Share

Part 3. Mulai Bernegosiasi

Penulis: Pena Asmara
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-11 09:11:30

DITALAK KARENA FITNAH IPAR & MERTUA

Part 3

"Berarti kamu bersedia untuk tidak jadi pergi, kan Atika?" tanyanya lagi, masih terdengar lembut.

"Tergantung," ujarku santai saja, sambil menutup reslting tas, menoleh pun tidak kepadanya.

"Asal kamu jangan pergi meninggalkan Yoga, dan berjanji untuk tidak menceritakan tentang penyakitnya kepada orang lain, ibu akan ikuti," ucapnya, wajahnya menoleh sesaat kepadaku yang masih berdiri di depannya. 

Beberapa saat kemudian, nenek sihir yang satunya lagi ikut masuk ke dalam kamar. Henny, mahluk si pemakan segala. Tubuhnya terlihat bulat, tidak pernah dipakai untuk bergerak dan bekerja keras, karena dia pikir mungkin karena ada aku. Babu gratisnya.

Gerak tubuh Henny pun terlihat canggung, senyum di wajahnya mirip persis dengan ibu mertuaku, terlihat menyeramkan. Karena penuh kesandiwaraan dan kepura-puraan. Melakukannya karena sebuah keterpaksaan, bukan karena ketulusan yang berasal dari hati. Jadi senyumnya terasa hambar.

"Kamu masuk ke kamarku, berniat untuk kembali mengusirku, Hen?" tanyaku, berkesan menantang pada Henny yang sekarang, tidak akan lagi kupanggil kakak. Maless ... prinsip baruku sekarang, membalas seseorang sesuai dengan perbuatannya. Jika mereka tidak bisa menghargai, aku pun tidak usah susah payah menghargainya.

Henny diam saja, tidak menjawab sangka'anku.

'semoga dia kerasukan setan gagu juga, kalau bisa selamanya.' umpat hatiku, jengkel.

Ucapan yang keluar dari mulutnya si Henny selama ini sangatlah menyakitkan, menggores ke dalam hati. Ingin rasanya dulu, memasukkan ulekan cabe ke dalam mulutnya. Kata-kata yang melukai hati, bisa seumur hidup tidak akan bisa terlupa, karena dia mengiris sangat dalam, dan hatiku merasakan sakit seperti itu. Luka yang sulit tersembuhkan. Sampai ada istilah "Lebih baik luka menggores badan, dari pada luka menggores hati."

"Kamu benar,'kan tidak jadi pergi, Atika?" tanya ibu sekali lagi. Kutatap mata mereka berdua.

"Akui di hadapan Mas Yoga, bahwa apa yang kalian katakan itu adalah semua fitnah." Aku mengambil posisi duduk di bangku meja rias, berhadapan langsung dengan mereka yang terduduk di kasurku.

"Berani tidak, bicara jujur kepada, Mas Yoga?"

Ibu dan Henny terdiam, sesaat mereka saling menatap.

"Nanti ibu sendiri yang akan bicara langsung," jawabnya.

"Harus di depan aku bicaranya," ujarku, tegas. Mantan ibu mertua mengangguk, menyetujui.

"Itu saja,'kan, syaratnya!" celetuk Henny, mulut tajamnya sudah gatal ingin ikut bicara.

"Aku minta kamarmu, buat aku," ujarku tegas.

"Nggak bisa dong, enak aja," balas Mak Lampir junior, cepat.

"Karena fitnahmu, aku ditalak adikmu, tidak mungkin,'kan aku tinggal sekamar lagi sekarang," balasku, tidak kalah cepat.

"Yah, kamu tinggal di kamar Henny, sekarang," jawab ibu.

"Tapi, Bu--"

"Kamu sekarang tidur sama anak-anakmu," ucap mantan ibu mertua.

"Iyalah, Hen, punya anak, tetapi tidak mau tidur bareng anak, suamimu sendiri, kan lagi dinas diluar daerah, temani dong anak-anakmu, jangan bergaya macam ratu saja, ingin tidur sendiri," sindirku, akan kelakuannya. 

"Jika anakmu bangun tengah malam, malah aku yang dibangunkan, yang jadi emaknya 'kan, kamu!" sindirku, lagi. Dengan wajah cemberut Henny lantas berdiri, lalu melangkah ingin keluar kamar.

"Rapihkan kamarnya, aku tidak mau lagi jadi babumu!" Sedikit berteriak, aku mengingatkannya. Sesaat Henny berhenti di depan pintu kamar, matanya tajam, melotot ke arahku.

"Apa! Lihat, lihat! Gak suka rapihin kamar bekas tidur sendiri." Mataku pun melotot kepadanya. Mendengkus kesal dia, tanpa lagi banyak bicara, Henny segera keluar kamar.

Aku kembali menoleh ke arah mantan ibu mertuaku, sempat melihat, jika matanya melihat ke arahku, dengan tatapan tidak suka.

"Ibu kenapa, melihatku sinis begitu? Jika ibu keberatan, usir saja aku, Bu." Berani menantang aku sekarang.

"Nggak, ibu, nggak apa-apa, ucapan kamu benar, ko, jika Henny memang harus satu kamar dengan kedua anaknya," jelas ibu, mendukung ucapanku, lalu wajahnya kembali menunduk.

"Sekarang, aku minta uangku, yang ada pada Ibu." Aku berdiri dari bangku meja rias, dan mulai mendekatinya.

"Uang apa," jawabnya, terlihat kaget, atau mungkin cuma berpura-pura kaget.

"Sudahlah, Buk, tidak usah pura-pura tidak paham," sindirku pedas. 

"Ibu memang benar-benar tidak paham," jawabnya.

"Aku tahu, Buk. Tiap bulan, ibu yang memaksa Mas Yoga untuk menyerahkan uang bulanan sama ibu. Mas Yoga bilang, ko, jika aku ingin membeli segala keperluan pribadi, jatah uang jajan bulanan buatku, sudah dikasihkan sama Ibu, jadi aku tinggal minta saja sama Ibu, sekarang mana, uangku?" Kutadahkan tutupnya terbuka di hadapannya.

"Be-be-rapa?" tanyanya, terbata.

"Mas Yoga bilang, sebulan tiga ratus, sekarang ibu kali saja empat tahun. Empat tahun loh, Bu, duit jajanku dipegang sama Ibu, jangan-jangan, ibu korupsi juga," tuduhku.

"Kemu jangan kurang ajar, ya, sama ibu!" sentaknya, mungkin dia sudah jengkel denganku.

“Kalau Ibu ingin aku tidak kurang ajar, kembali, kan dong sekarang uangku,” ujarku. "Yang aku minta sama ibu. Itu hak aku, loh, bukan uang ibu yang aku poroti," sindirku lagi.

"Tapi uangnya sudah habis," jawabnya pelan sambil menunduk. Sepertinya tidak menyangka, Jika saya mengungkit-ungkit tentang uang tersebut.

"Sekarang, aku minta dua gelang emas yang ibu pakai." Kusodorkan mata, kepada nyonya besar itu.

“Gelang itu dibeli dari uang jajanku, berarti gelang itu milikku, kembalikan sini sekarang, uang bulananku yang sudah ibu rampas,” ujarku, bengis.

"Sekali lagi, kesini,'kan, gelangku."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ditalak Karena Fitnah Ipar & Mertua   Part 29 Jodoh Tidak Akan Kemana

    Kali ini aku bergerak cepat. Menahan mas Yoga yang hendak kembali menyerang dengan cara menarik kencang kemeja yang dipakainya, hingga sepertinya sampai ada kancingnya yang terlepas. Tidak kalah keras aku pun berteriak mencegah. Hatiku sakit melihat Adit diperlakukan seperti itu."Kamu gila ya, Mas!" Mas Yoga menoleh ke arahku, sementara Adit masih terduduk kesakitan. Telapak tangannya menutupi kepalanya yang terbentur kursi besi tadi. Dan dua kawan penghuni kost pun ikut keluar menyaksikan."Dia ini kurang ajar! Sudah berani menganggu istri orang!" teriaknya lagi, matanya masih menyimpan amarah. Dan aku justru lebih marah, melihat sifat kekanak-kanakannya. Adit pelan-pelan bangkit berdiri. Nana yang ingin membantunya ditolak secara halus."Aku! Istri orang? Apa aku nggak salah dengar?Ingat yah Mas. Mas Yoga sudah menjatuhkan talak kepadaku," ucapku tegas, entah mengapa aku jadi benci melihat sikap kekanak-kanakannya. Bahkan selama dulu kami berumahtangga, segala hal dia serahkan kepa

  • Ditalak Karena Fitnah Ipar & Mertua   Part 28 Ingin Kembali Rujuk

    Mas Yoga tidak langsung menjawab pertanyaanku. Dia mengendurkan ikatan dasinya dahulu, menarik napas dalam, berucap pelan. Sepertinya dia tidak mau ibu ikut mendengarkan."Biar kuambilkan air buat kalian berdua," ucap Henny seraya berdiri, sementara Etika masih bermanja-manja di pangkuanku. Dan sepertinya, Henny sengaja menjauh saat Mas Yoga ingin bercerita padaku."Ibu terkena tipu oleh Erna, atau bisa juga mereka berdua tertipu dengan orang lain. Entahlah." Yoga menyandarkan tubuhnya di sofa, sepertinya dia pun banyak pikiran. Terlihat dari wajahnya yang nampak lelah dan murung."Maksudnya apa, Mas? Aku belum paham?""Investasi bodong, Dek. Sebenarnya, sudah beberapa bulan yang lalu ibu ikut itu dengan Erna karena bujukan Henny. Berharap untung besar, justru semua uang simpanan ibu habis untuk investasi gak jelas itu!" Mas Yoga mulai terdengar emosi."Yang aku sayangkan, Ibu dan Henny tidak pernah bercerita apapun denganku tentang hal ini. Bahkan uang simpanan milik Mas yang dititip

  • Ditalak Karena Fitnah Ipar & Mertua   Part 27 Jangan Pergi Lagi

    "Lepaskan tanganku, mas," ucapku, berusaha melepaskan diri."Temui ibuku dulu Dek, sebentar saja. Sepertinya ada yang ingin beliau sampaikan. Mas mohon, dek?"Kami saling bertatapan, matanya terlihat bersungguh-sungguh. Dan akhirnya aku mengangguk perlahan, sembari berucap pelan."Baik, Mas. Nanti aku akan menemui, ibu.""Alhamdulillah ... mas jemput nanti sepulang kerja.""Tidak usah, Mas. Aku naik online saja," jawabku mencoba menolak."Jangan Dek, nanti mas jemput saja di lobby utama. Kamu pulang jam lima kan?" Aku tidak menjawab, hanya mengangguk saja, mengiyakan."Ingat ya, Dek, kamu sudah janji. Mas tunggu nanti di lobby." Mas yoga segera melepaskan tanganku dan langsung menuju ke parkiran kendaraannya, dan aku kembali menunggu lift terbuka, untuk kembali bekerja.Sepanjang bekerja, aku benar-benar dibuat gelisah. Apakah Adit harus diberitahu atau tidak kepergianku nanti. Apakah memang dia harus tahu? Tetapi lebih baik tidak usah, aku tidak ingin mengganggu rapat pentingnya bers

  • Ditalak Karena Fitnah Ipar & Mertua   Part 26. Pertemuan Tak Terduga

    Bagian 26"Hubungan apa Mbak, maksudnya?" "Maksud gue, lu pacaran sama si Adit!" sedikit suaranya yang keras, hingga orang-orang terdekat denganku menoleh ke arah kami bertiga. Mbak Lina memberi kode agar Stella berbicara lebih pelan. Tetapi tidak diindahkan. Ternyata, pendidikan tinggi dan kerja enak, tidak menjamin orang itu memiliki adab."Saya hanya berteman saja, Mbak. Sejak dari Adit bekerja di perusahaan yang dulu," jawabku pelan, tidak mau masalah, dengan ikut-ikutan ngotot seperti mereka."Awas lu ye, kalau bohong," ancam Stella, ngeliat tajam, lalu berdiri dari tempat duduknya, diikuti juga oleh Mbak Lina.Sudah tidak ada lagi semangat perlindungan untuk menghabiskan sisa makan siangku. Sebagian orang yang sempat mendengarkan pembicaraanku dengan Mbak Lina dan Mbak Stella, menatap dan sebagian melirik ke arahnya. Aku jadi merasa malu dan tidak enak hati. Lalu cepat-cepat saya meninggalkan kantin tersebut.Berjalan dengan agak tergesa-gesa menuju lift basemen, hingga tanpa k

  • Ditalak Karena Fitnah Ipar & Mertua   Part 25 Perhatian Yang Special

    "Siapa yang mengirim pesan, Tik?" Aku menutup handphone-ku, melihat ke arah Adit, agak ragu-ragu untuk melihatnya.“Jika tidak mau kasih tahu juga tidak apa-apa,” ucapnya lagi, dan aku cepat menjawab."Mas Yoga, Dit. Mengirim pesan memberi tahu, apakah ibu sedang sakit?""Ibumu?" tanya Adit memastikan."Oh, bukan Dit, ibunya Mas Yoga. Alhamdulillah kabar ibuku baik-baik saja.""Alhamdulillah jika begitu, senang mendengarnya." Sembari Adit meminum es teh manis pesanannya."Dit, bisakah aku nanya sesuatu?" Adit mengangkat wajahnya, tersenyum sambil tersenyum."Boleh lah, ada-ada saja, pakai harus nanya segala. Memangnya kamu mau nanya apa?" Aku terdiam sewaktu-waktu, memain-mainkan tisu bekas aku mengelap bibir, kembali berucap."Maksud Mas Yoga kasih tahu kalau ibunya sakit, apa ya, Dit?" tanyaku, meminta pendapatnya. Adit memandang, seperti orang bingung."Kok tanya aku, Tik, kan kamu yang paling mengenal mereka?" tanya Adit dengan nada heran."Aku hanya ingin mendengar pendapatmu, D

  • Ditalak Karena Fitnah Ipar & Mertua   Part 24 Difitnah

    Part 24"Pakai syarat segala nih," ucap Adit sembari tertawa. Aku mengangguk."Apa syaratnya?""Kali ini biarkan aku yang traktir yah." "Masa, aku yang ngajak, kamu yang bayar, Tika," sanggah Adit. Sebagai pria, mungkin Adit merasa tidak enak. "Jika kamu nggak mau, aku nggak jadi ikut," ucapku mengancam, sembari memasang wajah pura-pura ngambek. Adit malah tertawa terbahak."Ya, sudah, terserah kamu saja deh." Adit lantas berdiri dari tempat duduknya, aku pun mengikutinya. Sepertinya Adit ingin pulang dahulu untuk berganti baju."Nanti aku jemput, yah?" tanyanya lagi, dan aku mengangguk mengiyakan. Adit mengangguk pamit, lantas kembali ke rumahnya. Dan aku pun bersiap untuk berganti baju, dan makeup-an sekadarnya.Pukul delapan malam, Adit sudah datang menjemput. Nana dan Vera, yang saat itu sedang duduk-duduk di teras, merayu-rayu untuk ikut, tetapi dengan tegas Adit menolaknya, dengan alasan ada hal penting yang ingin dia sampaikan untukku. Dan jujur saja, walaupun aku hanya diam,

  • Ditalak Karena Fitnah Ipar & Mertua   Part 23 Ada Syaratnya

    Part 23"Ohh, bukan, dia temanku, dia yang menunjukkan tempat kost ini," jawabku, lalu ikut menoleh ke arah pria tersebut lewat kaca besar rumah."Bukan pacar kamu Atika? Masih ada kesempatan dong," ujar Nana terus terang, sambil terus melirik ke arah teras rumah, dan ternyata sedang berbincang dengan Tante Siska."Kalian memang tidak kenal dengan cowok itu?" tanyaku, agak heran, karena letak rumah Adit yang tidak terlalu jauh dari tempat kost ini, sampai kedua teman baruku ini tidak mengenalnya."Nggak kenal," jawab mereka, hampir berbarengan, sembari menggelengkan kepala mereka."Namanya Aditya, rumahnya empat rumah dari rumah ini sebrang jalan, yang cat warna biru," jelasku Kepada mereka berdua, yang terlihat sangat antusias mendengarkan."Ya Allah, jika tahu penghuninya seganteng ini, sudah ku-apelin sedari dulu," ucap Nana, sembari tertawa, aku dan Vera pun ikut tertawa bersama. Terasa satu beban mulai terasa ringan dari hati dan pikiranku. Dua orang penghuni kost ini bersikap sa

  • Ditalak Karena Fitnah Ipar & Mertua   Part 22 Rumah Kost

    PART 22"Apakah aku masih punya kesempatan untuk memilikimu, Atika?" Aku bingung harus menjawab apa, berpikir sejenak terucap pelan."Biarkan aku melewati masa iddah-ku terlebih dahulu ya, Dit. Maafkan aku, yang tidak bisa menjanjikan apapun terhadapmu."Iya Tika, tidak apa-apa, jika jodoh tidak akan kemana, kan?" Adit tertawa kecil, lalu mempersilahkan aku duduk kembali, sementara Adit akan membuatkan minuman untukku.Tidak berapa lama, Adit datang kembali sembari membawa minuman dingin dan sekotak biscuit, dan meletakkannya di atas meja tepat di hadapanku."Maaf ya, Atika, tidak ada apapun di rumahku, maklum tidak ada yang mengurus," ucapnya bercanda, sembari mempersilahkan aku untuk minum. Kami bicara santai saja, lebih banyak bercerita tentang pabrik tempat aku dan Adit dulu bekerja, mengenang kisah-kisah lucu di antara kami dahulu, dan tidak terasa hampir berlangsung satu jam."Dit, antarkan aku menemui pemilik kost'an yah? Jika sudah dapat, aku baru merasa tenang.""Ya Allah, s

  • Ditalak Karena Fitnah Ipar & Mertua   Part 21. Main Belakang

    Part 21"Jadi ini penyebabnya, sehingga kamu bersikeras ingin ke luar rumah," sindir Mas Yoga, matanya tajam menatap Adit. Aku dan Aditya masih diam saja, toh, kami pun tidak melakukan apa-apa."Sepertinya saya pernah melihat kamu," ujar Mas Yoga kepada Adit, tatapan matanya menyimpan amarah, atau mungkin juga cemburu."Iya, Pak, saya dulu pernah bekerja di pabrik wafer tempat bapak dulu menjadi manager di sana," jelas Adit."Ohh, pantas," sindir Mas Yoga, senyumnya terlihat sinis. Ada kesan meremehkan keberadaan Adit. "Pantas apa, Pak?" tanya Adit, belum paham maksud Mas Yoga."Iya, pantas, kalian sudah saling mengenal, jangan-jangan sejak Atika masih menjadi istri saya kalian sudah main belakang," sindir Mas Yoga. Aku masih diam saja, mendengar dan memperhatikan."Hati-hati jika bicara, Pak," geram Adit, merasa tersinggung. Di sisi lain, mungkin dia tidak suka jika aku pun turut direndahkan, apalagi memang kami tidak melakukan apa-apa yang melanggar norma asusila. "Kamu yang hati-

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status