Dua Bulan kemudian Rain hari itu merasa ketar-ketir karena Embun masih saja berangkat bekerja. Kehamilan istrinya itu sudah melewati hari perkiraan lahir, tapi belum juga ada tanda-tanda Boo ingin terlahir ke dunia. Alasan Embun bersikeras bekerja hari itu karena ingin menemui sendiri klien yang ak
Embun pun menoleh kebingungan, hingga Aura mendekat dan meraih tangannya Matanya tiba-tiba berkaca-kaca. “Aku minta maaf karena dulu jahat padamu, sebagai ABG labil yang sok berkuasa aku--” “Tidak apa-apa,” potong Embun cepat. Ia balas mengusap tangan Aura, baginya mendengar kata maaf dari gadis ya
“Onty … onty, ya ampun aku harus bagaimana ini?” Una panik setelah mengabari Rain bahwa Embun sakit perut dan mungkin saja akan melahirkan. Remaja itu belutut di depan Embun dan malah bernafas dengan mulut sama seperti yang Embun lakukan. “Huh … hah … huh … hah, nafas onty nafas.” Una merasa perut
“Baby, itu daddy,” ucap Embun dengan senyuman manis. Karena kepalang tanggung untuk memindahkan Embun ke kamar persalinan, akhirnya dokter memutuskan untuk membawa beberapa alat ke sana. Terlebih persalinan itu tidak ada kendala, ibu dan bayinya sehat. Rain mendekat dengan mata yang berkaca-kaca,
“Pertemuan seperti apa yang kalian inginkan, seandainya diberi kesempatan bertemu lagi dengan seseorang yang sangat kalian rindukan?”“Aku? Em …. kalau aku menginginkan pertemuan yang romantis. Di mana aku dan dia sedang berada di sebuah ruangan, dan orkestra dari penyanyi yang paling aku sukai baru
Embun pikir hanya dirinya yang menginginkan parfum edisi terbatas itu, nyatanya antrian di toko parfum lumayan mengular. Gadis itu mencoba menghitung urutan, dia heran melihat orang-orang di barisan depan dan berpikir jam berapa mereka datang, padahal pusat perbelanjaan itu baru buka pukul sepuluh p
6 tahun yang laluIndonesia“Rain sampai kapan kamu mau seperti ini hanya karena seorang gadis?”Skala sampai jauh-jauh datang ke Jogja karena sang keponakan yang tinggal satu apartemen dengan Rain mengabari bahwa putranya itu sudah berhari-hari mengurung diri di kamar dan tak mau berbicara. Dia han
Embun duduk di meja kerja yang berada di kamarnya, matanya menatap layar laptop tapi pikirannya jelas tidak pada pekerjaan itu. Ia memikirkan tentang pertemuannya dengan Rain siang tadi, merasa bahwa Rain sangat berbeda dengan Rain yang dulu. Embun mendesau, “Ayolah Bu, apa yang kamu harapkan? Enam