Terdengar suara tembakan tak beraturan dari arah belakang. Sumber suara tembakan berasal dari Pria tampan yang tengah asyik menghabisi semua orang yang berada di dalam ruangan.
Lelaki itu telah mengacaukan pertemuan penting yang dilakukan oleh para petinggi di negaranya.Setelah puas melakukannya, pria rupawan yang diketahui bernama Felix itu membuang senjatanya begitu saja, lalu pergi meninggalkan TKP.Suara tawanya menggema di dalam mobil saat menyadari jika dirinya dikejar oleh beberapa mobil polisi di belakang.“Sial! Ini benaran menyenangkan,” ujar Felix makin tertawa keras.Mobilnya melesak melewati sunyinya malam. Mobil lain telah menunggunya di ujung gang. Dengan keberaniannya, Felix meloncat dari mobilnya lalu masuk ke dalam mobil anak buahnya.Bodohnya para polisi tak menyadarinya, dan lebih memilih mengejar mobil kosong.“Semua polisi di negara ini sangat konyol, sama seperti Presiden mereka.”Felix mengejek habis-habisan sistem pemerintahan di negaranya.“Antar aku pulang, malam ini sangat menyenangkan,” ucap Felix mengistirahatkan kepalanya.Mobil itu melaju menuju ke kawasan elite kota, di mana Felix tinggal. Sampainya di mansion, Felix telah disambut oleh ayahnya. Pria berusia enam puluh lima tahun itu tertawa keras melihat kondisi anaknya yang acak-acak 'kan.“Bisakah kamu sedikit tenang? Masa jabatanku tidak lama lagi, jangan membuat ayahmu ini melakukan pekerjaan lain selain mengurus negara. Aku benar-benar lelah. Anakku tidak mengijinkanku menikmati jabatanku sebagai Presiden,” cetus Ayahnya. “Bagaimana kalau kamu pergi ke Indonesia. Kudengar kakak laki-lakimu telah menikah dengan wanita yang sangat cantik. Sejujurnya, aku tidak ingin kamu ada di negara ini selama aku menjabat,” terang Sang Ayah bermaksud mengusir Felix dari hadapannya.“Mark sudah menikah? Bukankah dia sedang sakit? Ada wanita yang mau dengannya? Meski kondisinya seperti itu?” tanya Felix penasaran.“Kamu tanya aku? Terus aku tanya siapa? Cepat pergi ke sana, jenguk dia. Tinggal di rumahnya. Rebut istrinya, kamu ‘kan sangat terobsesi dengan semua yang dimiliki oleh Mark,” ledek Sang Ayah mengompori anaknya sendiri.“Aku sangat membencimu. Tapi idemu cukup bagus untuk dicoba,” ucap Felix menyeringai. “Okay, aku bakal tinggal di Indonesia.”Ayahnya hanya bisa menghembuskan napas lelah menghadapi tingkah anaknya yang seperti anak kecil padahal sudah berusia tiga puluh lima tahun.***Lusi telah mengambil keputusan besar dalam hidupnya dengan tidak lagi memberi obat kepada suaminya. Dia hanya ingin mengetahui apakah pemikirannya benar atau salah.Rasa obat tersebut hambar jadi bisa digantikan dengan air putih biasa. Tentu Lusi tidak membuang obat yang asli. Dia menyimpannya dengan baik di dalam lemarinya.“Tubuhku makin ringan sekarang, tanganku juga tidak sekaku biasanya,” ujar Mark berbicara dengan kucing. “Kamu tahu gak kenapa?” tanyanya kepada kucing tersebut.“Meong... Meong... Pasti karena, Tuan sudah tidak nakal lagi dan memakan semua makanan dengan lahap.” Lusi lah yang menjawab pertanyaan suaminya. Suaranya juga dibuat sedemikian rupa agar mirip dengan kucing.Kelakuan Lusi sukses membuat Mark tergelitik. Tanpa sadar pria berusia empat puluh tahun itu mengeluarkan senyuman di bibir tipisnya dengan lebar.Menyaksikan suaminya tersenyum lepas, hati Lusi berdesir haru. Mata Lusi telah berkaca-kaca. Tak sanggup menahannya, Lusi pun mengeluarkan air matanya. Membiarkan air mata itu mengalir menghiasi wajah eloknya.“Selain tidak mudah memahami sesuatu. Ternyata kamu juga cengeng banget ya, Lusi,” ledek Mark. “Aku bisa mendengar isakanmu,” tambahnya.“Apaan sih, aku engga nangis kok,” sangkal Lusi. Suaranya goyah karena menahan tangis.“Kenapa kamu tidak memelukku seperti biasanya? Dasar wanita aneh,” gerutu Mark mengulurkan sebelah tangannya ke arah istrinya.Lusi langsung menjabat jemari besar Mark. Detik itu juga Mark menarik Lusi ke dalam pelukannya. Tangis Lusi pun pecah di pelukan suaminya.Cukup lama Lusi berada di dekapan sang suami hingga air matanya tak lagi keluar.Suara tepukan tangan dari seseorang sukses membuat keduanya terkejut. Lusi langsung menoleh ke sumber suara.“Kamu siapa?” tanya Lusi melihat sosok pria tampan yang menatapnya tajam.“Mataku sakit melihat kalian berdua, hal yang romantis itu sangat menjijikkan,” cibir Felix kini sudah berdiri tepat di hadapan Mark.“Felix? Kamu ngapain di sini? Ada pekerjaan di Indonesia?” tanya Mark meraba lengan kekar Felix. Pria yang sudah dia anggap sebagai adiknya.Felix menepis tangan Mark agar tidak menyentuhnya. Ditatapnya dengan tajam Lusi yang duduk di sebelah Mark. Dilihat dari penampilan, Lusi tidak seperti wanita yang pernah dikencani oleh Mark. Meskipun wajah Lusi cantik. Tapi, pakaian yang dikenakan Lusi sangat biasa.“Bisa tinggalkan kami berdua? Aku ingin mengobrol bersama Mark,” pinta Felix masih bernada ketus kepada Lusi.Lusi bergegas keluar dari kamar diikuti oleh kucing kesayangannya.Kini Mark hanya berdua di kamar bersama Felix.“Apa yang membuatmu datang menemuiku?” tanya Mark memulai pembicaraan.“Aku hanya penasaran dengan keadaanmu. Tidak boleh? Kalau tidak boleh aku pergi nih,” pungkas Felix menggoda Mark.Tentu saja Mark tak menggubris tingkah kekanakan Felix. Mereka sudah terlalu tua untuk bertingkah manja seperti dulu ketika mereka masih muda.Felix menghembuskan napas berat, menyadari Mark hanya diam."Kenapa kamu tidak kunjung mendapatkan mata? Butuh bantuanku? Aku bisa mencari orang untuk memberimu mata,” tutur Felix menatap Mark.“Semudah itukah? Sayangnya, aku tidak ingin memakai mata dari sembarangan orang,” jawab Mark cepat.“Sudah kuduga, itulah yang membuatmu lama mendapatkan mata. Emangnya kamu gak ingin melihat kecantikan istrimu?” celetuk Felix mendorong pelan pundak Mark.“Tujuanku mendapatkan mata bukan untuk melihat Lusi. Tapi untuk melihat data perusahaanku,” hardik Mark.“Oh... Jadi nama istrimu Lusi. Orangnya cantik seperti namanya,” ledek Felix. “Aku akan tinggal di rumahmu untuk beberapa waktu, mungkin sampai masa jabatan ayahku berakhir. Kasihan dia sudah tua,” kilahnya berpura-pura prihatin dengan ayahnya.“Memangnya kamu tidak sibuk? Atau kamu sedang bersembunyi dari kejaran polisi?” cibir Mark mengingat jika sahabatnya adalah seorang mafia.“Itu salah satu alasannya. Tapi, alasan terpenting adalah aku ingin merawatmu.”Jawaban Felix sukses membuat Mark terkekeh.“Merawatku? Terdengar menyeramkan. Baiklah, kamu boleh tinggal di sini sesuka hatimu. Selama yang kamu mau, bebas.” Mark memberi izin Felix.Tentu saja, mereka sudah mengenal sejak kecil. Jadi tidak ada alasan bagi Mark untuk menolak Felix. Apalagi selama ini Felix selalu menjadi penurut dan suka rela membantu bisnis Mark. Meskipun Felix nakal dan suka berbuat onar, sifat aslinya sangat baik dan ramah.“Bolehkah aku meniduri istrimu?” canda Felix.“Tidak boleh,” jawab Mark tanpa berpikir.Jujur Felix agak terkejut mendengar jawaban tak terduga dari Mark. Pasalnya, selama ini Mark sama sekali tak keberatan berbagi wanita dengan Felix.Apakah karena Lusi sudah menjadi istri?“Apa bedanya istri sama pacar? Kupikir sama saja,” cetus Felix kebingungan.“Kamu akan tahu bedanya kalau sudah menemukan wanita yang cocok untuk kamu jadikan seorang istri,” tutur Mark.Felix terheran melihat Mark sok bijak mengenai hubungan percintaan.“Jadi, kamu memilih sendiri Lusi untuk kamu jadikan istri?” tanya Felix menelisik.Mark menjawab tidak. Hal itu membuat Felix bergidik dan tidak ingin membahas lagi soal hubungan percintaan. Toh, hingga detik ini, Felix masih tidak percaya dengan yang namanya cinta tulus dari seorang wanita. Baginya, semua wanita sama saja. Hanya menginginkan kepuasan dan uang.***Sudah tiga hari Felix tinggal di kediaman Mark. Hampir setiap saat dia menyaksikan betapa telatennya Lusi merawat Mark. Pantas saja Mark tidak ingin berbagi.Tunggu dulu, bukan Felix namanya kalau tidak berbuat ulah.“Masak untukku juga, jangan hanya masak buat suamimu saja. Kamu juga harus menjamu tamumu,” ujar Felix saat sudah berada di samping Lusi yang sedang memasak.Lusi bingung, tiba-tiba Felix memintanya memasak. Padahal Felix sendiri yang tak mau makan jika bukan koki profesional yang memasak.Karena Lusi orangnya tidak tegaan, apalagi melihat wajah Felix yang murung. Akhirnya mulai sekarang Lusi memutuskan akan memasak makanan untuk Felix.“Berapa usiamu? Jangan dijawab dulu, biarkan aku menebaknya,” tukas Felix menyentuh dagunya. “Kamu berusia tujuh belas tahun?” tanyanya.Lusi menggeleng pertanda jika jawaban Felix salah.“Aku sudah berusia dua puluh satu tahun,” jawab Lusi tersenyum tipis.“Wajahmu tidak seperti berusia dua puluh satu tahun. Kulitmu juga sedikit cokelat, seperti buah sawo. Sangat indah.” Felix buru-buru menutup bibirnya rapat. Entah mengapa kalimat bernada pujian itu meluncur begitu saja dari bibirnya.Bukannya merasa senang dipuji pria tampan, Lusi malah merasa risih. Seharusnya dia tidak mengenakan pakaian yang menunjukkan lengannya. Karena merasa tidak nyaman, Lusi segera menyelesaikan memasaknya.“Mulai besok aku bakal masak buat kamu juga,” ujar Lusi membawa nampan makanan ke kamarnya.Sampainya di kamar, Lusi langsung menghampiri suaminya yang sedang asyik mendengarkan musik klasik.“Maaf ya aku sedikit lama, soalnya aku harus memisahkan semua duri dari daging ikannya. Biar kamu nyaman makannya,” tutur Lusi mulai menyuapi suaminya.“Tidak masalah. Ah ya, apakah uang yang kukirim untuk ayahmu kurang?” tanya Mark.“Tidak kurang. Malah lebih dari cukup. Terima kasih, Tuan. Kamu baik banget. Semoga dengan uang yang kamu berikan. Bapakku bisa dirawat dengan baik,” harap Lusi. Matanya sudah berkaca-kaca.“Jangan menangis,” pinta Mark menyadari jika tangan istrinya bergetar. “Kalau nangis terus nanti matamu bisa mengering,” tambahnya.“Aku engga menangis kok, aku gak mau mataku mengering!” seru Lusi panik.“Menggemaskan.”BERSAMBUNGMark berjalan memasuki ruang keluarga. Dia membawa beberapa berkas di tangannya. Kedatangan Mark membuat Ibu Tutik dan Dini sedikit tegang. “Maaf menunggu,” ucap Mark duduk di sofa tunggal. “Aku tidak suka basa-basi, jadi langsung saja. Maksudku mengundang kalian berdua adalah, aku ingin memberi tahu kalian bahwa, semua aset tidak bergerak milik Lusi, telah berganti nama menjadi milik kalian berdua. Aku membaginya seadil mungkin.” “Maksudnya? Aset apa?” tanya Dini tidak mengerti. “Aku membeli banyak tanah, dan bangunan atas nama Lusi. Sekarang, seluruh tanah dan bangunan tersebut telah berganti nama menjadi milik kalian berdua,” jelas Mark. Dini dan Ibu Tutik sangat terkejut. Mereka berdua sampai tidak bisa berkata-kata lagi. “Kenapa? Itu ‘kan milik Lusi, Kenapa diberikan kepada kami?” tanya Ibu Tutik menundukkan kepala. “Anda berhak memilikinya, Ibu. Berkat kebaikan hati, Ibu yang mengizinkan Lusi ikut bersamaku di Inggris,” jawab Mark bersuara lembut. “Maksudku, kami tidak per
Mark tersenyum puas karena telah berhasil membalas perbuatan Nyonya Maria dan Aldo terhadapnya. Sebenarnya, hal seperti ini tidak disenangi oleh Mark. Apalagi sampai harus mengorbankan banyak waktu dan uang. Benar-benar bukan tipe Mark. “Kasihan Nyonya Maria dan Tuan Aldo, mereka harus tidur di penjara. Tetapi, aku gak menyangka, Nyonya Maria yang menghilangkan nyawa Ningsih. Mengapa harus begitu sih jadi orang?” Lusi menggelengkan kepala mengingat perbuatan Nyonya Maria. “Pada akhirnya, semua akan mendapatkan balasan, sesuai dengan yang mereka perbuat,” balas Alex. “Tumben, Mister Alex pintar?” kata Lusi polos. “Aku memang pintar, hanya berpura-pura bodoh saja,” sahut Alex tidak mau ambil pusing. “Sayangku, kamu sudah siap tinggal di Inggris?” tanya Mark menarik perhatian Lusi. “Kita bakal pergi ke Inggris?” Bukannya menjawab, Lusi malah balik bertanya. “Aku ‘kan lagi hamil, emangnya boleh naik pesawat?” tanya Lusi. Lusi menyentuh perutnya yang telah membuncit. Sudah sembilan b
Nyonya Maria menjalani kehidupannya di dalam penjara dengan penuh kehampaan. Dia sangat sedih melihat tangannya tidak dihiasi perhiasan. Nyonya Maria juga mengeluh dengan kondisi kulitnya yang kusam, dan tidak bersih. Keadaan sel yang begitu jorok juga membuat Nyonya Maria sering mengalami demam. “Ada yang ingin bertemu denganmu, keluarlah,” pinta Petugas Polisi meminta Nyonya Maria keluar dari dalam sel. “Bertemu denganku? Siapa?” tanya Nyonya Maria heran. “Nanti kamu juga tahu.” Begitu sampai di ruang temu. Nyonya Maria ingin kembali ke dalam sel. Namun petugas polisi malah menyuruhnya untuk duduk di kursi. “Tatap aku, Madam,” kata Mark tidak senang melihat Nyonya Maria menundukkan wajah. “Kamu mau mengejekku? Aku gak ada waktu buat dengerin ocehanmu,” cetus Nyonya Maria memberanikan diri menatap mata tajam Mark. “Aku tidak suka mengejek orang yang tidak berdaya,” balas Mark menyeringai. “Aku hanya ingin menanyakan perihal keadaanmu saja. Apakah kamu baik-baik saja? Sepertinya
“Dengan kamu yang mengatakan terima kasih, apakah tugasku sudah selesai?” canda Miky.“Sayang sekali, tugasmu belum selesai. Aku masih membutuhkan bantuanmu,” jawab Mark.“Aku senang mendengarnya,” balas Miky.Mark tersenyum tipis kemudian melihat jam berwarna perak di tangan sebelah kanan. Rupanya jam telah menunjukkan pukul sebelas malam, sudah terlalu larut untuk Mark yang biasanya tidur di jam delapan atau sembilan malam.“Miky, pergilah tidur. Jangan terlalu sering bergadang. Sayangi juga tubuh mudamu, sebelum kamu menyesal sepertiku.” Mark memberi sedikit wejangan kepada Miky.“Apa yang kamu sesali di waktu muda? Boleh aku mengetahuinya?” Karena kalimat Mark, Miky jadi penasaran.“Aku menyesal karena terlalu sering bekerja, tanpa memedulikan kesehatanku. Sekarang aku sudah tua, jadi sedikit merasakan akibat dari kurangnya aku mengatur pola tidur,” jelas Mark menepuk pelan pundak Miky. “Aku pergi tidur dulu. Besok akan ada pertunjukkan yang menakjubkan. Memikirkannya saja, membuat
Mark tidak mungkin membiarkan Aldo hidup tenang di dalam penjara. Mark sengaja menyewa seseorang untuk mengerjai Aldo selama berada di dalam penjara. Keputusan Mark terbukti ampuh, Aldo tak berhenti berbuat kericuhan di dalam sel. Hal tersebut akan membuat Aldo kesulitan untuk mendapat keringanan hukuman. “Dia duluan yang menyenggolku! Dia menghinaku!” teriak Aldo keras. Kalimatnya ditujukan kepada seorang pria suruhan Mark. Para petugas sudah tidak memercayai Aldo lagi, karena Aldo telah terbukti mengalami depresi. Mereka menganggap jika sikap tidak menentu Aldo akibat dari penyakit Aldo. “Lepaskan aku! Kalian harusnya menangkap pria jelek itu!” Aldo berusa melepaskan diri dari genggaman para polisi. Polisi menyeret Aldo menuju sel tunggal. Mereka benar-benar memperlakukan Aldo dengan tidak baik. Sedangkan Aldo hanya bisa mencerocos tidak jelas ketika pintu sel tertutup rapat. *** “Aldo, pasti sangat menderita sekarang,” kata Mark berjalan mendekati Nyonya Maria. Melihat kehad
“Lusi menyewa tim audit untuk memeriksa keuangan perusahaan Asia Victory Grup? Yang benar saja, memangnya siapa Lusi?” tanya Nyonya Maria seperti tidak percaya dengan ucapan Bobi. “Apakah anda tidak tahu? Nona Lusi adalah pemegang sembilan puluh persen saham Liba Company,” kata Bobi. Nyonya Maria dan Aldo sangat terkejut mendengar pernyataan Bobi. “Bukankah, pemilik saham dari Liba Company adalah Mark Junior George?” tanya Aldo nyalang. “Tuan Mark tidak memiliki sepersen pun saham Liba Company. Tuan Smith, selaku pemilik Liba Company, telah menyerahkan seluruh hak perusahaan Liba kepada Nona Lusi. Tuan Mark adalah orang yang menjalankan Liba Company. Astaga, ternyata kalian baru mengetahui fakta ini. Aku pikir, kalian sudah mengetahuinya sebelum aku tahu.” Bobi sedikit meledek Nyonya Maria dan Aldo. Mengetahui kenyataan itu, Nyonya Maria terlihat memendam rasa kesal. Bagaimana bisa dia selama ini begitu santai. Nyonya Maria merasa sangat bodoh. Mark pasti memanfaatkan kewarganegar