Share

5). Setan Bertopeng Malaikat

***

"Bos."

Baru memberhentikan mobilnya beberapa saat lalu, Sagara menoleh ketika panggilan tersebut dilontarkan salah seorang pria berjaket hitam padanya. 

Memasang raut wajah ramah, pria yang memiliki usia sebaya dengan Sagara tersebut nampak melengkungkan senyuman–seolah menyambut kedatangan suami baru Elliana itu dengan perasaan bahagia.

"Semuanya aman?" tanya Sagara.

Berbeda dengan pria yang menyambutnya, Sagara justru memasang raut wajah yang cenderung masam. Menempuh perjalanan tiga jam menuju Bandung, tentu saja dia merasa lelah sekarang.

Namun, pernyataan Elliana tadi di kamar hotel jelas tak bisa dia abaikan begitu saja sehingga pada akhirnya—mengabaikan rasa lelah bahkan ngantuk, Sagara tetap pergi ke tempat seseorang yang ingin dia beri pelajaran, berada.

"Aman bos," kata pria tersebut. Namanya Ferdi dan dia bisa dibilang kepercayaan Sagara sekaligus pemimpin dari hampir tujuh anak buahnya yang kini juga ada di tempat sama dengan dirinya.

Gedung kosong yang jauh dari keramaian kota, tempat itulah yang sekarang sedang Sagara kunjungi.

"Di mana?"

"Di lantai atas—di ruangan kedap suara yang enggak ada ventilasinya," kata Ferdi. "Sebelum bawa dia ke sini, saya sengaja pastiin dulu tempatnya dan ya ... ada yang pas buat nyimpen dia."

Sekarang, senyuman tipis melengkung di bibir Sagara—cukup puas dengan laporan yang baru saja dia dengar karena itu berarti semua rencana yang dia susun, berjalan dengan lancar tanpa ada cacat sedikit pun.

Tak sia-sia Sagara membayar mahal Ferdi juga anak buahnya yang lain karena cara kerja mereka memang cukup memuaskan. 

"Mau turun sekarang, Boss?" tanya Ferdi kemudian.

"Tentu," kata Sagara. "Sia-sia saya jauh ke sini kalau enggak turun."

Ferdi tersenyum lalu setelah itu dia membukakan pintu untuk Sagara—membuat putra angkat Athlas itu akhirnya turun. Tak bisa membuang banyak waktu, yang dilakukan Sagara setelahnya adalah; melangkah masuk ke gedung kosong di depannya untuk kemudian naik bersama Ferdi dan dua anak buahnya yang lain.

Setelah di bawah dijaga dua orang, maka di atas pun Sagara bertemu dengan dua orang lagi pria berbadan besar yang nampak siaga di dekat pintu.

"Ada topeng?" tanya Sagara. "Saya enggak akan mengungkap identitas terlalu cepat."

"Ada, Bos," kata Ferdi. Sudah menyiapkan semuanya, sekarang dia memberikan topeng untuk dipakai Sagara masuk ke dalam ruangan di depannya itu.

Tak menutup wajah tampan Sagara sepenuhnya, topeng berwarna ungu tersebut hanya menutupi kedua mata suami Elliana itu sampai ke pangkal hidung, karena memang topeng yang dipakai pun adalah topeng untuk pesta.

Namun, meskipun begitu, wajah Sagara cukup tersamarkan dengan topeng tersebut sehingga dirinya pun akan aman bertemu orang di dalam sana.

"Bagaimana?" tanya Sagara setelah topeng yang diberikan Ferdi terpasang sempurna di wajah tampannya.

"Aman bos, dia enggak akan bisa lihat wajahnya bos," kata Ferdi sambil tersenyum. "Sebagai pelengkap, bos harus menyamarkan suara juga karena kalau enggak, dia pasti akan sadar."

"Oke, thank you sarannya," kata Sagara. 

Beralih dari Ferdi, dia memandang anak buah lain di sana untuk kemudian meminta dibukakan pintu dan ya ... setelah itu Sagara masuk berdua dengan Ferdi ke dalam sebuah ruangan—tempat seorang pria terduduk di kursi.

Tak hanya duduk, pria tersebut nampak diikat dengan rantai di bagian kedua kaki juga tangannya agar tak bisa melakukan pergerakan dan untuk kursi yang dipakai, Ferdy selaku orang yang menjadi dalang pengikatan pria itu sengaja menggunakan bahan yang bagus dan kokoh.

"Kamu kasih dia obat tidur?" tanya Sagara ketika pria di kursi yang berada persis di depannya pada jarak beberapa meter, nampak menunduk lalu tak melakukan pergerakan apa pun.

"Sesuai perintah Bos, setiap kita kasih makan, kita campurin obat tidur buat meminimalisir dia kabur," kata Ferdy. "Tadi terakhir dikasih makan tuh jam delapan malam. Awalnya dia nolak, tapi mungkin karena lapar, makanan yang kita kasih, akhirnya dia makan juga. Disuapin Herman."

Sagara tersenyum miring. "Kamu kasih makan apa?"

"Nasi padang," celetuk Ferdy. "Tadi Didi yang beli. Sepuluh bungkus sekalian sama buat dia. Ngikutin juga perintah bos, kita kasih makanan yang layak buat dia."

"Baguslah," kata Sagara. "Enggak nyesel saya percayain semuanya sama kamu karena kamu lakuin semuanya dengan baik."

"Dapat bayaran mahal, masa saya ngecewain Bos," kata Ferdy. "Oh ya, mau dipastiin dari dekat enggak Bos? Kali aja pengen lihat."

"Of course," kata Sagara. "Tujuan saya ke sini juga bukan cuman mau lihat dia, tapi kasih pelajaran juga."

"Kasih pelajaran?" tanya Ferdy sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Dia udah merenggut kesucian perempuan yang saya cintai dan saya enggak terima," ungkap Sagara—membuat Ferdy nampak memasang raut wajah speechles.

"Waw."

"Kurang ajar, kan?" tanya Sagara. 

"Bangetlah, Bos. Bisa-bisanya dia ngeduluin Boss buat lakuin semua itu," kata Ferdy. "Kasih paham Bos, biar tahu rasa."

"Tentu."

Setelah sejak tadi berdiri di dekat pintu, Sagara akhirnya melangkah maju mendekati pria yang sejak tadi tak bergeming, hingga ketika akhirnya sampai di dekat pria itu, yang dia lakukan adalah; membungkukan badan untuk kemudian meraih dagu pria tersebut agar bisa dia tatap dengan jelas.

"Direndra Yudistira Pribawa, lelap banget kamu tidurnya, Jagoan."

Yudistira.

Pria yang kini terlelap dengan kedua tangan dan kaki di rantai adalah Yudistira, calon suami Elliana yang hari ini membuat heboh keluarga besar Athlas karena ketidakhadirannya di acara pernikahan dia dengan putri sulung Athlas.

Tak kabur, pada kenyataannya Yudistira diculik sekomplotan orang tak dikenal malam kemarin di kamarnya. Entah dengan cara apa mengelabui petugas keamanan di rumahnya, yang jelas Yudistira tiba-tiba didatangi di kamarnya yang terletak di lantai dua rumah lalu setelah itu—sebelum sempat melakukan perlawanan, dia dibius bahkan dibawa pergi tanpa sepengetahuan siapa pun.

Dan jelas sekomplotan orang yang menculik Yudistira tidak bekerja sembarangan, karena semua yang mereka lakukan pada calon suami Elliana tersebut atas perintah dua orang di atasnya.

Ferdi dan Sagara.

Enam orang yang menculik Yudistira dikendalikan langsung oleh Ferdi yang juga memiliki bos besar; Sagara Michael Hadiputra.

Setan bertopeng malaikat.

Itulah peran Sagara di depan Elliana hari ini karena tanpa orang-orang tahu, dialah dalang dari ketidakhadiran Yudistira di acara akad nikah tadi pagi.

Bukan tanpa alasan, Sagara memutuskan untuk menculik lalu menyekap Yudistira setelah merasa putus asa karena tak bisa mendapatkan Elliana.

Mencintai adik iparnya jauh sebelum Yudistira hadir, Sagara jelas tak ikhlas ketika adik angkatnya harus menikah dengan pria lain sehingga cara nekad pun dia lakikan dan yaps! Semuanya berhasil.

Berjalan sesuai yang dia inginkan, Sagara akhirnya bisa menikahi Elliana—menggantikan Yudistira yang seharusnya meminang sang adik hari ini.

Sagara mungkin cukup bahkan sangat jahat, tapi dia pun tak punya cara lain karena rasa cintanya pada Elliana jelas tak main-main sehingga apa pun yang bisa dilakukan, akan dia lakukan demi mendapatkan pujaan hatinya itu.

Bagaimana resiko ke depannya? Sagara tak mau ambil pusing, karena yang terpenting sekarang, Elliana sudah menjadi miliknya dan di mata Elliana bahkan keluarga besarnya, Sagara juga dianggap sebagai pahlawan yang sudah menyelamatkan nama keluarga besar mereka.

"Yudis," panggil Sagara ketika Yudistira tetap terlelap dalam tidurnya yang nyenyak. "Kamu enggak mau minta ampun atau bahkan maaf gitu sama saya? Kamu udah nidurin Elliana dan renggut kesucian dia, enggak merasa bersalah emangnya?"

Tak ada respon, Yudistira tetap memejamkan kedua mata hingga akhirnya Sagara yang sudah menahan amarah sejak dari Jakarta, mendaratkan sebuah pukulan di wajah pria itu.

Tak terjatuh, Yudistira masih berada di kursinya—terikat bahkan terbelit lantai yang sangat sulit dilepaskan dan sialnya, pria itu masih tertidur juga sekalipun sudah mendapat pukulan dari Sagara.

"Dosis obat tidurnya tinggi?" desis Sagara dengan napas terengah. 

Tak lagi ditahan, sekarang amarahnya keluar karena tentunya di depan Ferdi, dia tak perlu menjaga image seperti ketika di depan Elliana beberapa saat lalu.

Pernyataan Sagara tentang dia yang mau menerima Elliana apa adanya sekali pun sudah tak gadis, bukanlah sebuah kebohongan karena demi cintanya, dia memang mau melakukan semua itu.

Namun, meskipun begitu, Sagara pikir dia harus tetap memberikan pelajaran setimpal pada Yudistira karena sudah merusak adiknya, tapi dengan keadaan Yudistira yang terlelap seperti sekarang juga tak membuat Sagara puas.

Dia ingin memukuli Yudistira ketika pria itu bangun agar sakitnya lebih terasa, tapi dengan kondisi Yudistira yang sekarang, sepertinya memang sulit membuatnya bangun.

"Lumayan, Bos," kata Ferdy. "Maaf kalau salah, saya enggak tahu Bos bakalan ke sini malam ini soalnya."

Sagara mendengkus. Tak menjawab ucapan Ferdi, sekarang dia memilih untuk kembali memandang Yudistira hingga ketika mulutnya hampir berbicara, dering ponsel dari saku jaket membuat atensinya beralih.

Mengambil ponselnya dari saku, Sagara cukup terkejut ketika sebuah nama kini terpampang di layar. Tak langsung menjawab, dia melirik dulu Ferdy sebagai kode agar pria itu diam lalu setelah dirasa aman, Sagara akhirnya menjawab panggilan masuk tersebut.

"Halo, Lian. Kenapa?"

"Kak Gara di mana? Kok enggak ada di kamar? Kak Gara enggak pergi juga kaya Yudistira, kan, Kak?"

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Dwi MaRITA
kalok nikahin lian dg cara curang.... hasilnya kan jelek, nggak berkah lah....
goodnovel comment avatar
Yulianaibunya Ifadilla
waduhh, kirain baik gara,, ternyata berambisi jug ayaa
goodnovel comment avatar
Willyanshyah Wildan
secinta itu Gara ke Lian tempuh jalan pintas pun dia lakukan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status