Napas Illarion memburu tak teratur, punggungnya menggigil kedinginan tapi malah tubuhnya mengeluarkan keringat seolah pria itu kepanasan, dan tangannya gemetar tak terkendali.
“Kau tak apa-apa?” tanya Amanda khawatir. Wajah pucatnya tertimpa cahaya lilin di atas nakas. Menciptakan siluet cantik di atas tembok lusuh berlumut.
Mata Illarion nanar menatap wajah syahdu menyejukkan itu, dan dengan sekali rengkuh, Amanda terbenam dalam pelukan pria berdada bidang itu.
“Tuan?” Amanda menggeliat dalam pelukan pria itu, meminta celah untuknya bernapas. Tapi tangan Illarion yang gemetar di balik punggung Amanda serta napasnya yang memburu di ceruk leher gadis itu seolah mengatakan 'aku ketakutan.'
Amanda menyisir rambut di atas tengkuk Illarion menggunakan jari-jar
Dukung penulis dengan VOTE dan bintang 5 ya ⭐⭐⭐⭐⭐
Masih mengacuhkan Illarion, nenek itu kembali berbicara pada Amanda. “Masih banyak pria bangsawan yang akan menyukaimu Nona, walau penampilanmu aneh. Aku yakin masih banyak pria bangsawan di luaran sana, dengan tubuh mulus walau mungkin tak setampan pengawalmu ini.” “Galelaku! Kemarilah sayang, aku sudah membuatkan sarapan untukmu dan tamu kita,” Teriak seorang pria tua dari luar kamar. Wanita tua itu -Galela- menggeram. “Lihat? Itulah akibat kalau kau menikahi seorang pria karena ketampanannya. Aku seorang putri bangsawan yang kawin lari dengan tukang kebun, ia begitu tak punya sopan santun dan selalu berteriak-teriak memanggilku,” curhat Galela seraya memamerkan mulutnya yang tanpa gigi itu. “Galela! Sayang! Istriku!” Kembali teriakan keras terdengar dari luar.
Amanda meletakan mangkuk kosong di atas meja kecil, kemudian menggenggam tangan keriput Galela. “Nyonya salah, akulah yang berasal dari kelas bangsawan lebih rendah dibanding Tuan,” jelas Amanda seraya tersenyum. Bibir keriput Galela membentuk huruf ‘O’. “Bukankah tubuh para bangsawan biasanya begitu mulus? Orang tua mereka tak mungkin mengizinkan putra-putri mereka bekerja hingga tubuh-.” “Galela, sudah kukatakan kau selalu salah menilai orang,” potong pria tua sambil mengusap pundak istrinya. Balton kemudian duduk di sebelah Galela, “ia seorang kesatria. Hanya prajurit perang yang memiliki luka seperti itu di tubuhnya.” “Kukira pria tampan itu mendapatkan luka itu saat dihukum cambuk oleh majikannya karena merebut hati putri kesayangannya. Walau putrinya sangat aneh sih, aku yakin gadis itu tak mempunyai orang
“Aku berhutang nyawa padamu,” ucap Illarion kemudian. Balton tersenyum, sisa-sisa ketampanan yang membuat Galela jatuh cinta masih tersisa nyata bahkan di usianya yang jauh lebih tua dari sang istri. “Tidak justru akulah yang telah melunaskan hutangku.” Amanda dan Illarion menatap bingung ke arah bapak tua itu. Balton terkekeh sebelum menjawab pertanyaan yang terpancar di muka pasangan itu. “Kudamu, bukankah ia yang menuntun kalian kesini? Sepertinya hewan itu ingin agar aku melunasi hutangku. Tadi pagi aku baru menyadarinya, saat melihat tanda di punggung kuda itu.” Illarion masih tak paham maksud pria tua itu. “Aku adalah pria dua puluh bronze,” tutur Balton. “Mungkin Anda lupa, ketika itu kau masih berumur belasan tahun. Seorang anak kecil yang memimpi
“Apa yang kau kerjakan?” tanya Illarion begitu masuk dapur. Pria itu kemudian meletakan dagunya di atas meja, di hadapan setumpuk apel yang menghalangi wajah Amanda. Gadis yang sedari tadi mengupas apel itu tersenyum. “Anda sudah sehat Tuan?” tanyanya. Amanda tampak lebih relaks di luar istana. “Dia buta? Tak lihatkah kau sedang mengupas apel?” sela Galela. “Aku bosan di kamar,” jawab Illarion sambil mengambil sebuah apel dan menggigitnya. Mencoba tak menghiraukan Galela. “Lihat itu, ia tak membantu dan kerjanya hanya makan,” sindir Galela lagi. “Cobalah,” tawar Amanda sambil menyodorkan sepiring kue. “Tuan- maksudku kakek yang memetik apel di hutan dan aku yang membuat pie apelnya.” Amanda meralat panggilann
“Galela!” panggil Balton kemudian menggeleng. Istrinya terkadang tak tahu hal mana yang seharusnya tak ia bahas. “Maaf,” gumam Galela, kemudian melanjutkan mengunyah kue seolah tak terjadi apa-apa. ‘Kalau pun ia bisa mengangkat seorang anak, tentu ia sudah tak bersamaku.’ batin Illarion. ‘Namun, dengan siapa kau kelak akan mengasuh anak?’ sejurus tanya kembali muncul membuat dada Illarion seakan sesak. ‘Apa kau akan bahagia setelahnya?’ Pria berahang siku-siku itu kemudian menghela napas, sembari melemparkan pandangannya ke arah Balton. “Apa pekerjaan Anda?” “Aku berjualan hasil hutan, sekali sepekan kami berniaga ke kota,” jelas Balton sambil menarik piring Galela, wanita tua itu langsung cemberut. “Tapi sekarang persaingan di pasar semakin berat, barang-baran
Setelah sarapan, Illarion dan Amanda berpamitan dengan pemilik rumah. Balton memberi petunjuk jalan sebelum mereka pergi agar tidak tersesat. Ternyata pria tua itu sudah menandakan beberapa pohon yang menunjukkan arah ke kota terdekat. Hutan hujan tropis yang berada di timur Anarka mempunyai pepohonan dengan daun-daun rimbun nan padat, sehingga membentuk kanopi yang menghalangi sinar matahari. Alhasil hutan itu bernuansa kelam dan damai. Menurut penuturan Balton perjalanan dari rumahnya ke kota memakan waktu setengah hari lebih, dan mereka baru setengah jalan, kemungkinan Amanda dan Illarion akan sampai kota terdekat setelah matahari terbenam. Karena itu sekarang, mereka memutuskan untuk beristirahat, setelah beberapa jam menaiki kuda ras shire dalam keheningan. “A-anda tidak apa-apa Tuan?” tanya Amanda set
Perpaduan aroma maskulin citrus dan sandalwood dengan tubuh kekar berotot, menimbulkan aura seksi mendominasi dari Illarion Black, hal itu semakin membuat Amanda salah tingkah, jantungnya jumpalitan tak keruan. “Ha-hamba takut,” jawab Amanda singkat, mencoba menatap manik malam yang menghunus tajam kepadanya. “Takut sakit jantung dan mati ketika melihat T-tuan...,” lanjut gadis mungil itu yang sekarang tenggelam dalam kungkungan pria menjulang di hadapannya. Tawa Illarion meledak mendengar jawaban polos Amanda. ‘Sakit jantung dan mati katanya?’ Illarion sampai memegang perutnya karena tergelak begitu kencang, ia tak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. ‘Ia gadis terlucu yang pernah ia temui sampai saat ini, kenapa menganggunya begitu menyenangkan?’ “Berarti menurutmu ketampananku bisa membunuhmu?” ujar Illarion di sela-sela gelak tawanya.
'Ya, seperti itu namun lebih berbisik dan mendesah. “Tuan … tuan!” ‘Aku ingin ia menjeritkan namaku alih-alih memanggilku ‘tuan’.’ Mata Illarion yang telah dipenuhi kabut nafsu sekarang menatap tajam gadis itu. ‘aku menginginkan dia sekarang.’ “Tuan? Kita lanjutkan perjalanan?” tanya Amanda entah untuk yang keberapa kalinya. ‘Kenapa pria itu terus menatapku tapi tak berkata apapun, ia baik-baik sajakah?’ “Ck! Apa yang kupikirkan!” racau Illarion yang membuat alis Amanda bertaut kebingungan, pria beralis tebal itu kemudian menjawab pertanyaan Amanda dengan sebuah kata singkat. “Ayo.” Selama di perjalanan, gesekan antara tubuhnya dan tubuh Amanda membuat harum vanilla yang berasal dari badan lembab gadis itu mampu me