Home / Romansa / Ditandai oleh Bajingan yang Membuliku / Bab 2. Alpha sebaiknya berurusan dengan omega saja

Share

Bab 2. Alpha sebaiknya berurusan dengan omega saja

Author: Lemonia
last update Huling Na-update: 2025-03-22 23:09:32

Di dunia ini, setiap manusia memiliki jenis kelamin sekunder, yang bukan hanya menentukan pasangan hidup, tetapi juga hierarki sosial dan bagaimana mereka dipandang dalam masyarakat.

Alpha, pemegang hierarki tertinggi yang kuat dan dominan. Beta, populasi terbesar tanpa feromon. Sedangkan omega, sering dianggap sebagai lambang kecantikan.

Di usia remaja, naluri Alpha dan Omega semakin kuat, membuat keinginan mereka untuk memiliki satu sama lain meningkat. Daya tarik ini terasa seperti magnet yang tidak bisa mereka kendalikan, bagian dari insting alami mereka. Sementara itu, Beta tidak mengalami ketertarikan semacam itu dan menjalani hidup mereka tanpa benar-benar terikat dalam sistem ini, meski tetap berada di dalam lingkup sosial Alpha dan Omega.

Alpha bisa berteman, bekerja, atau bahkan memimpin Beta dalam lingkungan sosial. Namun, ada satu hal yang jarang terjadi, Alpha tidak punya alasan untuk bermain-main atau mengganggu Beta. Itu bukan sesuatu yang menarik bagi mereka. Jika ada yang melakukan perundungan, biasanya itu terjadi di antara sesama Beta.

Jadi kenapa Reksa mengganggunya?

Kenapa seorang Alpha sepertinya begitu peduli untuk membuat hidup seorang Beta seperti Fiora menjadi sulit?

Tidak masuk akal. Sama sekali tidak masuk akal.

Fiora berjalan dengan kepala tertunduk, kedua tangannya menggenggam erat tali tas besar milik seseorang, jelas tas itu milik Reksa.

Dia berjalan persis di belakang pemilik tas, mengikuti langkah santai Reksa yang begitu kontras dengan langkahnya sendiri. Selain Reksa, ada dua orang lain, Dion dan Andi, dua sahabat setianya yang tak kalah suka mencari masalah.

“Hei!” panggil Dion, menoleh ke belakang. “Apakah kau kesusahan membawa tas itu? Kalau tidak, bawakan punyaku dan milik Andi juga.”

Andi menepuk bahu Dion sambil terkekeh, "jangan terlalu kejam, membawa satu saja tangannya sudah gemetaran."

"Ah benar! Kenapa kau sangat lemah meski seorang beta?"

Keduanya tertawa.

Tapi Fiora sama sekali tidak berniat untuk menjawab. Dia membuang muka dan mendengus diam-diam.

Reksa tiba-tiba menghentikan langkahnya membuat Fiora, yang tidak siap, hampir menabrak punggungnya.

“Cepatlah,” kata Reksa tanpa menoleh, suaranya terdengar malas namun sedikit gelisah. “Aku tidak punya waktu seharian.”

“Dari tadi juga kita mengikuti langkahmu,” ujar Dion dengan merotasikan bola matanya.

Reksa menoleh sedikit, melirik Dion dengan tatapan dingin. “Tidak usah banyak komentar. Jalan saja.”

Dion hanya menatapnya sinis, sementara Andi tertawa kecil. Mereka melanjutkan langkah menuju parkiran.

Suasana sudah sepi ketika mereka sampai. Motor-motor siswa yang lain sudah banyak yang meninggalkan tempat, hanya beberapa kendaraan yang masih terparkir milik anggota osis atau anak-anak yang mengikuti kegiatan sekolah.

Fiora segera mengulurkan tas besar Reksa. “Ini,” katanya lirih, nyaris seperti bisikan.

Reksa menerima tasnya begitu saja, bahkan tidak menoleh ke arah Fiora.

Dion dan Andi sudah menyalakan motor mereka, suara mesinnya menggema di area parkiran yang mulai lengang. Reksa melemparkan tasnya ke pundak sebelum melangkah ke arah motornya yang terparkir di tengah.

“Sampai jumpa besok fiona~” ujar Dion dengan senyum mengejek, nada suaranya sengaja dibuat memanjang sebelum dia memutar gas motornya dan melaju lebih dulu.

Fiora hanya diam, menatap kepergian mereka tanpa berkata apa-apa.

"Kau menggunakan parfum?"

Fiora kembali menghadap Reksa, sedikit tidak mengerti dengan obrolan tiba-tiba ini. "Tidak."

"Hm.. tapi baumu seperti omega."

Fiora mengernyit, tersinggung. "Aku bukan seseorang dengan pemikiran licik seperti itu."

Reksa mengangkat bahunya sebelum menyalakan motornya dengan gerakan tenang, lalu bergabung dengan teman-temannya. Dia melaju keluar dari parkiran, meninggalkan suara mesin yang memecah keheningan dan jejak debu yang mengambang di udara.

Setelah mereka pergi, Fiora berjalan perlahan menuju halte sekolah. Tempat itu ramai oleh siswa, beberapa menunggu jemputan atau angkutan umum, sementara sebagian lainnya duduk santai mengobrol. Suara obrolan riuh menyelimuti suasana, tapi Fiora tetap tenang, bergabung tanpa benar-benar melibatkan diri. Ia memilih berdiri di sisi halte, matanya sesekali melirik ke jalan, menanti angkutan umum yang belum juga datang.

*

Setibanya di rumah, Fiora meletakkan tas sekolahnya di kursi dekat meja belajar, lalu merebahkan diri di atas kasur. Menghirup udara di kamar yang terasa nyaman dengan aroma citrus dari diffuser kecil di sudut ruangan. Ia menghembuskan napas panjang, merasakan kelelahan hari itu perlahan memudar.

Tangannya meraih ponsel di meja samping tempat tidur. Tidak ada pesan baru, hanya grup kelas yang ramai membahas gosip pasangan alpha dan omega yang melakukan tindakan asusila di sekolah. Fiora tidak terlalu tertarik untuk bergabung dalam percakapan itu. Dia mulai membuka sosial medianya untuk mengetahui kabar terbaru yang mungkin menarik minatnya.

Dari luar kamar, terdengar suara ibunya berteriak. "Aku sudah tidak tahan lagi!"

Fiora terdiam, jemarinya berhenti menggulir layar ponsel. Suara ibunya begitu jelas, penuh emosi, dan tidak lama kemudian, terdengar suara ayahnya membalas dengan nada sama tingginya.

Mereka bertengkar. Lagi.

Botol kaca dipukul sampai nyaring. "Kau pikir aku bodoh?!" suara ayahnya menggema, menusuk telinga Fiora. "Jangan pura-pura tidak tahu! Aku bisa mencium baunya! Feromon itu!"

"Tolong, jangan mulai lagi," suara ibunya melemah, tetapi masih cukup jelas. "Aku sudah bilang, aku tidak—"

"Omong kosong!" bentak ayahnya, memotong kalimat yang belum selesai. "Beta tidak mengeluarkan feromon! Tapi kau pulang dengan aroma itu! Bau seorang Alpha!"

Plak!

Fiora bisa menebak bahwa tamparan itu berasal dari telapak tangan ibu dan kulit pipi ayahnya.

Kemudian hening beberapa detik sebelum suara langkah tergesa terdengar. Pintu depan terbuka dan tertutup kembali dengan keras.

Ibunya pergi. Lagi.

Fiora mengepalkan tangannya, berusaha menekan gemetar yang menjalar di ujung jarinya.

Dia tahu, meskipun Alpha tidak pernah benar-benar tertarik pada Beta, banyak dari mereka yang tetap mencari kesenangan dari Beta. Tidak ada ikatan, tidak ada risiko besar, hanya hubungan sementara yang bisa diakhiri kapan saja.

Mungkin itulah yang terjadi pada ibunya.

Fiora tidak bisa menyalahkan ibunya sepenuhnya. Hidup dengan seorang penjudi dan pemabuk pasti terasa seperti neraka. Namun, itu tidak berarti ia membenarkan perselingkuhan.

Rasa pahit menyelusup ke dalam dadanya. Keluarganya sudah berantakan sejak lama, tetapi setiap kali kejadian seperti ini terjadi, lukanya terasa semakin dalam.

*

Fiora menghela napas berat ketika matanya jatuh pada bangku mejanya. Permukaan itu kini dipenuhi coretan-coretan, tulisan-tulisan konyol dan ejekan yang memberi 'motif' baru pada mejanya. Tidak hanya itu, di tengah dan paling banyak menarik perhatian, terdapat gambar kartun Fiona versi Shrek dengan wajah tersenyum lebar yang lebih terlihat menyeramkan daripada lucu.

Ia menatap meja itu tanpa suara, membiarkan rasa kesal mengendap di dadanya. Goresan tinta hitam dan jenis tulisan yang serupa membuatnya mudah menebak bahwa semua ini adalah hasil karya satu orang saja. Fiora tidak perlu berpikir keras untuk tahu siapa dalangnya. Lagipula, mudah menemukan orang di dunia ini yang dengan senang hati memanggilnya 'Fiona'.

Bisik-bisik mulai terdengar dari arah teman-teman sekelasnya. Beberapa dari mereka mencuri pandang ke arah Fiora, sementara yang lain pura-pura sibuk dengan buku catatan atau ponsel mereka. Fiora tahu mereka tidak akan ikut campur, tapi bukan berarti mereka akan melewatkan membuat gosip untuk hari ini.

'Tidak apa-apa. Ini hal yang biasa. Aku hanya perlu mengabaikannya,' pikirnya, mencoba menenangkan diri.

Tapi ketenangan itu berubah menjadi ketegangan begitu seseorang masuk ke dalam ruang kelas. Reksa melangkah dengan langkah santai, jaketnya yang dibiarkan terbuka dan tas yang hanya disampirkan di satu bahu.

Saat melewati meja Fiora, sudut bibirnya terangkat, membentuk senyuman miring yang sudah sangat Fiora kenal. Senyum itu penuh rasa puas, seolah ia tahu. Ruangan kelas kini penuh dengan bisik-bisik yang lebih keras dari sebelumnya. Namun, Reksa tidak berkata apa-apa. Ia hanya melewati Fiora begitu saja, berjalan menuju bangkunya yang terletak di belakang.

Setelah duduk dengan nyaman, Reksa menyandarkan punggungnya dan menyilangkan tangan di depan dada. Matanya masih terfokus pada bagian belakang Fiora, seperti sedang menunggu sesuatu.

Tapi Fiora tetap diam.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ditandai oleh Bajingan yang Membuliku   Bab 44. Sayang

    Hujan deras menyambut dari jam terakhir sekolah, memukul-mukul genting dan membasahi jalanan tanpa ampun. Fiora berdiri di dekat jendela, memperhatikan bagaimana air hujan meluncur deras, memburamkan pandangan ke luar.Suasana kelas mulai sepi. Satu per satu siswa meninggalkan ruangan, beberapa di antaranya berlari menembus hujan tanpa payung, seolah lebih memilih basah daripada menunggu.Fiora menatap baris paling belakang di kelas. Bangku yang menjadi perhatiannya sudah kosong dari sebelum pelajaran terakhir, dia tidak tau kemana Reksa menghilang. Tapi satu hal tak bisa lepas dari pikirannya. Hadiah yang tadi diberikan, kenapa disimpan?“Fiora! Ayo pulang!” seru Talia dari pintu.Fiora mengangguk kecil, mengambil tasnya dan berjalan menghampiri gadis itu.Mereka bertiga—Fiora, Talia, dan Nabila—melangkah menuruni tangga menuju lantai satu. Suara hujan terdengar semakin keras, memantul di atap dan paving sekolah, menyiprat sampai di koridor lantai satu. Sesampainya di bawah, ketigany

  • Ditandai oleh Bajingan yang Membuliku   Bab 43. Bagaikan omega yang sempurna

    Hari ini sebelum pelajaran pertama dimulai, Fiora menaiki tangga menuju lantai tiga gedung barat. Langkahnya pelan, tidak terburu-buru. Ia sudah hafal arah ruangan itu, meski tidak pernah tercantum di jadwal resmi sekolah.Saat membuka pintu, aroma teh hangat dan wangi diffuser yang samar langsung menyambutnya.Fiora berjalan pelan menuju kursi di samping jendela, tempat yang selalu ia pilih sejak pertama kali datang ke sini. Sudah hampir dua bulan berlalu sejak diferensiasinya. Ia mulai terbiasa duduk dalam lingkaran kecil ini, meski perasaan canggung itu belum sepenuhnya hilang.Awalnya dia mengeluh ketika mendapat kelas konseling yang berbeda dengan Nabila. Namun sekarang ia bersyukur. Entah kenapa Fiora merasa tidak ingin terlalu sering bertemu dengannya.Fiora mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Ternyata dia menjadi orang terakhir yang memasuki kelas.Sebelumnya, saat masih seorang beta, ia tidak pernah membayangkan bahwa omega punya kelas khusus seperti ini. Bahkan para

  • Ditandai oleh Bajingan yang Membuliku   Bab 42. Tidak menyerah

    "Jadi," Fiora akhirnya mengutarakan pertanyaan yang sedari tadi memenuhi kepalanya. "Itulah sebabnya kau rutin menyelimutiku dengan feromonmu?"Reksa menoleh sedikit, lalu mengangkat bahu seperti seseorang yang baru saja menyadari sesuatu yang tak ia sadari sebelumnya. "Sebelumnya aku hanya mengikuti insting," katanya ringan, hampir seperti gumaman. "Sekarang aku tahu alasannya kenapa."Mereka berjalan berdampingan menyusuri koridor, langkah mereka terpantul lembut di lantai ubin yang masih menyimpan kehangatan matahari.Tas tergantung miring di bahunya, dan rambutnya, yang baru saja ia sisir asal dengan jari, berkibar pelan setiap kali angin sore menyelinap masuk lewat celah jendela. Fiora menghela napas kecil, lalu mengalihkan wajahnya ke samping, berusaha menyembunyikan rona yang dengan cepat menjalari pipinya."Tapi tolong," katanya, pelan tapi sungguh-sungguh. "Lihat situasi. Jangan di kelas juga."Tangannya terangkat, menutup sebagian wajahnya. Jari-jarinya menyentuh pelipis, se

  • Ditandai oleh Bajingan yang Membuliku   Bab 41. Gelisah

    Begitu Reksa masuk ke dalam kelas, matanya menangkap pemandangan yang tak ia harapkan.Fiora duduk di bangkunya, buku tugas terbuka, dan di seberangnya, ada anak laki-laki yang pernah Fiora panggil dengan nama 'Adam'. Lelaki itu bersandar santai di meja, dan Fiora tertawa pelan karena sesuatu yang dikatakannya.Reksa berhenti di ambang pintu.Beberapa detik ia terdiam, lalu melangkah mendekat ke arah mereka. Tenggorokannya terasa kering karena Fiora masih belum menyadari kehadirannya. Ia melangkah lebih dekat, lalu berdeham cukup keras.Sekejap, perhatian keduanya langsung tertuju padanya.Adam menoleh. Begitu melihat raut wajah Reksa yang jauh dari ramah, ia langsung bangkit dari duduknya. “Aku balik ke tempatku dulu,” katanya pada Fiora, lalu pergi tanpa menunggu jawaban.“Kau dan Adam,” kata Reksa. “Apa itu tadi?”Fiora bahkan tidak mengalihkan pandangan dari buku tugasnya. “Itu namanya mengobrol, Reksa. Mungkin kau pernah mendengarnya.”Jawaban itu membuat dahi Reksa mengernyit. N

  • Ditandai oleh Bajingan yang Membuliku   Bab 40. Sudah tidak tertarik?

    Fiora duduk dengan gelisah di bangku kantin, pandangannya melayang pada kerumunan siswa yang sibuk dengan makan siang mereka. Di depannya, Talia mengaduk-aduk minumannya dengan malas, sesekali melirik Fiora yang tampak tidak tenang."Reksa menghindariku," ucap Fiora tiba-tiba, suaranya hampir tenggelam di antara riuh rendah kantin."Apa?!" Talia mengangkat alis, sedikit terkejut."Reksa menghindariku," Fiora mengulangi, kali ini dengan lebih tegas, sambil menatap lurus ke arah Talia."Ya, ya," Talia melambai seolah menepis udara di antara mereka. "Maksudku kenapa dia menghindarimu?" Dia memiringkan kepalanya, merasa heran."Itulah yang membuatku bingung. Kenapa dia menghindariku?" Fiora menggelengkan kepalanya, kebingungan jelas terlukis di wajahnya. "Seolah-olah aku melakukan sesuatu yang salah, tapi aku tidak tahu apa."Fiora lalu mendekatkan tubuhnya ke arah Talia, suaranya mengecil seiring jarak di antara mereka yang menyempit. Gerakannya membuat Talia ikut memajukan badannya, pen

  • Ditandai oleh Bajingan yang Membuliku   Bab 39. Menghindar

    Reksa berjalan lesu menyusuri koridor kelas, langkahnya terasa lebih berat dari biasanya. Dengan tatapan kosong, ia menerobos kerumunan siswa yang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Beberapa bercanda di depan kelas, ada yang sibuk menyalin tugas, sementara yang lain berdiri bergerombol membicarakan sesuatu yang entah apa. Dinding koridor yang penuh dengan pengumuman kegiatan sekolah, poster ekstrakurikuler, serta jadwal ujian, sama sekali tak menarik perhatiannya.Pikirannya terseret ke dalam mimpi aneh yang mengganggunya semalam. Mimpi yang tak pernah ia bayangkan akan melibatkan Fiora yang polos.Tapi di dalam mimpi itu, Fiora bukanlah dirinya yang biasa. Dia lebih berani, lebih ekspresif dan ... yang paling mengganggu, lebih centil dari yang bisa ia bayangkan.Reksa mengusap pelipisnya dengan frustrasi, berharap bayangan mimpi itu segera hilang dari pikirannya. Langkahnya terhenti tiba-tiba. Tanpa sadar, ia mengacak-acak rambutnya. "Sadarlah, Reksa!" marahnya pada dirinya send

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status