Luna menatap pantulan dirinya di cermin besar. Setelah beberapa hari belakangan tidak mengurus dirinya dengan baik, kali ini Luna akhirnya dapat kembali merias wajahnya. Wanita itu memilih sebuah dress dengan gambar bunga-bunga kecil berwarna biru muda sebagai outfitnya hari ini. Luna juga membiarkan rambutnya tergerai bebas.“Ehem.” Suara dehaman yang berasal dari sosok pria di belakangnya membuat Luna menoleh dan mengangguk dalam. Sudah sekitar sepuluh menit dirinya memandangi cermin dan berusaha mengendalikan napasnya agar lebih rileks. Selama itu juga pria muda di belakangnya menunggu Luna tanpa berpindah tempat sama sekali.“Terima kasih banyak atas bantuan kamu, Bara,” ujar Luna dengan tulus.“Tidak perlu berterima kasih seperti itu, Mba Luna. Santai saja, saya melakukan semua ini juga karena saya memang ingin membantu Mba Luna,” jawab Bara dengan senyum kecil di wajah tampannya. Meskipun tipis, riasan di wajahnya mampu membuat kecantikan Luna terlihat lebih memancar. Hal itu me
Studio televisi itu dipenuhi suara beberapa orang yang menahan napas setelah Luna memberikan bukti lain untuk membantah perkataan Reno kemarin. Pembawa acara yang berada di sampingnya masih terdiam dengan tatapan mata yang kini beralih pada Luna.“Saya sengaja menampilkan foto dari angle berbeda sehingga para pemirsa bisa menilai sendiri apakah bukti yang saya berikan akurat atau tidak. Saya juga bisa mendatangkan saksi yang mengambil foto dan video itu secara langsung. Saya memang baru mengetahui perselingkuhan ini kemarin, jadi saya tidak akan menuduh Mas Reno sudah berselingkuh selama enam bulan seperti yang dia lakukan,” sindir Luna dengan ekspresi mengejek yang sangat kentara.Beberapa penonton memberikan tepuk tangan untuk Luna. Sosok wanita manis yang selama ini dikenal sebagai istri penurut dan selalu memberikan yang terbaik untuk suami, rupanya berani melakukan serangan balasan yang sangat kuat seperti ini. Ditambah, Luna juga tidak member
Hujan yang mengguyur kota Jakarta memaksa Luna untuk menunggu lebih lama di dalam ruangan dengan dominasi warna putih itu. Sudah sekitar lima belas menit dirinya mencoba memesan taksi online, tetapi tidak ada satupun driver yang bersedia mengantarnya. Hujan badai dengan petir yang cukup besar menjadi alasan terbesar mereka. Luna menghembuskan napas panjang dan menatap beberapa buah meja dan kursi yang tertata rapi di depannya. Beberapa jam lalu, dia berada di sini bersama dengan Bara, tetapi pria itu sudah pamit lebih dulu karena ada jadwal syuting iklan. Jadilah Luna menghabiskan waktu untuk menunggu hujan reda sendirian. Selepas acara interviewnya selesai, Luna sangat terkejut ketika mendapati beberapa audiens mendekati set acara dan menggaungkan kata-kata semangat baginya. Sesuatu yang sangat berbeda dengan hinaan yang dia dapatkan sejak kemarin. Pembawa acara kondang yang sangat dia hormati juga segera memeluk Luna tepat setelah acara itu usai. “Maafkan kami karena tidak pernah
“Hmph!” Luna berusaha menggerakkan tangannya sekuat tenaga, tetapi seseorang yang berada di belakangnya menarik tangan Luna dengan lebih kuat, membuat wanita itu terpaksa berjalan mundur. Luna menduga orang yang membekapnya adalah seorang pria jika dilihat dari ukuran tangan yang jauh lebih besar dari miliknya, ditambah sebuah jam tangan berwarna hitam yang melingkar di tangannya yang terasa tidak asing bagi Luna.Luna membelalakkan mata dan menoleh begitu mengingat siapa yang biasa mengenakan jam tangan hitam itu. Pria yang menariknya mundur mengenakan masker dan kacamata hitam sehingga membuatnya tidak dapat mengenalinya dengan mudah, tetapi Luna merasa sedikit lega ketika menyadari bahwa pria itu mungkin orang yang cukup dekat dengannya.Langkah Luna terasa lebih ringan setelah pria itu melepaskan tangan dan memberi isyarat di atas bibirnya, meminta Luna untuk tidak bicara apapun dan bergegas mengikuti langkahnya yang bergerak menuju sisi lain dari gang sempit itu.Sesuai dengan pe
Luna menatap kosong pada lemari besar yang tampaknya dibuat dari kayu berkualitas tinggi. Warna lemari yang putih tampak selaras dengan ruangan besar yang juga didominasi warna putih dan abu-abu.Sudah sekitar dua puluh menit wanita itu berdiam diri di atas kasur empuk yang dilapisi seprai putih bersih. Luna merasa sedikit sangsi dengan ucapan Bara yang mengatakan kalau rumah ini sangat jarang ditempati, karena seprai yang menyelimuti kasur itu juga terasa sangat bersih dan seperti baru diganti.“Sebenarnya rumah siapa ini? Mungkinkah rumah salah satu aktor terkenal juga? Kenapa Bara tidak mau memberitahuku soal itu?” gerutu Luna sambil melayangkan pandangan pada ruangan yang tampaknya dua kali lipat lebih besar dari kamar yang biasa dia tempati bersama dengan Reno.Luna memijat pelan kepalanya begitu mengingat soal Reno. Entah bagaimana keadaan pria yang sangat temperamental itu. Mungkinkah Reno masih berada di rumah kontrakan Luna, atau dia sudah pulang dan mengamuk di rumah?Helaan
WARNING! Bab ini mengandung adegan kekerasan! BRAK! Hentakan pintu yang terdengar cukup keras membuat wanita berambut sebahu yang setengah terlelap itu membelalakkan mata. Manik hitamnya menangkap wajah tampan yang tampak dipenuhi emosi mendekat ke arahnya. “Aku tidak percaya kamu masih bisa tidur dengan nyaman padahal suamimu baru saja dihina habis-habisan di depan banyak orang, Luna,” ujar pria tampan yang tengah menyeringai tajam itu dengan suara sepelan mungkin. Luna segera mengeratkan jaket hitamnya begitu menyadari apa yang akan terjadi pada dirinya. “Maaf Mas Reno, aku tidak mengerti maksud mas,” jawab Luna dengan nada memelas. PLAK! Benar saja, sebuah tamparan keras mengenai wajah cantiknya. Luna menatap pria di depannya dengan ekspresi linglung. Kesadarannya bahkan belum benar-benar pulih, tetapi Reno sudah melampiaskan emosi kepadanya. “Biar kuberitahu apa yang baru saja terjadi. Aktor pendatang baru itu menghinaku dengan mengatakan di depan semua orang kalau bukan ka
Aldi segera membuang muka setelah mendengar pertanyaan Reno. Pria itu juga balik mendorong Reno agar menjauh darinya. “Jangan pernah menyebutku seperti itu. Aku selalu merasa jijik setiap mendengarnya,” jawab Aldi dengan nada ketus. Reno tertawa kecil demi mendengar jawaban Aldi. “Apa aku sedang ditolak oleh kakakku sendiri?” “Sudah lama kita tidak bertemu, ya. Apa yang sebenarnya terjadi sampai kamu repot-repot mendatangiku ke sini?” tanya Reno sembari mendekat dan menggerakkan tangannya ke arah ponsel Aldi. Grab! Dalam sekejap, Aldi menghentikan gerakan tangan Reno yang hendak mengambil ponselnya dan menatap pria di depannya dengan wajah datar. Di depannya, Reno menyeringai pelan mendapati perlakuan dingin dari pria yang disebutnya sebagai kakak. “Aku tidak akan pernah membiarkan siapapun mengganggu kehidupanku, meskipun orang itu adalah keluargaku sendiri,” ucap Reno dengan penuh penekanan. Tangan kekarnya terangkat perlahan dan menarik kerah kemeja yang dikenakan Aldi. Mesk
Aldi mengangkat tangannya dan hendak menyentuh pelan pipi Luna ketika wanita itu menghentikan gerakannya dan menatap Aldi dengan tatapan tajam. “Jangan bersikap tidak sopan! Se—” Ucapan Luna terhenti ketika Aldi menutup bibir Luna dengan tangannya. Luna yang masih merasakan sakit di sekujur tubuhnya hanya terdiam. Wanita itu sudah kehilangan tenaga untuk sekadar membalas perlakuan pria asing di depannya. Aldi menatap Luna dalam-dalam. “Maaf, saya hanya ingin memeriksa luka yang ada di pipi anda. Saya juga tidak memiliki niat jahat, jadi anda tenang saja.” “Apa anda selalu menutupi perilaku suami anda seperti ini?” tanya Aldi setelah tertawa kecil setelah melepaskan tangannya. Luna mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan dari pria ikal di sampingnya. “Apa maksud anda bertanya seperti itu? Perilaku suami saya yang seperti apa yang anda bicarakan?” tanya Luna dengan nada suara yang sedikit meninggi, seolah sengaja menunjukkan perasaan tidak nyaman. Aldi hanya tersenyum kecil mendenga