“Karena kau Anggota Keluarga Kekaisaran, bagaimana kau akan memutuskan masa depanmu?” Xue Ningyan bertanya. Lengang. “Aku mendengar sebuah berita dari vila Selatan Pangeran Pertama. Karena kau adalah saudara kembarnya, A-Qi, apakah kau pernah berpikir untuk berjalan ke arah yang menuntunmu bertemu Baginda Kaisar sebagai putranya?” “Atau mungkinkah …, kau pernah berambisi untuk mendapatkan kembali apa yang seharusnya kamu miliki?”“Ataukah aku adalah orang yang sudah membuat harapan terbesarmu hancur berkeping-keping dengan sia-sia?” Shen Qi terdiam seribu satu bahasa. Dia menatap Xue Ningyan dengan tatapan serius. Dia menggenggam kedua tangannya. “Apakah kau senang karena aku seorang pangeran?”Xue Ningyan tidak langsung menjawabnya. “Apa yang ingin kau dengar dari mulutku, A-Qi?”“Katakan apa pun yang kau inginkan. Apakah kau senang karena aku adalah pangeran?”“Aku senang.” “Meski aku hanya pangeran rendahan yang bahkan tidak diakui sebagai keluarga kaisar?” “Aku ….”“Meski
Xue Ningyan menggapai wajah asli Shen Qi dengan tangannya yang gemetar. Air matanya mengaliri pipinya. “Aku tidak menyangka ini yang akan terjadi setelah aku mengetahui identitasmu, Wangye.” Shen Qi menggenggam pergelangan tangannya, “Namaku Shen Qi.” “Kau sungguh telah berubah, berubah ke arah yang membuatku semakin mencintaimu.” Xue Ningyan memeluknya dengan erat. “Kau tidak keberatan karena suamimu memiliki wajah yang buruk rupa seperti ini?” Shen Qi balas memeluknya. “Tidak, sungguh, justru aku merasa bahagia telah menemukan kembali pria yang telah mewarnai hidupku yang sepi itu.” Xue Ningyan tersenyum bahagia. “Terima kasih karena masih hidup, Shen Qi. Aku sangat senang, sungguh.” Xue Ningyan mengusap kedua pipi Shen Qi dan mencium bibirnya sekilas. “Kau …, tidak merasa bahwa wajahku sangat menjijikkan?” Shen Qi meraih kedua tangan Xue Ningyan, tatapan matanya terlihat putus asa, rasa malu dan tidak mampu menghadapi masa depan bercampur menjadi satu. Xue Ningyan memelukny
Dua hari setelah itu, Xue Ningyan mengajak Shen Qi kembali ke rumah. Tentunya, dia berharap Qin Wanzhi mau mengikuti mereka juga. Qin Wanzhi berkata, “Kalian pulang lebih dulu saja, nanti Ibu menyusul.”“Kenapa tidak bersama-sama saja?” tanya Xue Ningyan. “Suamimu kan sibuk bekerja, Nak. Ibu mungkin baru bisa pergi besok atau bahkan lusa. Tidak perlu khawatir, Ibu akan pergi dengan pelayan Ibu, tidak sendirian.” “Baiklah …,” Xue Ningyan mengangguk pelan. Shen Qi merangkul pundaknya, “Ibuku orangnya sangat bisa diandalkan, tahu.” Xue Ningyan tersenyum, “Tentu saja aku tahu.” “Hati-hati, ya …!” Qin Wanzhi melambaikan tangan saat kereta kuda Shen Qi sudah bergerak meninggalkan halaman rumahnya. Xue Ningyan melongok dari jendela, tersenyum dan balas melambaikan tangan. “Ibu terlihat lebih gembira dari sebelumnya, ya.”Shen Qi terkekeh, “Bukankah itu semua adalah usahamu?” Xue Ningyan kembali duduk tenang di hadapannya, bersandar pada dinding gerbong dan mengusap perutnya. “Iya, ak
Sorenya, Qin Wanzhi membawa putra dan menantunya ke kuil untuk mendoakan Shen Qi yang telah meninggal dua puluh tahun lalu. “Jasadnya dimakamkan di rumahnya, panti asuhan tempatku mengambil hak kehidupannya.” Qin Wanzhi tersenyum tipis. “Selama lima tahun bersamaku, aku tahu anak itu sangat bahagia. Senyumnya terlihat indah dan aku selalu memanjakannya seperti putra kandungku sendiri.”“Tapi Dewa tidak mengizinkanku merawatnya lebih lama …, aku bersyukur dengan waktu yang telah kuhabiskan bersamanya.”Xue Ningyan mengamati Qin Wanzhi yang mengatakannya seolah itu adalah penyesalan terbesar dalam hidupnya. “Ibu, bukankah sekarang Ibu juga memiliki putra dan berhasil merawatnya hingga dewasa?” Xue Ningyan angkat bicara. Qin Wanzhi menatapnya, “Ningyan ….”“Ibu tidak harus membuat diri sendiri terjebak dalam penyesalan. Ibu sudah memiliki kebahagiaan Ibu sendiri. Ibu merawat suamiku dengan baik sejak kecil. Jangan pernah merasa bahwa Ibu telah merenggut kehidupannya. Karena dia hidup
Dengan cerita yang sangat panjang itu, semuanya sudah sangat jelas. Shen Qi yang diadopsi Qin Wanzhi dua puluh lima tahun lalu, sudah mati saat usianya menginjak lima tahun. Dan Qin Wanzhi membawa Wangye, korban kecelakaan kereta kuda itu ke rumahnya untuk berperan sebagai pengganti Shen Qi, menjalani kehidupan sebagai Tuan Muda Keempat hingga dua puluh tahun kemudian. Xue Ningyan sudah mengerti semuanya dan keraguannya sudah berakhir. Ia menatap Shen Qi yang hanya menunduk di sebelahnya. ‘Apakah Ibu tahu kalau anak yang dipungutnya ini adalah anak kandung Baginda Kaisar yang sengaja dibuang?’ Sejak mendengar cerita itu, yang dipikirkan olehnya hanyalah hal itu. ‘Aku sangat bersyukur karena kau tidak mati, Wangye. Kau adalah suamiku saat ini, aku sangat bersyukur kita tidak berpisah lama. Aku sangat bersyukur karena aku memaafkanmu hari itu.’ Xue Ningyan menghela napas, tangannya bergerak menyentuh pipi Shen Qi. Pria itu sedikit tersentak dan menggenggam tangan Xue Ningyan seola
Suasana di rumah pagi itu terasa lebih suram. Qin Wanzhi duduk mengelilingi sebuah meja bersama Shen Qi dan Xue Ningyan. Setelah mengatakan bahwa Xue Ningyan melihat papan arwah dengan nama Shen Qi di dalam lemari kamarnya, Qin Wanzhi tidak berniat menghindar lagi. Dengan keyakinan hati yang dikumpulkan sepanjang malam, Qin Wanzhi mulai menceritakan semuanya dengan jelas dan terperinci. Tiga puluh tahun yang lalu, tepatnya lima tahun sebelum kedatangan Shen Qi, Qin Wanzhi dinyatakan mandul oleh Tabib Kediaman Shen. Sebagai istri sah Menteri Keuangan, berita tentang Qin Wanzhi yang tidak bisa memberikan keturunan itu mengguncang seluruh kediaman. Ada yang segera menyarankan bahwa Tuan Menteri harus segera mencari istri baru, ada yang mengatakan bahwa istri yang mandul tidak mendapat kewajiban untuk mengemban tugas sebagai Nyonya rumah. Ada pula yang menyarankan untuk mengadopsi seorang anak untuk memancing kehamilan. Tapi itu tidak bisa dilakukan karena Tabib menegaskan bahwa Qin