihkan rumah dan dimasakkan makanan karena aku bilang aku datang bersama adik Mas Kevi
TIWIPercakapan antara Mas Kevin dan Mbak Julia membuat aku yang semula sudah yakin untuk menggugat cerai Mas Kevin menjadi berubah. Aku tidak mau memuluskan jalan mereka setelah apa yang mereka lakukan kepadaku. Karena jika aku yang menggugat cerai maka Mas Kevin dengan mudahnya memegang tonggak kepemimpinan perusahaan menggantikan kakek. Jadi setidaknya aku akan bermain-main dulu dengan mereka.Setelah mendapatkan video yang bagus tadi, aku menyimpan ponselku ke dalam hand bagku. Lalu aku turun, memegang peganggan koperku, menarik koperku, dan berjalan seperti biasa tanpa takut menimbulkan bunyi. Malah bagus kalau Mas Kevin dan Mbak Julia di atas sana mendengar.Saat aku melewati tangga, suara langkahku sengaja kuhentak-hentakkan, berharap mereka cepat mendengar. Usahaku membuahkan hasil. Di atas anak tangga, Mas Kevin dan Mbak Julia muncul.Dan lihatlah si kuntilanak itu memeluk tangan Mas Kevin seolah sengaja memamerkan keromantisan mereka. Pasti agar aku merasa cemburu, tak kuat,
WILSONKakek Mukti tidak langsung menjawab tanyaku. Dia justru termenung. Mungkin sedang mengingat-ingat nostalgia di masa lalu dengan kakeknya Tiwi. Sedetik kemudian kedua matanya berkaca-kaca."Kakek dan kakeknya Tiwi dulu adalah sahabat. Kakeknya Tiwi adalah orang yang sangat baik dan berbudi luhur. Pada suatu hari, kakeknya Tiwi menyelamatkan kakek yang nyaris tertabrak mobil. Nyawa kakek memang selamat dan kakek baik-baik saja. Tapi tidak begitu dengan kakeknya Tiwi. Karena menolong kakek, kakinya cidera. Dan kakeknya Tiwi menderita pincang seumur hidup. Yang pasti, jika kakeknya Tiwi tidak menyelamatkan kakek, mungkin kakek sudah tidak ada di dunia ini. Dan pastinya kamu dan Kevin juga tidak ada."Dadaku terasa sesak mendengar cerita ini. Pengorbanan seorang sahabat kepada sahabatnya hingga mengorbankan diri sendiri. Wajar jika kakek begitu sayang pada Pertiwi."Sebelum kakek dan kedua orangtua kakek pindah ke kota, kakek berkata pada kakeknya Tiwi. Jika kami berdua mempunyai a
PERTIWI“Assalamualaikum….” Aku dan Mas Kevin saling pandang untuk sekilas sebelum akhirnya aku menjawab. “Wa’alaikum salam….” Lalu aku meninggalkan Mas Kevin untuk membuka pintu. Senyuman kakek dan Wilson yang aku dapati pertama kali.Aku pun langsung menyalami kakek dan menempelkan tangannya yang keriput ke kening. Sebelum aku mempersilahkan kakek masuk, aku melihat tangan Wilson mengarah padaku minta disalami, tapi aku tepis. “Silahkan masuk, kek, Wil. Kita langsung ke meja makan ya karena makan malamnya sudah aku siapkan.”“Iya. Aduh kakek sudah tidak sabar ingin makan masakan kamu. Sudah lama sekali tidak makan masakan kamu yang enak itu,” ucap kakek sewaktu kami melangkah ke meja makan.Begitu sampai di meja makan, Mas Kevin langsung menyalami kakek dengan wajah yang terlihat agak gugup. Bahkan dia sempat melirik ke tangga memastikan kekasihnya tidak ada di sana.Aku tersenyum samar melihat tingkah Mas Kevin. Pastilah saat ini dia merasa hatinya berdebar-debar karena khawatir.
PERTIWI"Tiwi mau tidur di kamar ini," jawab Mas Kevin dengan wajah menyesal. Di keadaan ini aku jadi merasa seperti pelakor sementara Mbak Julia adalah istri sah. "Lho, kok?" Mbak Julia seperti tidak percaya. "Maksudnya kita tidur bertiga?"Mas Kevin baru akan menjawab ketika aku langsung menyela. "Enak saja bertiga. Aku akan tidur di kasur. Kalian tidur di bawah."Mata Mbak Julia melotot seperti mau keluar. Pasti dia akan marah. "Apa?! Aku tidur di bawah?! Yang benar saja?! Memangnya tidak terbalik?!""Ya tidak dong. Aku kan nyonya rumah ini.""Tapi kamu tidak dicintai oleh Kevin. Sedangkan rumah ini miliki Kevin.""Untuk apa dicintai kalau tidak dinikahi? Adakah yang mengakui hubungan kalian sebagai kebanggaan? Tidak ada kan?"Rahang Mbak Julia mengencang dengan jemari terangkat ke atas seolah ingin mencakar. Tapi sedikit pun aku tidak takut. Karena aku sekarang berkuasa. Mas Kevin tidak akan berani untuk melukai aku."Mau apa?" tantang aku. "Memukul atau mencakar? Lakukan saja. B
KEVINAku tidak bisa tidur setelah tahu bahwa Wilson telah mengetahui hubunganku dengan Julia. Ini adalah kabar yang sangat buruk. Masa depanku sebagai pimpinan perusahaan menggantikan kakek bisa gagal. "Apa yang harus aku lakukan?" Selalu ini yang aku tanyakan sejak tadi. Tapi aku cenderung ingin mengajak bicara Wilson secara langsung agar jelas.Aku bangun dari tidurku setelah mendengar suara peralatan dapur yang menandakan Pertiwi sudah melakukan kegiatan hariannya, yaitu memasak. Dan benar saja, begitu sampai di dapur, aku melihat dirinya. Tapi sebelumnya aku juga melihat Wilson yang tidur di sofa ruang tengah."Apa benar Wilson sudah tahu hubunganku dengan Julia seperti yang kamu katakan semalam?" tanyaku pada Pertiwi.Pertiwi hanya menoleh padaku sekilas sebelum akhirnya sibuk dengan ayam yang sedang dicucinya. "Menurut mas aku berbohong?""Tidak. Berarti Wilson memang sudah tau kalau aku dan Julia ada hubungan?""Ya.""Siapa yang memberitahunya? Apakah dirimu?" tanyaku lebih d
KEVIN"Kacau! Kacau! Kacau!" Entah untuk yang keberapa kali aku memaki. Kemudi yang sedang aku kendalikan terus-menerus menjadi sasaran pukulanku. Bagaimana tidak, aku berada di posisi yang serba salah sekarang ini. Keputusan apapun yang aku ambil akan membunuhku."Kalau hanya mengeluh dan diam, tidak akan menyelesaikan masalah, Kev. Kita tuh harus melakukan sesuatu."Aku menoleh sekilas Julia yang barusan berbicara. "Apa yang bisa dilakukan dalam waktu tiga hari? Nyaris tak ada." "Tak ada itu adalah ucapan orang-orang yang berputar asa.""Maksud kamu apa sih?" Aku benci menebak-nebak saat ini.""Maksudku begini. Sebelum waktu tiga hari yang diberikan Wilson habis, kita membalikkan fakta agar kesalahan kita menjadi kesalahan mereka."Keningku mengerut. "Caranya?""Bagaimana kalau kita buat Pertiwi berselingkuh dengan Wilson. Dan diketahui oleh kakek?""Ide yang bagus. Tapi yang aku maksudkan di sini caranya. Bagaimana kita membuat Pertiwi berselingkuh dengan Wilson sementara mereka t