Share

13. Pesan Mertua

Pagi hari, di hari yang telah ditetapkan oleh ibuku, setelah subuh, rumahku sudah sangat ramai. Ada beberapa orang yang keluar masuk kamarku. Seorang perias dan petugas yang membantuku memakaikan pakaian yang akan kupakai nanti saat akad nikah. Ya… hanya akan ada akad nikah, tak akan ada respesi. Pak Reza juga mau pernikahan anak satu-satunya sederhana. Enath kenapa seperti itu.

Ada seorang pria yang membantuku memakai pakaian melayu dengan aksen bordir, sebuah adat pernikahan di sini. Ia melilit sarung dengan sangat rapih dan memakaikanku peci yang diberi beberapa bordir putih melati. Aku diberi wewangian dari dupa yang harum, aku diasapi. Lucu memang… tapi menurut ibuku dengan cara ini harumku akan berbeda.. dan akan lebih tahan lama. Aku jadi termenung, sambil menunggu proses pengasapan ini selesai, kesan pertamaku saat melihat gadis itu beberapa hari yang lalu, lucu... imut dengan fisik berisi… padahal aku sering melihat close-up wajahnya dari akun sosial medianya, tapi sekilas saat kulihat ia secara langsung kemarin. Ia memiliki detail wajah yang lebih menggemaskan. Ia lucu dan imut dengan caranya sendiri. Wajahnya dan raut matanya terlihat berpikir serius, tapi her lips sedikit mengerucut dan pipinya yang gembul. Ia terlihat lebih gemuk di dunia nyata. Posturnya juga lebih berisi, tapi ia dengan sangat percaya diri dan memakai pakaian yang memang sangat cocok di posturnya.. membuat penampilannya terlihat mempesona. Walaupun kalau ia pergi ke Seoul.. pasti akan di judge kegemukan.

Setelah semua persiapan selesai, aku diminta turun. Acara pernikahan akan segera dimulai. Kalau berdasarkan adat di sini. Sang mempelai lelaki akan melakukan akad pernikahan sendiri, lalu begitu sah dan dinyatakan resmi menjadi suami-istri.. baru sang pengantin datang. Entah adat mana yang akan dipakai.

Acara dibuka dengan pembacaan ayat suci dan pembacaan maulid. Aku mendengarkan dengan khusyu, aku melihat di kejauhan. Di bagian terdepan para keluarga perempuan. Ibuku yang rambutnya tertutup kerudung beberpa kali meneteskan air mata. Ah.. ibu pasti sedang sangat bahagia. Di sebelah kananku Salim juga telah berpakaian adat. Ia memakai pakaian koko dan sarung serupa denganku namun tak berwarna putih. Ia terlihat lebih kalem dan berbeda, karena setiap harinya ia memang bergaya seperti seorang bisnisman.

Saat pengikraran akad. Pak Reza yang berpakaian koko berwarna krem duduk di depanku, di saksikan penghulu dan beberapa pemuka agama sebagai saksi. Ia menyodorkan tangannya yang kujabat mantab. Dan aku mengikrarkan kalimat itu. Kalimat yang berarti sebuah janji.. sebuah ikrar yang disaksian semua penghuni langit… yang membuat langit terbelah karena perjanjian ini disaksikan ribuan malaikat langit. Moment dimana semua doa diijabah. Moment berpindahnya pertanggungjawaban seorang insan dari ayahnya menjadi berada di pundakku. Seorang gadis bernama Faiza Suseno sekarang sudah resmi menjadi istri dan berada di bawah tanggung jawabku. Kami sudah sah menjadi suami-istri.

Doa di lantunkan, aku duduk di tempatku semula, sambil mengamini doa yang diucapkan. Aku berdoa dalam hati dengan sangat khusyu. Semoga ini adalah pernikahanku yang terkahir, dan bisa membuat bahagia orang tuaku… dan menjadikan kebahagiaanku dan istriku ke depannya. Sebuah keluarga yang indah dan bahagia.

Ibu dan seorang bibiku berdiri dan berjalan menaiki tangga. Pasti mereka sedang menyusul sang pengantin perempuan, istriku. Istriku yang hanya kukenal melalui sebuah sosial media.

Tak lama ibu dan bibiku turun menggandeng seorang perempuan berkerudung peach dan bermahkota. Ia mengenakan sebuah baju melayu berwarna peach dan berbordir indah. Saat kakinya menapak tangga terakhir aku menundukkan pandangan. Saat ia turun dari tangga tadi, aku melihat raut wajahnya yang gugup.. ia menunduk. Mungkin gadis itu sangat takut dan grogi dengan kejadian ini. Aku tersenyum kecil.

Salim mencolek bahuku, ia berbisik.

“Berdiri… pengantinmu sudah datang!” Aku menuruti perintahnya. Pandanganku langsung beradu dengan Pak Reza. Ia tersenyum lebar kepadaku. Ia menggandeng tanganku dan berbisik.

“Faiza adalah satu-satunya hartaku di dunia ini.. jagalah ia, aku percaya dengan kamu Ben.” Bisiknya aku hanya mengangguk dan  mengaminkan ucapan bapak mertuaku. Semoga aku bisa menjadi apa yang diinginkan oleh ayah mertua dan ibuku.

Pak Reza menuntun tanganku dan membuatku beridiri berhadapan dengan Faiza. Ia terlihat manis dengan warna peach, ada polesan make-up yang natural menjadikannya terkesan lebih dewasa. Ia memang sudah dewasa… tapi memang wajahnya terlihat sangat kekanakan. Ia menunduk, lipstiknya yang berwarna merah menyolok membuat pandanganku tertuju pada her lips yang ranum.

Aku memasangkan sebuah cincin dan menyerahkan mas kawin berupa uang sebesar 100$ dan seperangkat alat sholat kepadanya, ia menyerahkan dua buah kotak berbungkus cantik itu kepada bibiku yang berdiri di sampingnya. Beberapa bibiku bersorak, “Ayo pengantin cium tangan dulu sama suami!” Beberapa bersiul nyaring. Aku menoleh ke arah asal suara, siulan itu ternyata dari Salim, adikku. Aku menggeleng, dasar bar-bar.

Pak Reza menuntun Faiza untuk mengecup tanganku untuk pertama kali. Ini adalah kontak fisik pertama kami sebagai suami-istri. Sang fotografer meminta untuk diperlama.. adengan mengecup tangan agar ia bisa mengabadikan kejadian ini. Lalu ada yang berbisik dan member kode untukku mengecup kening pengantin, yang dengan santai kuturuti. Berbeda dengan diriku yang sangat santai… perempuan di depanku terlihat mematung saat aku mendaratkan kecupan di dahinya yang separuh tertutup kerudung berwarna peach. Hah.. hanya ciuman dahi ia sudah begini.. bagaimana dengan…

Ah ya. Aku baru sadar. Walaupun gadis ini tinggal di Sydney sangat lama… dan menempuh pendidikan di negara bebas.. ia membatasi pergaulannya sendiri, bahkan dari yang kutangkap.. ia belum pernah sama sekali berpacaran. Benarkah?

Ia pernah mengatakannya di salah satu video di sosial medianya, cita-citanya setelah lulus adalah berpacaran dengan bule. Well… congrats princess… kau bahkan sekarang menikahinya. Karena dalam kata bule.. berarti orang asing, aku sebagai warga negara Brunei sudah bisa dikategorikan bule kan? Aku tersenyum kecil.


Ia melirik ke arahku. Manik matanya bundar dan membesar saat melihatku tersenyum ke arahnya. Lucu sekali.


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status