Evan mematung saat melihat Aira juga dengan Tio. Ia langsung gelagapan melihat Aira dan memilih mengejar Farra yang keluar dari pintu sebelah."Dek," panggil Tio membuat Farra langsung menoleh."Eh Mas, kenapa?" tanya Farra melihat Tio panik. "Aira datang ke sekolah," "Hah? Masa sih mana dia?" tanya Farra sambil celingak-celinguk."Kami bertiga tadi papasan sama Aira di pintu sebelah sana, makanya aku lari kesini nggak sanggup ngadepinnya," terang Tio, Farra langsung bungkam.'Apa yang akan terjadi?' batin Farra lalu ia menggelengkan kepalanya."Em … sudah 'lah Mas, biarin mereka berdua yang selesaikan masalah mereka," ucap Farra yang dibalas anggukan oleh Tio.Disisi lain, Evan masih mematung melihat Aira, ia masih belum percaya jika akhirnya ketahuan seperti ini. Evan menoleh ke samping tapi Tio tidak ada.'Tio kemana lagi,' batin Evan. Perlahan ia mendekati Aira, ia melihat mata Aira sudah mengembun."Ai," sapa Evan tapi Aira hanya diam memperhatikan Evan dengan serius."Buk Aira
Disisi lain hari sudah terang menunjukkan pukul 7 pagi. Sekarang Aira ada di halte setelah perjalanannya sekitar setngah jam di dalam angkot kemudian ia turun begitu saja.Ia tidak tahu harus kemana, matanya terus menatap kendaraan yang lalu lalang di depannya.Tidak sengaja matanya menatap ke seberang jalan, ada gang dan banyak rumah petak.Entah dorongan apa tangannya menarik kopernya dan kakinya menyebrang jalan setelah melihat lampu merah.Sampai di gang tersebut, Aira terus berjalan melihat kiri-kanan mencari tempat bertanya.Dari kejauhan matanya tidak sengaja melihat seorang nenek yang sedang menyiram bunga, Aira langsung mempercepat langkahnya."Assalamualaikum Nek, permisi." sapa Aira pada Nenek tersebut. Sekatika Nenek tersebut menghentikan aktivitasnya lalu melihat Aira."Maaf saya nggak bisa jawab salamnya, saya Kristen," jawabnya membuat Aira langsung gelagapan."Ma--maaf Nek." ucap Aira merasa bersalah, tapi Nenek tersebut malah tersenyum."Kamu mau kemana Nak, bawa-bawa
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Evan udah berangkat dari rumahnya. Ia bukan ke kantor melainkan ke komplek kontrakan Aira, perjalanan dari rumahnya ke situ sekitar satu jam setengah.Sampai di gang rumah Aira, Evan memarkirkan mobilnya di tepi jalan dan ia menunggu Aira di dalam mobil, ia melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 06.30 pagi.Tangannya mulai ia ketuk-ketukkan ke setir seperti sedang menggendang bass."Sepertinya sebentar lagi Aira keluar." gumamnya lalu menyandarkan kepalanya ke kursi mobil, sambil sesekali ia teringat kejadian tadi malam.Benar saja sekitar setengah jam kemudian, Aira keluar dengan tergesa-gesa.Evan langsung menyalakan mobilnya dan mengikuti Aira pelan-pelan dari seberang jalan.Sekarang posisi mobil Evan ada di belakang angkot yang di tumpangi Aira dan terlihat jelas oleh Evan karena Aira duduk paling belakang.***Disisi lain, Tio sudah menunggu Evan di ruangannya karena pagi ini akan ada rapat dadakan. Namun sampai sekarang Evan belum juga d
Dari jauh ia melihat Aira sudah hampir masuk ke gang rumahnya, Evan kembali mengejar Aira. Saat sudah dekat ia langsung menarik pergelangan tangan Aira."Mau apalagi sih Kak, aku itu nggak nuntut apa-apa sama kamu.Aku nggak marah kalo kamu kembali sama cinta pertamamu silahkan," lanjut Aira lalu ia menghempaskan tangan Evan dan berjalan cepat ke kontrakannya.Evan kembali mematung apakah Aira benar-benar membencinya.Tanpa mereka sadari ternyata Tio dan Farra menyaksikan pertengkaran mereka dari dalam mobil.Tio menepikan mobilnya saat melihat Evan mengejar Aira di seberang jalan."Aku rasa kita pulang aja Mas takutnya nanti setalah melihat kita datang bukannya Aira senang tapi malah sebaliknya," ucap Farra setelah menyaksikan pertengkaran dua sejoli tersebut."Mas juga bingung sekarang siapa yang egois diantara mereka," lanjut Tio lalu ia melajukan mobilnya."Sekarang kita kemana?" tanya Tio, Farra hanya menggeleng."Aku juga nggak tau Mas, kita pulang aja harapanku untuk ketamu Air
Dari dalam mobil Tio melihat Evan berjalan menuju mobil. Tapi ia melihat Evan seperti sedang menghapus air mata."Evan nangis? Benarkah?" gumannya sambil memicingkan matanya memperjelas penglihatannya. Beberapa detik kemudian Evan masuk ke dalam mobil."Udah Van ketemunya?" tanya Tio hati-hati Evan hanya mengangguk. Kali ini Tio yang mengemudi karena sedari tadi Tio duduk di kursi itu."Gimana? Aira bangun nggak pas lu masuk?" lanjut Tio mulai mencairkan suasana.Ia tahu pasti Evan sekarang sangat sedih terlihat jelas oleh Tio raut wajah Evan berubah total setelah bertemu Aira."Nggak, dia tidur." jawabannya singkat, Tio hanya mangut-mangut.Sampai di rumah Tio, Evan masih melamun melihat keluar jendela."Van," panggil Tio membuyarkan lamunan Evan."Eh, kenapa?" tanyanya membuat Tio tersenyum kecil."Gua udah nyampe, gua turun ya, hati-hati lu bawa mobilnya jangan melamun," lanjut Tio, Evan hanya mengangguk. Setelah Tio turun ia langsung pulang ke rumahnya.Disisi lain, Tio yang baru
Setelah Nenek Carolin pergi Aira masih mematung melihat kartu keluarga di tangannya.Tio dan Farra yang melihat itu saling melempar pandangan. Beberapa detik kemudian Aira berbalik melihat Tio dan Farra."Sini duduk dulu," ajak Farra, Aira langsung berjalan mendekatinya lalu duduk. Terlihat Tio menarik nafas dalam-dalam lalu melihat Aira."Saya nggak tahu harus mulai dari mana Ai, tapi yang harus kamu tahu Evan itu sangat sayang dan cinta banget sama kamu." ucap Tio hati-hati membuat Aira langsung menyergit."Gini Ai, kemaren Kak Evan pindah ke Singapura," lanjut Farra membuat Aira kaget.'Pindah ke Singapura? Kenapa? Farra nanggung lagi ngomongnya,' batin Aira penasaran tapi ia tetap berusaha bersikap datar."Dia pindah buat kamu senang Ai, kamu nggak mau ketemu dia lagi 'kan?" tanya Farra membuat Aira langsung melihat Farra, tapi Farra hanya mengangguk."Dia nggak bisa nahan diri kalo dia masih di sini dia selalu khawatir, dia selalu pengen buntutin kamu," sambung Tio membuat Aira l
Evan melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 10.35.Itu artinya Aira sudah sampai di bandara, sedangkan Evan masih dalam perjalanan. 'Aira please jangan kemana- mana dulu, batin Evan sambil matanya terus melihat jam tangannya.Disisi lain, Aira yang baru saja sampai di bandara langsung celingak-celinguk.Tangannya langsung merogoh tas untuk mengambil ponselnya.la mencoba menghubungi Evan tapi hasilnya nihil. "Kok nggak bisa, sih?" gumamnya, kemudian ia melihat sinyal ponselnya tidak ada satu pun. "Ya Tuhan, ini 'kan di Singapura kartu Indonesia nggak bakalan berlaku." lanjutnya sambil matanya celingak-celinguk.'Sekarang aku harus kemana?" batinnya, matanya mulai berkaca- kaca, ia tidak tahu kalau ia seceroboh ini sekarang.Tangannya mulai meraih kopernya lalu mulai berjalan mencari pintu keluar.Disisi lain, Evan yang baru saja sampai langsung membayar ongkosnya lalu berlari masuk mencari Aira.Ia mengedarkan pandangan ke seluruh sisi sambil memutar-mutar 'kan badannya.Dar
*Di Indonesia*Hari menunjukkan pukul 5 sore, kedua orang tua Evan datang ke rumahnya dengan niat ingin menginap di situ.Begitu mobil mereka sampai, Pak satpam langsung membukakan pagar, lalu mempersilahkan mobil mereka masuk."Selamat sore Pak, Bu," sapa satpam tersebut saat Ayah dan Ibu Evan turun dari mobil."Selamat sore Pak Budi, Aira ada rumah nggak, Pak?" tanya Ibu Evan membuat Pak Budi bingung.Bukannya Aira sudah tidak tinggal di sini lagi semenjak sebulan yang lalu."Pak," panggil Ayah Evan mengagetkan Pak Budi."Em anu Pak … bukannya non Aira sudah tidak tinggal di sini semenjak sebulan yang lalu," ucap Pak Budi membuat keduanya langsung kaget."Maksud, Bapak?" tanya Ibu Evan bingung."Saya nggak tau pasti sih Bu cuma yang saya dengar sebulan yang lalu non Aira nangis di kamar samping sambil membawa koper," terang Pak Budi membuat Ibu Evan langsung panik."Di kamar samping? Ngapain Aira di kamar samping?" tanya Ayah Evan penasaran."Non Aira memang tinggal di kamar samping