Ratih muncul dari dalam rumah. Dia mendengar suara Arini dengan seorang pria. Dia lihat Gilang di sana. Melihat Arini baru saja menampar Gilang dan pria itu akan balas menampar Arini, Ratih marah besar pada pria itu."Mau apa kamu datang ke sini? Belum puas menyakiti anak saya?"Gilang menatap Ratih dengan tajam. Dia pun kesal pada Ratih. Sama kesalnya pada Arini. "Tolong ajarkan sopan santun sama anak Ibu! Masa ada tamu ditampar? Tuan rumah macam apa itu?""Dengar kamu laki-laki brengsek. Jangan pernah datang lagi ke rumah ini! Kamu sudah pernah mengusir kamu dengan kasar, kenapa harus datang ke sini untuk bertemu dengan Arini lagi? Mau menjilat ludah sendiri? Apa enggak jijik?"Ratih tambah kesal pada Gilang. Ingin dia usir pria itu dengan kasar, tetapi dia tidak mau dicap sebagai orang tidak beradab. Lalu apa bedanya dia dengan keluarga Gilang. Gilang mendengus kasar. Dia tinggalkan rumah itu tanpa pamit. Membawa perasaan kesal dan marah yang belum sempat terlampiaskan. Setelah k
"Enggak lama kok, Pak. Saya baru mau tanya dia badannya sudah gemetar terus pingsan. Emang dia lagi sakit ya, Pak?"Pria itu diam memikirkan sesuatu. Dia belum tahu apa penyebab sekretaris itu pingsan."Mbak, namanya siapa?""Saya Arini. Arini Puspasari.""Ok. Mbak Arini, saya mau minta tolong. Sebentar lagi aja akan menelepon ambulans. Mbak Arini bisa temani sekretaris saya ke rumah sakit? Saya butuh laporan hasil pemeriksaan rumah sakit pada sekretaris saya. Saya mohon banget."Wajah pria itu terlihat memelas pada Arini. Membuatnya menjadi tidak tega untuk menolak permintaan pria itu."Baik, Pak, saya akan bantu.""Ini nomor HP saya, tolong kamu simpan di HP kamu."Pria itu memberikan sebuah kartu nama pada Arini. Dia membaca nama yang tertulis di kartu itu. 'Biantara Kusuma, direktur pemasaran. Bapak ini yang aku cari dari tadi dong? Demi apa bisa aku bisa ketemu langsung kayak gini.'"Ok, saya simpan nomor Bapak. Nanti kalau sudah sampai di rumah sakit, saya hubungi.""Terima kas
Setelah lama berpikir karena bingung harus melakukan apa, Kirana putuskan untuk menghubungi Denis, sekretaris Kalingga melalui panggilan telepon."Selamat sore, Pak Denis.""Ya, selamat sore Bu Arini. Ada yang bisa saya bantu?""Hmm ... gini, sebenarnya saya lagi bingung, Pak." Arini merasa ragu untuk jujur pada Denis."Bingung kenapa ya, Bu Arini?""Ini soal bikin surat penawaran. Saya kan belum tahu banyak soal PT. Afood itu, terus belum pernah juga bikin surat penawaran. Pak Denis bisa bantu saya enggak?" Arini deg-degan menunggu jawaban Denis. Dia takut pria itu tidak mau membantunya. "Oh, saya bisa bantu. Nanti saya kirim file ke email Bu Arini sebelum jam lima sore. Bacanya besok saja. Sekarang saya masih ada kerjaan bareng Pak Kalingga.""Baik. Terima kasih untuk bantuannya ya, Pak Denis. Selamat sore."Setelah panggilan telepon berakhir, Arini menatap berkas di atas meja. Dia mengambil satu bundel. 'Baca lagi aja sambil nunggu jam pulang kantor.'Jika sudah serius membaca ber
Wisnu membawa Arini ke klinik terdekat untuk memeriksakan sakit perut yang dialami Arini. Dia merasa cemas jika terjadi sesuatu pada kehamilan istrinya itu. Apabila itu terjadi, Wisnu pasti akan menyalahkan diri sendiri karena merasa tidak bisa menjaga Arini dengan baik.Untunglah, dokter di klinik mengatakan jika kandungan Arini baik-baik saja. Dia mengalami sakit perut karena rahimnya semakin membesar dan baru saja makan dalam jumlah sangat banyak.Wisnu bersyukur. Arini baik-baik saja. Dia pun membawa Arini pulang ke rumah agar perempuan itu bisa istirahat karena banyak aktivitas hari ini.Besoknya kondisi Arini sudah membaik, dia kembali bekerja seperti biasa. Sejak pagi dia sudah berkutat dengan file yang kemarin dikirim oleh Denis.Perempuan itu segera mempelajari semuanya. Saat sedang serius membaca tentang profil perusahaan PT. Afood, Arini teringat sesuatu."Aku kok baru ingat ya kalau PT. Afood kan langganan pakai jasa dari PT. Maheswara? Beberapa kali mereka ada tender yang
"Cari mangsa baru? Cuma itu yang ada dalam pikiranmu tentang aku, Mas?" Arini menunjuk wajah Gilang. Ingin rasanya dia menampar wajah pria itu atas ucapan yang menghinanya. "Iya. Buktinya kamu enggak pernah puas karena tidak berhasil mendapatkan aku, kamu cari pria lain, merayu sana sini minta orang lain tanggung jawab atas kehamilanmu!" Hari Arini terasa sakit mendengar ucapan Gilang. "Jaga ucapanmu Mas. Tega sekali kamu bilang aku jual diri. Beruntung kamu ketemu aku di tempat umum, kalau enggak sudah aku remas mulut kamu yang selalu menuduh sembarangan tanpa bukti!" Dada Arini bergerak naik turun karena terbawa emosi dan napasnya memburu. Tidak terima dihina oleh pria itu. "Ah sudahlah, sudah ada buktinya kalau kamu suka ganti-ganti teman tidur sampai hamil begitu." Ucapan Gilang semakin membuat Arin bertambah sakit hati. Dia menarik lengan pria itu agar mengikuti langkahnya. "Ayo ikut aku tes DNA, Mas. Kita buktikan siapa sebenarnya ayah dari janin yang aku kandung." Gilang
Arini berjalan masuk kantor PT. Afood hari ini bersama Denis. Kalingga tidak ikut bersama mereka karena ada keperluan mendesak.Perempuan itu sudah pasrah. Dia berjalan dengan semangat walau apa pun hasilnya nanti. Bersama dengan Denis dia masuk ruangan rapat yang telah disiapkan.Di ruangan itu telah disiapkan beberapa kursi untuk undangan dari beberapa perusahaan ekspedisi termasuk PT. Kalingga dan PT. Maheswara. Arini duduk bersebelahan dengan Denis. Di hadapannya ada Gilang bersama orang kepercayaannya.Pria itu menatap Arini dengan tatapan tidak bersahabat. Entah sejak kapan Gilang membenci Arini karena dia selama pacaran pria itu selalu bersikap baik padanya. Setelah Arini datang ke rumahnya untuk meminta tanggung jawab pria itu, sejak itu pula Gilang berubah menganggap Arini seperti musuh saja. Direktur pemasaran dari PT. Afood masuk ruangan. Dia menyalami satu persatu orang yang ada di ruangan. Saat bersalaman dengan Arini direktur itu tersenyum lebar. "Terima kasih sudah dat
Wisnu dan Arini sudah tiba di Bali. Dua hari yang lalu Arini sudah menjelaskan pada Wisnu jika dia mendapat hadiah liburan ke Bali. Suaminya setuju dan turut merasa senang karena Arini sudah berhasil melakukan tugas pertamanya dengan baik. Tiba di bandara mereka langsung menuju hotel dengan taksi. Perjalanan dari bandara ke hotel ditempuh selama setengah jam. Sampai di hotel mereka sudah bisa melakukan check in. Keduanya masuk kamar. Arini merasa lelah, meminta izin pada Wisnu untuk tidur sebentar hingga menjelang sore. Pada jam empat sore, Arini terbangun. Kemudian dia minta suaminya untuk mengantarkannya ke pantai. Ternyata hotel tempat mereka menginap cukup dekat dengan pantai. Sehingga mereka cukup jalan kalo saja untuk tiba di pantai. Di pantai, Arini duduk di tempat yang teduh. Wisnu membelikan es kelapa untuknya. Perempuan itu tidak tertarik untuk bermain air pantai. Dia hanya ingin duduk-duduk sambil menikmati keindahan sore hari di pantai. "Mas, habis ini aku masih kerja
"Pelayan terbaik? Bisa, Pak. Asal Bapak mau bekerja sama dengan perusahaan kami." Jawaban Arini terlihat meyakinkan. Padahal jantungnya berdebar kencang. Dia merasa takut pria yang duduk di hadapannya akan berbuat macam-macam padanya. Karena dari tatapan pria itu sudah terlihat seolah siap menerkam Arini. "Bagus. Kalau begitu besok datang lagi kemari, saya undang kamu untuk makan siang bersama sambil ngomongin bisnis, bisa?" Arini ingin cepat-cepat pergi dari ruangan itu. Dia mengiyakan dan pamit meninggalkan ruangan itu. Di luar Arini mempercepat langkahnya untuk segara pergi dari kantor perusahaan itu. Arini kembali ke PT. Kalingga, masuk ke ruangannya. Dia duduk lalu menelepon Denis, sekretaris Kalingga. "Selamat siang, Pak. Saya baru pulang dari PT. Bunga Mawar. Baru aja sampai." "Siang, Bu Arini ada kabar apa?" "Ada undangan makan siang di sana, Pak. Siapa yang mau datang, saya, atau pak Kalingga sama Pak Denis?" Arini akan senang jika bukan dia yang datang ke undangan m