Share

Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya
Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya
Author: Iestie Adja

1. Kepolosan Bocah

Author: Iestie Adja
last update Last Updated: 2024-02-02 21:31:24

Siang itu sebuah taman kanak-kanak terlihat ramai dengan siswa-siswa yang dijemput oleh orang tuanya. Tawa bahagia dari anak taman kanak-kanak Pelita menghiasi halaman depan sekolah karena bertemu dengan orang tua masing-masing yang telah datang menjemput mereka.

Beberapa mobil dan motor berjajar di halaman parkir sekolah yang luas. Sekolah itu merupakan salah satu sekolah favorit di kota Purworejo.

Satu persatu siswa telah dijemput dan pulang bersama orang tua ataupun wali yang telah menjemput mereka. Tinggal dua anak perempuan yang masih menunggu jemputan di ruang sebelah pos satpam.

“Belum pada dijemput?” tanya seorang guru muda dengan rambut panjang yang terikat rapi.

“Belum Bu Riska,” jawab dua gadis cilik itu hampir bersamaan.

Riska adalah salah satu guru di taman kanak-kanak Pelita. Usianya 22 tahun dan dia termasuk guru yang disukai oleh banyak siswa.

Tiba-tiba sebuah mobil berhenti dan keluar seorang ibu muda yang cantik dari mobil tersebut. Segera satu dari dua anak yang tadi menunggu berlari menghampiri ibu muda tersebut.

“Terima kasih Bu guru, sudah ditemani. Kami duluan, Bu...” Ujar si ibu muda tadi lantas berpamitan pada Riska.

“Iya, mari Bu. Hati-hati...” jawab Riska seraya melempar senyumnya.

Riska kemudian mendekati satu gadis cilik lain yang masih duduk sendiri. Guru muda itu pun kemudian duduk di samping gadis cilik berambut panjang dengan ikatan dua tersebut.

“Arsyana biasanya dijemput siapa, sayang?” tanya Riska lembut pada anak muridnya yang bernama Arsyana itu.

“Sama ayah, Bu guru. Tapi ini pasti ayah lagi sibuk. Bisa juga karena toko ayah sedang ramai jadi belum jemput aku,” jawab gadis kecil bermata indah itu.

“Kakek atau Nenek nggak ada yang bisa jemput?” tanya Riska kembali.

Gadis 22 tahun yang bekerja sebagai guru itu tahu betul jika satu murid yang ada di sampingnya itu sudah tidak memiliki ibu. Namun entah itu ibunya meninggal atau berpisah dengan ayahnya, Riska tidak tahu pasti.

“Nggak. Kakek sama Nenek jauh, aku cuma sama ayah dan budhe Mar. Kalau sore budhe Mar pulang dijemput om Yaya,” jawab Arsyana polos.

“Oh gitu... Kalau begitu tunggu dulu ya. Mungkin sebentar lagi ayah kamu pasti sampai di sini. Kalau nggak tunggu di kantor yuk ikut sama Bu Riska?” ujar Riska mengajak muridnya ikut ke dalam dan tidak menunggu di luar sendirian.

“Ibu Riska baik...” ujar Arsyana sambil menggandeng tangan gurunya.

Riska tersenyum mendapat pujian dari gadis cantik yang selalu bersikap manis itu sambil berkata, “Ayo! Daripada di sini sendirian.”

“Ayo!” jawab Arsya sambil beranjak dari tempat duduknya dengan kegirangan.

Riska kemudian menggandeng gadis kecil berusia 5 tahun itu ikut masuk ke ruang guru bersamanya. Di dalam ruang guru, sedang duduk satu rekan kerjanya yang baru saja selesai menunaikan kewajibannya mengajar anak-anak.

“Arsyana duduk di sini dulu ya. Bu Riska mau kembali ke meja ibu dulu,” ucap Riska meminta gadis cantik dan lucu itu untuk duduk di kursi depan yang biasa digunakan untuk menerima tamu.

“Iya, Bu...” jawab Arsya sambil mendaratkan pantat kecilnya di kursi sudut dari kayu yang terukir indah dan juga elegan yang ada di ruang tersebut.

Riska lalu membereskan semua perlengkapan mengajarnya dan memasukkan barang-barang pribadi miliknya ke dalam tas. Sebenarnya ia sebentar lagi harus keluar dari sekolah karena memiliki janji dengan seseorang yang baginya begitu penting. Namun saat melihat satu muridnya belum dijemput oleh orang tuanya, Riska memutuskan untuk tinggal beberapa saat di sekolah menemani gadis kecil yang kini duduk di kursi tamu ruang guru.

“Itu anak kelas bu Riska ya?” tanya wanita tua bertubuh gempal yang juga sama-sama sebagai guru di sekolah tersebut.

“Iya, Bu Dewi. Tadi pas ngecek keluar ternyata masih ada dua anak yang belum dijemput. Tapi nggak lama yang satu mamanya datang. Nah, tinggal Arsyana sendiri. Daripada nunggu di depan sendirian jadi saya ajak ke sini saja, soalnya satpam juga sepertinya sedang keluar,” jawab Riska pada wanita yang bernama Bu Dewi itu.

“Benar. Kalau nunggu di dekat pos satpam sendiri takutnya ada orang tak dikenal yang justru ajak dia pergi,” ujar Bu Dewi kembali.

Riska mengangguk dan tersenyum menanggapi ucapan rekan kerja yang juga merupakan seniornya di sekolah tersebut. Kemudian Riska berjalan mendekati Arsyana dan duduk menemaninya di depan. Dengan penuh senyum yang menghiasi wajahnya, Riska kemudian duduk di samping gadis kecil itu.

“Arsyana mau minum?” tanya Riska dengan lembut.

Gadis kecil itu tersenyum dan menggeleng perlahan menjawab pertanyaan gurunya.

“Bu Riska cantik,” ujar Arsyana dengan polos.

“Terima kasih. Arsya juga cantik kok,” jawab Riska tersenyum.

Tiba-tiba pintu kantor diketuk oleh seorang laki-laki dewasa dengan kemeja pendek dan celana panjang berwarna hitam. Wajah laki-laki itu tidak terlalu jelek, bahkan menurut para gadis-gadis ABG zaman sekarang bisa masuk ke dalam kategori good looking.

“Permisi bu guru...” sapa pria dengan wajah rupawan dan jambang halus tersebut dengan sopan.

“Iya. Mari silakan masuk Pak,” jawab Riska sambil beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arah pintu.

“Ada yang bisa saya bantu?” tanya Riska kembali saat sudah dekat di depan pria tersebut.

“Saya mau jemput anak saya, Arsyana. Tadi tanya di pos security katanya diajak Ibu gurunya ke kantor,” jawab pria itu dengan sopan.

Di saat yang bersamaan, Arsyana yang melihat ayahnya berdiri di pintu kantor guru segera berlari menghampiri seraya berseru, “Ayah....!!”

Gadis kecil berusia 5 tahun itu langsung menghamburkan tubuhnya dan memeluk tangan ayahnya dengan manja. Iya, laki-laki dengan sedikit jambang halus di wajahnya itu adalah ayah dari Arsyana.

“Bu Riska, ini ayah aku. Ayah aku ganteng nggak, Bu guru?” tanya Arsyana dengan polos sambil memperkenalkan sang ayah kepada guru muda tersebut.

Karena pertanyaan polos muridnya itu, Riska yang masih muda dibuat salah tingkah untuk menjawabnya. Dirinya bingung untuk menjawab apakah harus mengiyakan karena memang tampan atau harus bilang tidak karena sudah ada pria lain yang menurutnya paling tampan untuk dirinya.

“Arsya nggak boleh seperti itu, nak! Nggak sopan,” ujar laki-laki yang kini tangannya digenggam erat oleh Arsyana itu.

“Memangnya kenapa? Kan aku hanya tanya saja. Kalau memang ganteng ya bisa bilang ganteng, kalau memang ayah itu jelek menurut bu Riska kan nanti bu Riska bisa bilang jelek juga,” jawab Arsyana polos.

“Emm, ayah Arsyana ganteng kok. Kan putrinya juga cantik,” jawab Riska tiba-tiba dengan senyuman terukir di wajahnya sembari menatap wajah gadis kecil dengan mata bulat dan indah itu.

“Tuh kan, yah! Ayah itu memang ganteng. Ini buktinya bu Riska juga bilang seperti yang lain,” sahut Arsyana penuh senyum kebanggaan dan melihat ke arah ayahnya dengan sedikit menarik tangan laki-laki tersebut.

Laki-laki bertubuh tinggi dengan badan proporsional itu tampak sedikit malu dengan kepolosan Putri kecilnya. Tak hanya itu, Riska yang juga terlibat langsung dengan perbincangan tersebut tak bisa lagi menahan senyuman karena gemas akan ucapan gadis kecil tersebut.

“Tapi, walau ganteng seperti ini kata ayah nggak ada yang suka sama ayah, Bu Riska,” ujar Arsyana kembali dengan polos sambil menatap wajah gurunya.

“Oh ya?” suara Riska seolah terkejut dengan apa yang dikatakan oleh gadis kecil itu.

“Iya. Kalau bu Riska gimana suka nggak sama ayah aku?” tanya Arsyana kembali.

Kali ini Riska benar-benar dibuat bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh muridnya tersebut. Gadis berusia 5 tahun itu dengan polos menanyakan tentang sesuatu yang tidak semestinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   21. Bu Riska Kesayangan Arsyana

    “Duh, sayang... Bu guru harus pulang ke rumah, soalnya pasti sudah ditunggu orang tua Bu guru,” tolak Riska halus sambil mengusap kepala Arsyana. “Tidak mau! Pokoknya harus ikut! Nanti Bu Riska naik motor di belakang mobil ayah. Janji cuma sebentar saja! Mau ya, bu Riska?” Arsyana merengek dan menatap Riska dengan mata memohon yang membuat hati siapa pun luluh. Bu Nining menyikut lengan Ardian pelan. Beliau memberi kode agar putranya itu ikut membujuk. “Bu Riska, bagaimana? Kalau... Bu guru tidak keberatan,” bujuk Ardian dengan nada lebih terdengar seperti permohonan. Riska menghela nafas pasrah. Dirinya tahu bahwa menolak Arsyana dalam kondisi sebahagia ini akan sangat menyakitkan. Dia akhirnya mengangguk dengan tersenyum yang terlihat dipaksakan. “Baiklah. Tapi hanya sebentar ya. Bu guru cuma mau antar Arsya sampai rumah saja,” kata Riska berusaha memberikan batasan waktu. “Horeee!!” Gadis kecil berusia 5 tahun itu meloncat kegirangan. Dia benar-benar terlihat bahagia dengan

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   20. Ya Ampun, Nak....

    Riska merasakan pipinya memanas dan matanya bergantian menatap Arsyana yang tersenyum penuh harap kepadanya. Sedangkan Ardian menatap heran dan mematung sesaat melihat ke arah sang ibu. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Bu Nining. Akan tetapi wanita tua itu segera menguasai dirinya dan justru tersenyum menanggapi ucapan sang cucu yang ajaib itu. “Aduh Arsya! Pertanyaan apa itu? Jangan aneh-aneh seperti itu dong,” ucap Ardian pelan sembari berjalan ke arah bangsal dengan ekspresi yang mencoba ia tunjukkan santai meski dirinya benar-benar malu. Arsyana mengerucutkan bibir, dan menjawab, “Kok aneh sih, Yah? Kata temen-temen itu, kalau udah suka boleh jadi pacar. Bu Riska kan cantik dan baik, terus Bu Riska juga suka dengan ayah yang baik juga. Jadi ayah sama Bu Riska boleh jadi pacar. Ayah mau ya pacaran sama Bu Riska?” Suasana di ruangan itu mendadak menjadi panggungnya, hanya terdengar suara detak jam dinding. Bu Nining yang tadinya hanya tersenyum maklum kini justru terkekeh pe

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   19. Ingin Bu Riska Datang ke RS

    “Sudahlah, Yan. Kamu tahu bagaimana susahnya membuat anak ini mau makan dan minum obat kan? Kalau dia punya keinginan begini, biarkan saja sesekali kita turuti. Demi dia tidak stres, penyakitnya kan butuh semangat,” ujar Bu Nining tegas dengan suara lirih di dekat telinga anak lelakinya itu. Ada nada prihatin dalam suara Bu Nining. Wanita tua itu tahu bagaimana menjaga mood Arsyana adalah bagian terpenting dari perawatan di awal ini. Ardian akhirnya menghela nafas pasrah. Dia kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Nomor guru muda itu sudah tersimpan rapi sejak beberapa minggu yang lalu. Saat itu ia harus minta izin absen sekolah Arsyana. Dengan sedikit gugup, Ardian mengetikkan pesan kepada Bu Riska. {Selamat sore Bu Riska. Maaf mengganggu waktunya. Ini saya ayahnya Arsana. Arsyana hari ini sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, tapi dia mendadak tidak mau pulang kalau belum dijenguk oleh ibu. Katanya dia mau menunjukkan kalau dia sudah hebat. Apakah Bu Riska ada

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   18. Ingin Tetap di Rumah Sakit

    “Tidak sesederhana itu, pak. Saya belum mengenal dia dengan dekat. Permintaan Arsya itu bukan soal permintaan beli permen yang dengan mudah dapat langsung saya kabulkan. Dia minta bunda, minta ibu yang hubungannya dengan pernikahan. Apalagi yang namanya pernikahan itu hubungannya tidak hanya dua orang saja, tapi dua keluarga besar, lebih dari itu juga perjanjian pada Tuhan. Tidak sesimpel pemikiran Arsya, pak,” jawab Ardi mencoba menjelaskan. “Bapak tahu. Atau... kamu memang sudah ada calon?” Ardian menggeleng dan berkata, “Saya masih belum berani menggantikan Risa di kehidupan Arsya. Dia belum sepenuhnya diingat dan dikenal Arsya, kasihan pak. Kasihan jika nanti Risa justru tidak dikenal Arsya sebagai ibunya, padahal Risa orang yang mengandung dan melahirkan.” Pak Nugraha terdiam. Beliau tidak ingin memaksakan sesuatu pada anak laki-lakinya itu. Laki-laki tua itu pun sadar semua yang dikatakan oleh Ardi benar dan memang masalah pernikahan juga tidak bisa grasah-grusuh dan sembaran

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   17. Rengekan Arsyana

    ‘Ini permintaan apa lagi? Kenapa Arsya selalu mengajukan permintaan yang rasanya tak mungkin untuk aku penuhi,' ujar Ardi di dalam hatinya.  Untuk beberapa saat ayah satu anak itu terdiam bahkan tatapan matanya lurus namun kosong. Ardi mematung dan otaknya berputar dengan pikirannya sendiri karena ucapan sang anak.  “Ayah... Ayah kok malah diam?” desak Arsyana yang berhasil menyadarkan Ardian kembali.  “Eh iya... Gimana sayang?” jawab Ardian setelah tersadar dari lamunannya.  “Bu Riska jadi bundaku ya, yah! Bu Riska ajak tinggal di rumah sama kita. Boleh kan yah?” ucap Arsya kembali.  Ardian terdiam. Ia merasa bingung harus menjawab apa atas ucapan putrinya itu.  “Assalamu’alaikum...”  Terdengar suara salam yang dibarengi dengan pintu yang terbuka. Dari luar masuk Bu Nining dan pak Nugraha, ayah kandung Ardian.  “Wa’alaikum s

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   16. Demam

    Berkali-kali dibangunkan akhirnya mata Arsyana pun terbuka. Matanya tampak sayu dan wajahnya pucat.  “Sayang... Apa yang kamu rasakan, nak?” tanya Ardian penuh kekhawatiran.  “Ayah, aku lemas rasanya. Kepalaku pusing,” jawab Arsyana lemah.  “Kita ke rumah sakit sekarang!”  Ardian langsung menggendong putrinya keluar dari kamar dan mengajak budhe Mar untuk ikut serta. Ardian dengan cepat membawa putri kesayangannya itu ke rumah sakit.  Sampai di rumah sakit, Arsyana segera mendapat pertolongan dengan cepat. Ardian menghubungi orang kepercayaannya untuk menghandle pekerjaannya di toko.  “Ya Allah, semoga semua baik-baik saja. Izinkan aku membesarkannya dan melihatnya tumbuh jadi gadis dewasa. Jangan ambil dulu putriku satu-satunya,” lirih Ardian sambil berdiri penuh kesedihan.  Tak dapat lagi disembunyikan kesedihan ayah muda itu. Bahkan Ardian ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status