Share

Memergoki Risa Dan Raka.

Bu Kayla menugaskan Alika untuk mempersiapkan rapat hari itu. Maka sedari pagi, Alika begitu sibuk melakukan koordinasi dengan tempat yang akan dipakai untuk menyelenggarakan rapat. Sebuah hotel bintang empat yang ada di pinggir kota.

Pokoknya, Alika hari itu harus bolak-balik hotel-kantor untuk menyiapkan dokumen, transportasi dan juga memastikan semua peserta rapat hadir. Dia cukup kerepotan kalau saja Dave tidak membantunya. Pemuda itu yang mengantarnya ke mana-mana.

Tetapi, yang membuatnya heran adalah, saat mengantar dokumen untuk bahan rapat ke ruangan Pak Bagas, Alika mendapati Dave sudah ada di sana. Dan yang membuatnya semakin heran adalah, yang akan memimpin rapat adalah pemuda itu.

Lalu, siangnya, Alika pun berangkat ke hotel bersama Dave dengan berbagai pertanyaan yang memenuhi benaknya.

"Dave, kok bisa kamu yang mimpin rapat? Kenapa bukan Pak Bagas?" tanya Alika saat berada di dalam mobil Dave.

"Ya, nggak tahu," kekeh Dave.

"Serius kamu cuma karyawan biasa?" tanya Alika kembali, curiga.

"Aku kan udah bilang, di kantor kerjaanku ke sana sini."

Alika mencebik. Mungkin Dave memang memiliki kemampuan yang sangat mumpuni sampai-sampai Pak Bagas percaya padanya. Beruntung sekali dia. Karyawan baru, tapi posisinya sudah lumayan penting.

Memang terbukti, Dave mempresentasikan proyek di depan kolega dengan lancar dan sepertinya sangat tahu seluk beluknya. Alika menyaksikan sendiri bagaimana berwibawanya Dave berbicara di depan layar proyektor. Dia terlihat seperti seorang bos yang sangat berkarisma. Berbeda saat sehari-hari berinteraksi dengannya. Orangnya kocak dan ramai. Tidak jarang cukup jahil juga.

Rapat selesai dengan hasil yang memuaskan. Semua berjalan lancar dan tidak ada halangan suatu apapun. Alika pun cukup puas dengan apa yang telah dikerjakannya. Hitungannya dia juga karyawan baru, dan dia telah melaksanakan tugas dengan baik.

Alika masih menemani Dave berbincang dengan seorang kolega di lobi hotel, saat matanya menangkap sosok Raka baru saja keluar dari lift. Dia tidak sendiri, tetapi bersama perempuan itu lagi, Risa.

Dada Alika bergemuruh. Apa yang dilakukan suaminya dan perempuan itu siang-siang begini di hotel. Apa mereka juga habis melakukan rapat. Atau ....

"Mmm, Dave, aku permisi sebentar," ucapnya sedikit berbisik, karena tidak ingin menginterupsi Dave dan koleganya.

"Mau ke mana?" tanya Dave.

"Ada urusan sebentar ...." Alika bergegas meninggalkan Dave setelah berpamitan dengan dua pria kolega kantor.

"Lika!" panggil Dave. Namun, Alika tidak menyahut. Dia melangkah cepat keluar lobi dan menghampiri Raka yang tengah membukakan pintu mobil untuk Risa.

"Mas Raka!" panggilnya, membuat Raka terkejut bukan main. Begitupun Risa. Namun, keduanya berusaha untuk bersikap seangkuh mungkin.

"Ngapain di sini, Mas?" tanya Alika seraya menatap ke arah Risa. Badannya sudah panas dingin menahan sesuatu yang menyesakkan dada.

"Kamu juga ngapain di hotel? Selingkuh kamu?" tuduh Raka.

"Aku baru selesai rapat. Mas ngapain di sini sama dia?"

"Kami juga baru selesai rapat. Apa? Mau nuduh aku sama Risa selingkuh? Terserah kamu lah!" sahut Raka. Lelaki itu meminta Risa untuk masuk ke dalam mobil.

"Mas, jujur aja kamu habis ngapain di sini?" Alika menarik lengan Raka yang hendak mengikuti Risa masuk ke dalam mobil.

"Heh! Aku nggak suka kamu mencampuri urusanku!" tunjuk Raka tepat di depan wajah Alika.

Mata Alika telah basah saat itu, meskipun buliran beningnya belum jatuh membasahi pipi. "Mencampuri kamu bilang, Mas? Aku ini istrimu. Apa aku harus diam aja melihat suamiku keluar hotel dengan perempuan lain?" Suara Alika meninggi, meskipun terdengar bergetar karena menahan tangis. Untungnya tempat parkir cukup sepi sehingga keduanya tidak menjadi tontonan orang-orang.

"Alaahh! Pokoknya aku nggak suka, ya, kamu ngatur-ngatur aku. Udah! Males aku berdebat sama kamu!" Raka mengibaskan lengan dari genggaman Alika. Lalu mendorong bahu perempuan itu hingga mundur beberapa langkah.

"Mas! Mas Raka! Tunggu! Aku belum selesai bicara!" seru Alika dengan air mata yang kini telah bercucuran. Namun, sepertinya Raka tidak peduli. Dia masuk ke dalam mobil dan mobilpun bergerak mundur. Hampir menabrak Alika jika saja Dave tidak menarik lengan perempuan itu ke dalam dekapannya.

"Lika? Kamu nggak papa?" tanya Dave cemas. Alika buru-buru menarik dirinya dari pelukan Dave, kemudian berjongkok sembari menutupi wajahnya dengan dua telapak tangan. Tangisnya pecah hingga bahunya terguncang-guncang.

*************

"Minum dulu," ucap Dave sambil menyodorkan segelas orange juice untuk Alika yang duduk di seberang meja dengan wajah sembab. Dave mengajak perempuan itu ke cafe hotel untuk membuatnya tenang.

"Maaf, Dave ... kamu harus melihat kejadian itu," kata Alika lirih.

"Hei, ngapain minta maaf. Kamu nggak salah, kok."

Alika tersenyum tipis. Sebenarnya dia menyesal tidak bisa menahan diri untuk melabrak Raka dan perempuan itu, sehingga Dave kini mengetahui prahara rumah tangganya.

"Suami kamu selingkuh?" Dave memberanikan diri untuk menanyakan hal yang paling pribadi itu.

"Nggak tahu, Dave."

"Dia bawa cewek ke hotel, kok. Apa namanya kalau bukan selingkuh?" Dave tampak tidak terima. Rasanya dia ingin menghajar Raka Goenarto dengan tangannya sendiri.

"Kamu sering dikasari, ya?"

Alika menggeleng. Dia tidak ingin membeberkan detail keadaan rumah tangganya pada Dave. Rasanya tidak etis saja.

"Masih aja nyangkal. Kemarin matamu sembab emang habis nangis, kan? Udah, deh, nggak usah nutup-nutupin dari aku, Lika. Kamu bisa cerita sama aku."

"Dave, aku nggak mau melibatkan orang lain dalam urusan rumah tanggaku."

"Kamu butuh teman untuk menceritakan masalah kamu, Lika. Bisa stres kamu kalau semua disimpen sendiri," ucap Dave emosional.

Alika menutup wajahnya kembali sambil terisak. Dadanya sudah terasa begitu sesak. Rasanya sakit bukan main.

"Lika, hei, Lika," panggil Dave seraya berusaha melepaskan telapak tangan Alika dari wajah perempuan itu. Entah kenapa dadanya ikut sesak melihat Alika menangis. Jika tidak sedang berada di tempat umum, mungkin saat ini dia sudah membawa Alika ke dalam pelukannya. Ingin rasanya memberi ketenangan pada perempuan cantik itu.

"Jangan nangis, ya? Aku bingung lihat cewek nangis," ujar Dave dengan wajah memelas.

Alika terkekeh di sela-sela tangisnya tatkala melihat raut wajah jenaka Dave. "Udah, kok, udah selesai nangis aku." Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menyusut air mata dengan tisyu.

"Ya, kalau mau nangis boleh, sih. Nanti aku pinjemin bahuku. Tapi, jangan di sini, bisa jadi tontonan orang."

Mau tidak mau Alika terbahak. "Kocak banget kamu, Dave."

"Nah, gitu dong senyum. Cakep dah."

Alika terkikik sambil menatap Dave yang masih memasang raut wajah lucu. "Makasih, Dave."

"Makasih untuk apa?"

"Udah mau nemenin aku nangis."

Dave menghela napas dalam-dalam. Sungguh brengsek suami Alika itu. Tidak tahu caranya bersyukur. Sudah dikasih istri secantik dan sebaik ini, masih saja berpaling pada perempuan lain. Ditambah perlakuannya yang kasar. Tadi, Dave sempat tidak percaya tatkala Raka hampir saja menabrak Alika, dengan disengaja.

*********

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status