Home / Romansa / Dipandang Rendah Mertua / Tak Direstui Ibunya

Share

Tak Direstui Ibunya

Author: Ashya Khoir
last update Last Updated: 2021-09-16 17:50:22

POV. Doni

   "Ibu maunya, kamu cari istri yang setara dengan keluarga kita Doni!" Ucap Ibu. Aku sontak kaget mendengar ucapan Ibu.

  "Lihatlah, kakakmu, Pegawai Negri dan suaminya Pejabat kaya raya, adikmu Dokter, dan nanti pasti pacarnya juga bidan, masa depan cerah! Masa tua Ibu nanti, Ibu yakin, mereka mampu mengurus Ibu dengan baik. Kamu seharusnya mencontoh saudaramu, kalau cari calon istri yang menjanjikan masa depanmu! Jangan malah mencari calon istri orang biasa, kerjaannya serabutan, mana mampu mengurus Ibu dan bapak ketika nanti sudah tua!" Tegas Ibu, melanjutkan ucapannya tadi. Sembari merapihkan piring di atas meja makan, seusai makan siang bersamaku.

   "Bu, seharusnya Ibu lihat aku.

Aku bukan siapa-siapa... Aku juga pengangguran, aku bukan seperti kakak dan adik yang Pegawai Negri ataupun Dokter .

 Biarlah, aku cari calon istri sesuai kriteriaku, lagi pula, Fatimah itu Kuliah jurusan Akuntansi dan aku jurusan Tehnik, jadi setara denganku, justru, Fatimah jauh lebih mandiri dibanding aku... Fatimah punya pekerjaan, punya penghasilan, sedangkan Aku, hem_ hanya pengangguran... syukur-syukur Fatimah mau nerima aku apa adanya. Fatimah juga perempuan baik, mandiri, masih muda mampu membiayai kuliahnya sendiri, beli kendaraan sendiri, nyari makan sendiri. Kita lihat sisi kebaikan dan kemandiriannya, saja, Bu... Jangan terlalu berambisi mencari menantu yang setara dengan Kakak atau Adik..." jawabku, lembut. sambil ku dekati Ibu yang sejak tadi menatapku, dengan wajah masam.

   "Aku merasa cocok dengan Fatimah... Aku ingin kearah yang lebih serius dengannya, Setelah menikah, kami akan menjalankan bisnis bersama... Ibu percaya saja, takdir kedepannya siapa yang tahu. Bisa jadi kelak dengannya aku justru bisa sukses. Doakan aku bahagia dengan Fatimah, Ya, Bu... Aku pulang kampung untuk membicarakan semua ini sama ibu, kumohon Ibu merestui, demi aku, ya..." Pintaku, sembari mengusap lembut tangan Ibu.

 "Ah, terserahmu saja, Doni! Ibu tetep gak mau ketemu sama pacarmu, Fatimah Fatimah, itu!" Jawabnya seraya beranjak masuk ke dalam kamarnya, dan meninggalkan tumpukkan piring kotor, yang sejak tadi belum sempat ia cuci, karena serius berdebat denganku.

***

   Ketika sudah masuk dibulan Agustus , 

saat yang dinanti-nanti akhirnya tiba, yakni wisuda Kak Doni. 

   Keluarga, beserta orang tuanya, akan datang menghadiri wisuda itu.

Kak Doni berjanji akan mengenalkanku dengan Orang Tuanya besok siang.

   Namun, keesokkan harinya, ketika aku sudah mandi dan sudah siap untuk dijemput, tiba-tiba saja dia membatalkan janjinya, dan mengirim pesan kepadaku. kamipun saling berbalas pesan.

   [Maaf, Dek, kita gak jadi ketemuan, karena ibu gak mau, ibu mau tidur mungkin kelelahan, kita ketemuan aja besok sabtu, saat hari H wisuda Kakak, ya, Dek. Jangan lupa Kakak minta tolong, cariin rental mobil untuk wisuda kakak, bapak ibu gak bawa mobil karena masih di servis. Kakak gak sempet, sekarang mau cari jas sewaan buat Bapak dan jasa salon buat ibu sebelum acara wisuda.]

.....

   [Yaudah, Kak, gak papa. Ok, aku cariin rentalan mobil, Sabtu, aku berangkat langsung bareng mobil rentalannya. Kakak nunggu aja di rumah Kakak, ya. salam untuk Keluarga Kakak semua...] 

.....

  [Ok Dek, makasih ya , udah banyak bantu Kakak. I LOVE YOU] 

.....

   Aku, memang senang membantu kak Doni, karena aku merasa dia adalah laki-laki yang selama ini aku cari. Laki-laki yang baik, yang suka membantuku, menemaniku kemanapun, mengantarkanku ke kampus, bahkan kemanapun, saat aku butuh bantuan, dia selalu mau membantuku. 

   Memang kak Doni belum bisa seperti laki-laki lain, yang mentraktir pacarnya, membelikan hadiah berbentuk materi, atau memberi kejutan hadiah lainnya. Tapi dia mau menolongku, dengan tenaganya, dengan pikirannya, perhatiannya dan kepeduliannya.

   Aku, sama sekali gak melihat kearah harta calon imamku. Aku hanya ingin laki-laki yang bersamaku, laki-laki yang baik, setia , bertanggung jawab, dan selalu menyayangiku apapun keadaannya dan itu ada pada diri kak Doni. 

   Ketika kami memutuskan untuk bertunangan dan menikah, aku sama sekali belum pernah menginjang daerah asalnya. tidak tahu seperti apa kondisi keluarganya didaerahnya. sebenarnya bagiku mau Dia kaya ataupun miskin itu tidak penting. karena aku hanya melihat dari kebaikannya selama ini, bukan pada hartanya. Itulah yang selalu ku tanamkan dalam hati.

***

   Sabtu pagi, aku, sudah berada didalam mobil rentalan menuju rumah kak Doni, tak lupa, aku bawakan oleh-oleh kue bolu coklat dan cemilan, dari toko roti ternama, untuk buah tangan. Aku benar-benar tidak mau mengecewakan keluarganya. 

   Setibanya disana, aku disambut keluarganya, dan bersalaman dengan semua. Karena waktu sudah sangat mepet, tanpa basa basi, kami langsung bergegas berangkat, menuju kampus tempat acara wisuda di gelar.

   Sesampainya dikampus, aku bercengkrama dengan Pak Yansah Bapaknya kak Doni. Pak Yansah sangat asyik, sejak tadi selalu mengajakku mengobrol, bahkan Ia mengeluarkan Ponselnya dan memotretku bersama istrinya.

Sepertinya Pak Yansah baik dan ramah orangnya. Sedangkan, Ibu Yana sedari tadi hanya diam, tak tertarik mendengarkan obrolan kami , dan hanya memandang dipanggung melihat kegiatan wisuda.

  Sembari menunggu acara wisuda selesai, aku mencari warung untuk membelikan minum untuk Orang tua Kak doni. Kasihan lama menunggu acara wisuda, sudah pasti haus.

Setelah mendapat air mineral botol, aku bergegas kembali bergabung ke tempat duduk Orang tuanya, aku tawarkan minuman dan mereka pun mau.

Kemudian aku bukakan tutup botolnya, dan aku berikan 1 untuk Bapak Yansah dan satunya untuk Ibu yana, mereka pun kompak bilang terimakasih.

  Seminggu setelah acara wisuda, Ibu Yana menelponku dan menanyakan keseriusanku untuk menikah dan mengutarakan rasa keberatannya, untuk menyetujui rencana Aku dan kak Doni, dengan berbagai alasan.

***

   Dibulan September, tiba-tiba ada kabar baik dari kak Doni. Menurutnya, keluarganya akan melamarku. Aku sangat bahagia mendengarnya. Kak Doni pun sangat bahagia.

   Namun, kelanjutannya tidak ada kabar lagi, Tanggal pastinya pun masih belum jelas. ternyata dari situ aku paham keluarga Kak doni masih berat menerimaku. Bahkan mereka tidak sudi mengeluarkan biaya untuk acara pertunangan kami. 

   Entah, apa masalahnya, sebegitunya tidak menyukaiku. Aku belum paham saat itu, namun lama kelamaan aku mengerti, saat kak Doni keceplosan bilang ibunya ingin dia menikah dengan Dokter , Pegawai Negri atau Bidan.

   Aku sangat sedih mendengarnya. Tapi dia berusaha meyakinkanku, bahwa, dia sangat mencintai aku apa adanya, dan sudah yakin memilihku, untuk menjadi pendamping hidupnya.

   Pada akhirnya aku dan kak Doni berusaha mencari solusi sendiri. Bagaimana caranya agar bisa melangsungkan acara tunangan. Dapat uang dari mana untuk acara lamaran nanti.

Kak Doni dan aku mulai mencari info lowongan pekerjaan untuk kak Doni, dikoran maupun di medsos.

   Lamaran demi lamaran pekerjaan sudah tersebar, tapi tidak ada satupun yang menghubungi, HP Kak Doni masih saja sunyi, tak ada kabar baik sama sekali.

Hari demi hari menanti panggilan kerja, hasilnya tetap Nihil. Karena tidak ada solusi lagi, akhirnya aku ikhlaskan mengeluarkan sebagian uang tabunganku untuk dipakai acara itu, dengan dalih pinjam dulu. Tapi aku ikhlas.

   "yasudah, pakai saja tidak apa-apa" pikirku.

   Acara lamaran digelar sederhana, hanya sebagian kecil keluarga saja.

   Sebulan kemudian, acara pernikahan kami, akan digelar. Keluarga kak Doni awalnya hanya mau membantuku sebesar 1 juta rupiah, aku kaget mendengarnya. Tapi aku paham mungkin mereka tidak menyukaiku, jadi mereka mempersulit semuanya. 

   Entah ada angin apa, tiba-tiba keputusan mereka berubah, ternyata mereka mau membantu biaya pernikahan sebesar 6 juta rupiah, lebih besar dari sebelumnya. Ya Jujur untuk ukuran pernikahan dipusat kota dan serba menyewa seperti halnya menyewa tempat walaupun hanya halaman rumah orang, menyewa alat-alat prasmanan, kursi tamu, tarub, membeli catering masakan untuk menyuguhi tamu keluarga kak Doni, membayar salon seadanya, membeli mas kawin, baju kebaya, dan untuk acara syukuran sederhana, itu sangat amat kurang.Tapi aku berusaha menerima, dan tetap bersyukur.

   Uang tabunganku pun hampir terkuras semua, demi mengurus acara pernikahan sederhana ini, mau sesederhana apapun pernikahan tetaplah membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Apalagi, untuk acara syukuran mengundang Empat puluh orang untuk mendoakan kedua mempelai. Rasanya tidak afdol jika pernikahan tanpa acara syukuran, tidak apa-apa tanpa resepsi, yang penting syukuran tetap di adakan.

   Orang Tuaku, bukan orang mampu, jadi aku tidak bisa bergantung pada mereka, dan sudah Dua tahun belakangan, bapakku, sakit dan sama sekali tidak bisa bekerja. 

Biarlah, aku korbankan jerih payahku. 

Semoga Allah ganti berlipat ganda dikemudian hari. harapku, dilubuk hati.

   Awalnya, keluargaku, ingin acara pernikahan di adakan dikampung, karena dikampung pasti banyak saudara besar yang membantu suka rela, dan tempat maupun peralatan tidak perlu menyewa. Pasti akan lebih murah biayanya. Tapi sayangnya keluarganya keberatan, karena jauhnya jarak dari daerahnya ke daerahku Sepuluh jam perjalanan.

   Pada akhirnya, acaranya diputuskan untuk digelar di kota, meski tanpa keluarga besarku yang lengkap. Acara hanya akan di adakan di masjid, dan di halaman rumah tetangga. 

   Tak apa, seperti inipun, aku tetap bersyukur.

   Aku teringat nasihat diagamaku, Bahwa: "Sebaik-baiknya wanita, adalah yang memudahkan maharnya, dan tidak mempersulit calon suaminya." 

Ya, aku berusaha biasa saja dan tidak menganggap ini masalah. Aku selalu ingat kebaikan Kak Doni sehingga aku belajar untuk ikhlas menerimanya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dipandang Rendah Mertua   Spesial PoV Bapak Mertua

    Episode 18 POV Bapak Mertua...Namaku Pak Yansah, umurku saat ini 60 tahun. Aku bekerja sebagai Petani Sawit. Aku memiliki Empat Orang anak. Dan aku menyayangi semuanya.Saat pertama kali aku mengenal Fatimah, aku sangat senang dan setuju. Fatimah memiliki sifat yang hampir sama dengan anakku Andini. Sama-sama tahu sopan santun dan suka basa-basi terhadapku. Dan mau meladeni setiap aku mengajaknya mengobrol.Mereka berdua juga pantang menyerah, sama-sama perasa dan pengertian. Namun Ke Duanya juga mudah sekali menangis alias sensitif sekali perasaanya. Beda dengan Yesi aku tak pernah sekalipun melihatnya sedih ataupun menangis. Bahkan saat Ia menikah dengan Erik.Aku sebenarnya suka dengan Fatimah tanpa mempersoalkan latar belakang keluarganya. Tapi karena Istriku sangat membenci Fatimah dan setiap hari bercerita tentang ketidak sukaannya terhadap Fatimah. Aku pun jadi bimbang.

  • Dipandang Rendah Mertua   Dihina Karena Belum Hamil

    Episode 17 *** “Kak Doni, aku keluar dulu, ya.” Ucapku pada suamiku yang sedang duduk diteras rumah bersama Bapak Mertua dan Suami mbak Andini. “Lho, mau kemana Dek?” tanyanya penasaran. “Mau ke tempat Mbah Sri, kak. Aku mau urut dulu badanku pegel-pegel, kepalaku agak migrain juga, mungkin masuk angin,” jawabku. “Kakak anter ya, udah minum obat belum Dek ?” tanyanya lagi. “Gak usah Kak, jalan kaki aja deket. Sambil olah raga. Tadi udah minum obat, tapi masih aja kerasa migrain. Mangkanya mau coba urut. Biasanya sembuh. Ibu dan yang lain dimana, Kak?” tanyaku “Pada dikamar Dek, lagi ngobrol kayaknya,” jawabnya memberitahu. Aku menghampiri Ibu kekamar. “Lagi pada ngapain nih, hehe... Ibu, Aku mau pamit bentar, mau keluar dulu ya Bu,” ucapku lembut sambil tersenyum. “Memangnya mau kemana kamu

  • Dipandang Rendah Mertua   Mertua Datang

    Episode 16 "Assalamu'alaikum... Doni, Doni," terdengar suara memanggil dari luar gerbang. "Wa'alaikum salam..." saut kami bersamaan. Kami mengintip dari balik jendela, terlihat Mbak Andini, Suaminya, Bapak, Ibu, Erik, Yesi dan Dua keponakan berdiri menunggu dibalik gerbang. Kami langsung keluar membukakan pintu gerbang mempersilahkan semuanya masuk kedalam rumah. Kami menyalami semua satu persatu. Mbak Andini masih selalu sama melempar senyum ramahnya padaku. "Apa kabar Fatimah, semua sehat, kan," sapanya Mbak Andini padaku. "Alhamdulillah, kami sehat semua Mbak... Oiya, tadi berangkat jam berapa Mbak... " tanyaku basa basi. "Jam 11 malem. Ini Mbak bawain oleh-oleh dari rumah buat kamu. Banyak roti dan kue. Mbak tarok kulkas ya..." ucapnya. Sambil meminta izin untuk meletakkan bungkusan kue kedalam kulkas. "Wah, repot-repot b

  • Dipandang Rendah Mertua   PoV Ibu Mertua

    Episode 15 (POV Ibu Mertua) *** Namaku Ibu Yana, aku istri dari Bapak Yansah. Aku memiliki Empat orang anak Dua Perempuan dan Dua laki-laki. Andini anak pertamaku yang berumur 40 tahun sejak menikah tak lagi tinggal bersamaku. Ia diajak suaminya tinggal di Kota C yang berjarak Delapan jam dari rumahku. Suami Andini adalah orang kaya raya, dia pejabat di Kota C. Sedangkan Andini bekerja sebagai Pegawai Negri. Mereka memiliki 2 anak Putra dan Putri. Kehidupan Andini sangat mapan bersama suaminya. Ia tinggal disebuah Rumah mewah 2 lantai dan memiliki 2 Mobil mewah. Dahulu aku sering menasehati Andini untuk mencari suami yang kaya. Sebenarnya aku menyuruhnya mencari suami Dokter. Namun Ia menolak dan memilih menikah dengan Anak Pejabat. Meskipun begitu aku sangat setuju. Tak masalah menikah tidak

  • Dipandang Rendah Mertua   Bagai Langit dan Bumi

    Episode 14 *** Kami semua duduk dikursi tamu dibawah tarub diluar rumah Yesi. Aku melihat sekeliling rumah Yesi. Menurutku biasa saja. Terlihat seperti Rumah tua yang mungkin berumur puluhan tahun dan sudah terlihat usang. Menuju rumahnya pun jalannya sulit licin dan hanya cukup 1 kendaraan. Masuk kedalam melewati jalan yang rusak yang sangat becek dan melewati kebun karet sejauh 2 kilo. Disitu aku melihat memang acaranya mewah kursi tamunya banyak, dan ada hiburan biduan yang berjoget sekitar 15 biduan. Aku sejak tadi menemani Mbak Luluk diatas kursi rodanya, aku perhatikan orang-orang yakni keluarga Yesi menatap heran kearah Mbak Luluk. Kemudian aku melihat Mbak Andini sedang menemani anaknya bermain di sekitaran kuade panggung pengantin. Kemudian Ia naik keatas panggung pengantin dan mencoba duduk dikursi pengantin bersama anaknya.

  • Dipandang Rendah Mertua   Akad Nikah Adik Ipar

    Episode 13 *** Jam 3 pagi hari sebelum subuh, Kami sampai dirumah mertua.Dan tak lama setelah kami sampai Mbak Andini beserta suami dan ke 2 anaknya pun tiba dirumah mertua. Jadi aku lebih dulu sampainya. Aku bergegas ke dapur untuk membuatkan teh Mbak Andini dan keluarganya. Aku belum istirahatsama sekali. Diperjalanan juga aku tidak bisa istirahat karena kondisi mobil travel sangat berdesakkan. Membuat aku kesulitan untuk beristirahat. Dirumah mertua ada 4 kamar besar dan 1 kamar kecil. Satu yang besar kamar mbak Luluk, Kamar Mbak Andini , Kamar Erik Dan Kamar Mertua. Sedangkan kamar Aku dan Kak doni tidur di kamar kecil yang tidur pun tak bisa lurus harus menekukkan kaki. Tanpa pintu. Apalagi disitu adalah tempat sholat umum. Jadi aku susah untuk berganti pakaian dan sulit untuk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status