"Mohon maaf Pak, saya permisi." Aska bergegas keluar dari ruangan Davit.
"Saya cuma mau mengingatkan sebentar lagi kita akan meeting dengan klien besar, semua berkas yang saya suruh kerjakan sudah selesai 'kan?" tanya Alexander Wilian--CEO Angkasa Group."Semuanya sudah selesai Pak tapi sepertinya berkasnya ketinggalan," ujar Davit menunduk, ia merutuki diri sendiri karena telah melupakan berkas yang sangat penting.Alex menghembuskan napas kasar. "Kenapa bisa ketinggalan? Sekarang juga kita pergi ke rumah kamu setelah itu baru ke tempat klien."Davit kembali teringat dengan mantan istrinya, biasanya semua keperluannya selalu disiapkan oleh Aisyah, namun sekarang perempuan berlesung pipi itu sudah pergi dari hidupnya."Ayo berangkat!" Teriakan dari sang atasan membuyarkan lamunan Davit, lelaki itu bergegas menghampiri Alex yang sudah keluar dari ruangan.Sesampainya di rumah berlantai dua dengan cat berwarna putih, Davit keluar dan bergegas masuk kedalam rumah."Astagfirullah kenapa rumah berantakan kaya gini?" tanya Davit terkejut melihat sampah cemilan yang berserakan, rumahnya terlihat seperti kandang kambing yang sangat jorok."Mau gimana lagi, kan biasanya Aisyah yang beresin semuanya tapi sekarang perempuan itu udah pergi," jawab Bu Wiwik yang masih fokus dengan televisi, ia tidak memperdulikan tatapan kesal dari anaknya."Ya makanya mulai sekarang Ibu, Sinta dan Elsa yang harus mengurus rumah dan kebutuhan keluarga," ujar Davit lirih."Engga mau ah, Mas cari aja pembantu untuk membersihkan rumah ini, lagian uang Mas kan banyak, jadi bisa dong untuk bayar pembantu," ujar Elsa yang di setujui oleh sang mertua."Aisyah aja bisa bersihkan rumah ini sendirian tapi kalian kok engga bisa? Lagian sayang uangnya kalau bayar pembantu dan zaman sekarang susah cari pembantu yang jujur dan rajin," ujar Davit panjang lebar."Ya jelas beda dong, Aisyah anak kampung yang sudah biasa kerja sebagai pembantu sedangkan aku anak kaya raya yang biasanya semua kebutuhan selalu disediakan oleh pembantu!" jawab Elsa dengan suara tinggi.Davit merasakan penyesalan karena telah meninggalkan istri seperti Aisyah, selama mereka menjalani biduk rumah tangga, lelaki itu tidak pernah melihat rumah yang berantakan dan semua kebutuhannya selalu di siapkan oleh perempuan yang sampai sekarang namanya masih ada di dalam hati Davit.Aisyah juga tidak membantah perkataan Davit, istri pertamanya akan selalu menuruti semua perintahnya, bahkan ia selalu diam walau di caci maki oleh mertua serta iparnya.***Sudah satu jam ia mencari kontrakan, namun tidak ada satu pun yang menerima dirinya, ia kembali menemukan sebuah fakta yang sangat besar, ternyata selama ini mertuanya selalu memfitnah Aisyah kepada para tetangga."Saya tidak mau menerima perempuan murahan seperti kamu! Penampilannya aja yang kelihatan soleha tapi ternyata perbuatannya tidak mencerminkan seorang muslim! Lebih baik hijabnya dibuka aja Neng! Orang di kompleks ini juga udah tahu siapa kamu yang sebenarnya!""Udah lama kita mau mengusir kamu dari kompleks ini tapi mertua kamu selalu melarangnya karena kasihan dengan kamu tapi sekarang kita semua bahagia akhirnya Davit mentalak perempuan murahan seperti kamu! Kita bisa bernapas lega, tidak perlu takut suami kita dirayu oleh kamu."Pengakuan tetangga tentang perkataan mertuanya bahwa Aisyah memakai hijab karena ingin menutupi jati diri yang sebenarnya, Aisyah adalah perempuan malam dan sering gonta ganti pasangan untuk mencukupi kebutuhannya, perempuan itu sudah melakukannya sebelum menikah dengan Davit dan kebiasaan tersebut selalu terbawa hingga saat ini.Perkataan para tetangga kompleks selalu berputar di kepalanya, ia tidak menyangka keluarga Davit tega melakukan perbuatan sekejam ini kepadanya.Aisyah berjalan tertatih-tatih, kakinya sudah lelah untuk melangkah, namun tetap ia paksakan berjalan."Ya Tuhan, kemana lagi aku harus cari kontrakan," ujarnya penuh keputus asaan."Kenapa mereka begitu tega kepada aku? Apa salah aku? Apakah perempuan kampungan seperti aku tidak berhak bahagia?"Cuaca memang tidak bisa diprediksi, awan yang semula cerah berubah menjadi awan hitam dan akhirnya hujan turun mengguyur jalanan ibu kota.Aisyah berlari menuju sebuah halte untuk berteduh, tubuhnya gemetar, ia sangat takut dengan hujan apalagi disertai dengan kilatan serta petir yang menggelegar.Hujan semakin deras disertai angin kencang dan petir, membuat perempuan itu menangis ketakutan, ia teringat kepada sang nenek di kampung, Aisyah merasa bersalah karena tidak mendengarkan nasihat dari Nenek."Nek, Maaf Aisyah udah durhaka kepada Nenek." Aisyah menatap ke jalanan yang tidak ada satu kendaraan pun yang lewat, seandainya waktu bisa diputar, ia akan mendengarkan semua perkataan sang nenek."Aaaa!" Petir menyambar pohon disamping Aisyah, membuat perempuan itu semakin ketakutan dan akhirnya pingsan."Aku dimana?" Aisyah melihat kesekeliling ruangan, ia mengernyit bingung ketika tidak mengenali ruangan tersebut."Non udah sadar?" Seorang perempuan paruh baya mendekati Aisyah dengan membawa nampan berisi bubur dan segelas air putih."Aku dimana, Bi?" tanya Aisyah kepada perempuan tersebut,"Non lagi dirumah Tuan Alex," jawab Bi Asih--maid di rumah tersebut.Aisyah bingung kenapa ia bisa berada di rumah ini dan siapa Tuan Alex? Sepertinya ia tidak mengenali lelaki itu."Non istirahat saja disini, bibi sudah membuatkan bubur untuk Non, sebentar lagi Tuan Alex akan pulang," ujar Bi Asih lembut."Makasih Bi." Aisyah tersenyum, ia sangat berterima kasih dengan lelaki itu karena telah menolong dirinya."Bibi keluar dulu, jangan lupa buburnya dihabiskan, kalau butuh sesuatu panggil aja Bibi," ujar perempuan tersebut sebelum meninggalkan Aisyah.Aisyah memakan bubur dengan lahap kebetulan perutnya memang belum diisi dari pagi.Selesai makan, Aisyah ingin berjalan keluar kamar, namun tiba-t
"Kamu suka dengan kontrakannya?" tanya Alex kepada Aisyah yang sedang melihat-lihat kontrakan."Suka sih tapi kayanya kontrakan ini mahal, aku takut engga bisa bayar apalagi aku belum punya kerjaan," ujar Aisyah."Aku sebenarnya sedang cari asisten pribadi, kalau kamu berkenan kamu boleh kerja dengan aku," tawar Alex.Aisyah menimbang-nimbang tawaran Alex, sebenarnya ia tertarik, namun melihat keadaannya yang baru bercerai dengan Davit membuatnya terpaksa menolak tawaran lelaki tersebut karena tidak enak jika dilihat oleh orang, ia juga tidak ingin membuat orang sekitarnya semakin membenci dirinya."Maaf, bukannya aku engga mau tapi kamu tahu sendiri kan aku tuh baru saja pisah dengan suamiku, nanti malah menimbulkan masalah baru," tolak Aisyah sehalus mungkin.Alex menganggukkan kepalanya sembari tersenyum, jujur, ia sangat berharap Aisyah akan menerima tawaran darinya, namun harapannya sirna."Maaf banget ya dan makasih untuk semua kebaikan yang telah kamu berikan." Sebenarnya perem
Tibalah hari dimana Aisyah akan resmi bercerai dengan Davit."Kamu udah siap?" tanya Nenek menghampiri Aisyah ke kamarnya."Insyaallah Aisyah sudah siap Nek, Aisyah akan berusaha tegar untuk menerima semua cobaan ini, mungkin Aisyah dan Mas Davit tidak berjodoh."Jujur didalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih menyimpan nama suaminya, namun mengingat perlakuan mertua serta iparnya, ia menjadi lebih mantap untuk bercerai."Sabar ya Neng, Nenek tahu ini berat tapi kamu harus bisa jalani ini semua, Nenek yakin kamu perempuan kuat dan tegar pasti bisa melewati ujian ini.""Iya makasih ya Nek, maaf dulu Aisyah engga mau mendengarkan perkataan Nenek, seandainya dulu Aisyah menuruti perkataan Nenek pasti ini semua engga akan terjadi," ujar Aisyah penuh penyesalan."Jangan pernah menyesali semua yang sudah terjadi, sekarang kita keluar yuk, di depan ada seseorang yang sedang menunggu kamu.""Siapa Nek?" tanya Aisyah mengerutkan keningnya, sepertinya ia tidak ada janji dengan siapapun.
"Makan dulu Neng." Nenek mengetuk pintu kamar Aisyah, berharap perempuan itu akan keluar karena sedari pagi cucunya belum menampakkan batang hidungnya.Sudah tiga kali sang Nenek mengetuk pintu, namun tidak ada sahutan dari Aisyah, Nenek mulai khawatir, ia takut terjadi sesuatu dengan perempuan tersebut."Buka pintunya Neng, jangan bikin Nenek khawatir!" Perempuan lanjut usia itu sangat panik, ia menggelengkan kepala ketika pikiran-pikiran buruk terlintas dikepalanya.Nenek menelpon Alex, hanya lelaki itu yang bisa membantunya."Hallo Nak Alex, maaf Nenek mengganggu waktunya, Nenek sangat minta tolong agar Nak Alex bisa segera datang kesini, Aisyah ....""Baik Nek, sekarang juga Alex akan kesana!" Alex mematikan sambungan telepon lalu segera berangkat ke rumah perempuan yang sangat ia cintai.40 menit kemudian, Alex datang dengan napas tidak beraturan, kekhawatiran terlihat dari wajahnya."Apa yang terjadi Nek?" tanya Alex menghampiri Nenek yang sedang berdiri di depan pintu kamar Ais
Semakin hari kedekatan mereka semakin dekat, Alex dengan telaten merawat Aisyah yang sedang sakit dan itu semua tidak lepas dari pengawasan sang Nenek."Aku udah gapapa, lebih baik kamu pergi saja ke kantor, ga enak izin terus, jangan karena kamu bos kamu malah seenaknya, seharusnya kamu bisa memberikan contoh yang baik untuk para pekerja agar mereka juga nyaman kerja dengan kamu." Bukannya Aisyah tidak menghargai perhatian dari Alex, namun ia rasa perhatian dari lelaki itu terlalu berlebihan.Alex rersenyum, ingin rasanya lebih lama lagi berada disisi perempuan itu, namun ia tidak ingin Aisyah berpikiran buruk tentangnya."Baiklah, aku permisi dulu, kalau butuh sesuatu telpon saja aku.""Makasih ya, hati-hati bawa mobilnya, maaf bukan maksud aku ngusir kamu tapi aku cuma engga mau kamu melupakan pekerjaan karena aku," ujar Aisyah merasa tidak enak hati."Iya santai aja." Setelah berpamitan dan mencium tangan sang Nenek, Alex berlalu pergi meninggalkan kontrakan yang sederhana tersebu
"Eh ada mantan menantu," ujar Bu Wiwik ketika ia berpapasan dengan Aisyah di sebuah warung sembako.Perempuan itu berpenampilan sosialita, ia pergi ke komplek itu karena mengadakan arisan di rumah salah satu temannya, namun betapa terkejutnya ia ketika kembali bertemu dengan perempuan yang pernah menjadi istri dari anaknya."Hati-hati dengan perempuan itu, kelihatannya saja alim tapi aslinya dia itu suka goda suami orang," bisik Bu Wiwik kepada para ibu-ibu yang sedang berbelanja disebuah warung sembako.Aisyah yang juga berada disekitaran mereka memejamkan matanya untuk meredakan amarahnya, ia tahu siapa yang sedang disindir oleh mantan mertuanya itu."Bu kalau ngomong dipikir dulu, jangan sampai merusak nama baik orang, nanti bisa di bawa ke jalur hukum loh," ujar Bu Inem--pemilik warung memperingati perempuan paruh baya tersebut."Saya berbicara sesuai fakta, kalian tahu dia itu mantan menantu saya, beruntung mata anak saya cepat terbuka dan mentalak perempuan murahan ini!" sarkas
"Jawab Nek, apa yang kalian sembunyikan dari aku?" desak Aisyah. Perempuan itu tidak sengaja mendengar perkataan mereka ketika ia keluar dari kamar hendak menghampiri sang Nenek dan Alex."Ga ada apa-apa Neng, kamu cuma salah dengar, kita ga ada menyembunyikan apapun dari kamu," elak Nenek, perempuan lanjut usia itu belum siap mengatakan semuanya, ia belum siap melihat cucunya kecewa untuk kesekian kalinya."Aku ga mungkin salah dengar Nek, jelas-jelas tadi kalian sedang membicarakan sesuatu yang tidak boleh aku ketahui. Segitu tidak bergunakah aku sampai Nenek main rahasiaan sama aku?"Hati Nenek tersentuh, ia tidak tega dan tidak ingin menyakiti hati dan perasaan Aisyah, Nenek menatap Alex lalu mengangguk, mungkin memang ini waktu yang tepat untuk mengatakan yang sebenarnya."Sebenarnya Alex ini adalah teman masa kecil kamu, kamu ingat kan lelaki yang dulu selalu menjaga dan melindungi kamu? Ya, lelaki itu adalah Alex," jelas sang Nenek."Jadi Alex itu Willi?" tanya Aisyah memastika
"Aisyah ayo, Nak Alex udah nunggu di depan!" teriak Nenek di depan pintu kamar Aisyah. "Iya bentar lagi Nek," balas Aisyah dari dalam kamar. Malam ini Aisyah dan Nenek akan makan malam di rumah keluarga Alex, mereka sepakat untuk mengungkapkan sesuatu yang puluhan tahun ditutupi dari Aisyah. Jarak antara kontrakan Aisyah dan Rumah Alex tidak terlalu jauh sehingga tidak sampai satu jam perjalanan mereka telah sampai di rumah berlantai dua dengan desain modern yang terlihat mewah dan elegant. Pintu utama terbuka, terlihat seorang perempuan paruh baya, namun tampilannya sangat modis sehingga tidak ada terlihat satu kerutanpun diwajahnya. "Ayo silahkan masuk," ujarnya ramah, mempersilahkan para tamu istimewanya masuk ke dalam istana Widjaya. Di meja makan terlihat seorang lelaki paruh baya tersenyum kepada mereka, kedatangan Aisyah dan Nenek disambut hangat oleh keluarga Widjaya. "Silahkan dinikmati makanannya," ujar Bu Laura--mama Alex ramah. Aisyah terdiam melihat hidangan yang t