Share

Meninggalkan Venesia

"Ya, bercerai adalah jalan terbaik untukku dan untuknya," Belicia menjelaskan dengan lembut.

"Tapi bagaimana dengan Tuan dan Nyonya besar jika—"

"Biarkan saja Alex yang menjelaskan pada mereka semua." Belicia berdiri sambil tersenyum. "Aku akan pergi ke kamar dan mengemasi seluruh barang-barangku."

Ketika Belicia akan beranjak ke lantai dua, dia menengok ke arah meja makan dan melihat berbagai macam hidangan.

Dia terdiam sejenak dan melihat ke arah sang pembantu sambil berkata dengan sopan, "Bibi El, makan siangnya dibagikan saja untuk para pekerja."

"Apa Anda akan melewatkan makan siang, Nona?"

"Aku tak berselera, maaf." Belicia lanjut berjalan menuju kamar, lalu membuka lemari berkas dan mengambil dokumen. Dia membaca surat perceraian yang dibuat Alex bulan kemarin. Namun, saat itu dia tak lantas menandatangani surat perceraian tersebut untuk alasan yang dia sendiri tidak ketahui.

Sekarang, setelah perbincangan di telepon, Belicia tanpa banyak berpikir lagi langsung menggoreskan tanda tangan di atas lembaran kertas tersebut.

"Selamat tinggal penderitaan," kata Belicia dengan senyum yang tersungging di bibir kecilnya. "Selamat tinggal Alexander Linardy."

Setelah menandatangani surat perceraian tersebut, Belicia mengeluarkan koper berisi gaun-gaun modis miliknya yang hampir satu tahun tak disentuh karena berpura-pura menjadi tua.

Sekarang, sudah saat dia kembali ke kehidupannya lamanya. Dia meraih sehelai gaun merah muda dengan halter neck, stiletto putih favoritnya. Tentu saja dia tak lupa untuk menghapus make up kumal dan mewarnai rambutnya ke warna semula.

Tiga jam kemudian Belicia menatap pantulan dirinya dalam cermin. Dia nyaris tak bisa percaya dirinya kembali seperti seperti dulu.

Rambut hitamnya yang selembut sutra tergerai sepinggang, sementara warna dari gaun merah muda yang dipakai memperlihatkan kulitnya yang seputih porselen.

Wajahnya yang tirus dia biarkan tanpa make up, kecuali mengulas lip gloss nude di bibirnya yang tipis. Sambil tersenyum kecil, Belicia menggusur kopernya keluar dari kamar.

Detak stiletto teratur yang menuruni undakan anak-anak tangga membuat bibi El langsung menoleh ke arah suara.

Sebelum dia bisa sadar dari keterkejutannya melihat wanita muda muncul dari lantai atas, Belicia buru-buru berkata, "Bibi El, jangan terkejut seperti itu. Ini aku, Belicia."

"Nona Belicia?" Sang pembantu memindai tubuh ramping Belicia dengan tatapan tak percaya. "Ini betul-betul Anda? Ya Tuhan, Tuan Muda Lin harus melihat Anda seperti ini. Aku bersumpah dia pasti akan menyesal telah menceraikan—"

"Ssst." Belicia meletakkan telunjuk di bibirnya sendiri. "Jangan beritahu dia tentang aku yang seperti ini. Hanya kamu yang melihatnya, oke?"

"Tapi, Nona—"

"Boleh bantu aku membawa koper ke luar?" pungkas Belicia dengan suara rendah. "Aku sudah memesan taksi dan bersiap pergi—"

"Ya Tuhan, rumah ini akan semakin sepi jika Anda tak ada."

Belicia terdiam ketika melihat mata wanita paruh baya itu tampak berkabut. Selama ini, tak peduli meski Alex tak pernah pulang, pembantu itulah yang menemani hari-hari Belicia. Terlepas dari penampilan Belicia yang kumal dan tua, wanita itu selalu sopan saat melayaninya.

"Bibi El, kamu membuatku ingin menangis," kata Belicia sambil memegangi tangan wanita itu. "Aku sungguh berterima kasih karena kamu selalu baik padaku—"

"Jangan berkata seperti itu, sudah keharusanku melayani Nona Muda dengan baik. Apa kita bisa bertemu lagi sesekali?"

Belicia terdiam, senyum hangat yang terukir di bibirnya seolah-olah mampu membuat orang lain ikut tersenyum senang.

"Aku tak berjanji," kata Belicia setelah beberapa saat. "Aku akan pergi ke Paris dan melanjutkan pendidikanku, kuharap suatu saat kita—"

"Anda akan meninggalkan Venesia, Nona Belicia?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status