Begitu Reksa masuk ke dalam kelas, matanya menangkap pemandangan yang tak ia harapkan.Fiora duduk di bangkunya, buku tugas terbuka, dan di seberangnya, ada anak laki-laki yang pernah Fiora panggil dengan nama 'Adam'. Lelaki itu bersandar santai di meja, dan Fiora tertawa pelan karena sesuatu yang dikatakannya.Reksa berhenti di ambang pintu.Beberapa detik ia terdiam, lalu melangkah mendekat ke arah mereka. Tenggorokannya terasa kering karena Fiora masih belum menyadari kehadirannya. Ia melangkah lebih dekat, lalu berdeham cukup keras.Sekejap, perhatian keduanya langsung tertuju padanya.Adam menoleh. Begitu melihat raut wajah Reksa yang jauh dari ramah, ia langsung bangkit dari duduknya. “Aku balik ke tempatku dulu,” katanya pada Fiora, lalu pergi tanpa menunggu jawaban.“Kau dan Adam,” kata Reksa. “Apa itu tadi?”Fiora bahkan tidak mengalihkan pandangan dari buku tugasnya. “Itu namanya mengobrol, Reksa. Mungkin kau pernah mendengarnya.”Jawaban itu membuat dahi Reksa mengernyit. N
Fiora duduk dengan gelisah di bangku kantin, pandangannya melayang pada kerumunan siswa yang sibuk dengan makan siang mereka. Di depannya, Talia mengaduk-aduk minumannya dengan malas, sesekali melirik Fiora yang tampak tidak tenang."Reksa menghindariku," ucap Fiora tiba-tiba, suaranya hampir tenggelam di antara riuh rendah kantin."Apa?!" Talia mengangkat alis, sedikit terkejut."Reksa menghindariku," Fiora mengulangi, kali ini dengan lebih tegas, sambil menatap lurus ke arah Talia."Ya, ya," Talia melambai seolah menepis udara di antara mereka. "Maksudku kenapa dia menghindarimu?" Dia memiringkan kepalanya, merasa heran."Itulah yang membuatku bingung. Kenapa dia menghindariku?" Fiora menggelengkan kepalanya, kebingungan jelas terlukis di wajahnya. "Seolah-olah aku melakukan sesuatu yang salah, tapi aku tidak tahu apa."Fiora lalu mendekatkan tubuhnya ke arah Talia, suaranya mengecil seiring jarak di antara mereka yang menyempit. Gerakannya membuat Talia ikut memajukan badannya, pen
Reksa berjalan lesu menyusuri koridor kelas, langkahnya terasa lebih berat dari biasanya. Dengan tatapan kosong, ia menerobos kerumunan siswa yang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Beberapa bercanda di depan kelas, ada yang sibuk menyalin tugas, sementara yang lain berdiri bergerombol membicarakan sesuatu yang entah apa. Dinding koridor yang penuh dengan pengumuman kegiatan sekolah, poster ekstrakurikuler, serta jadwal ujian, sama sekali tak menarik perhatiannya.Pikirannya terseret ke dalam mimpi aneh yang mengganggunya semalam. Mimpi yang tak pernah ia bayangkan akan melibatkan Fiora yang polos.Tapi di dalam mimpi itu, Fiora bukanlah dirinya yang biasa. Dia lebih berani, lebih ekspresif dan ... yang paling mengganggu, lebih centil dari yang bisa ia bayangkan.Reksa mengusap pelipisnya dengan frustrasi, berharap bayangan mimpi itu segera hilang dari pikirannya. Langkahnya terhenti tiba-tiba. Tanpa sadar, ia mengacak-acak rambutnya. "Sadarlah, Reksa!" marahnya pada dirinya send
Nabila melangkah masuk ke ruang kelas dengan percaya diri, langkahnya cepat seolah tidak ada yang bisa mengganggunya. Pandangannya langsung tertuju pada Fiora, yang tengah duduk di bangkunya, sibuk dengan sesuatu di meja.Senyum lebar terukir di wajah Nabila saat ia mengangkat ponselnya, memperlihatkan layar yang menampilkan sebuah foto. Dengan nada ceria yang terdengar sedikit terlalu antusias, dia berkata, "Ini kau, kan?"Fiora mengangkat kepalanya, alisnya sedikit berkerut sebelum akhirnya melihat ke arah ponsel Nabila."Serius, Fiora? Kau memakai baju maid?" Suara Nabila terdengar ceria, tetapi ada sesuatu di balik nada suaranya yang membuat Fiora merasa tidak nyaman.Fiora, yang merasa sedikit malu, hanya bisa mengangkat bahu. "Aku kalah taruhan," jawabnya dengan nada pelan, "hukumannya mengenakan kostum itu saat Festival sekolah kemarin.""Ah, aku menyesal tidak berangkat waktu itu, aku jadi tidak bisa melihatmu memakai pakaian itu. Kalau boleh tahu, bagaimana rasanya mengenakan
Langkah kaki bergema di sepanjang lorong yang kosong, berpadu dengan napas dua orang yang tidak teratur."R-Reksa, berhenti!" seru Fiora, berusaha melepaskan cengkeraman kuat di pergelangan tangannya.Reksa benar-benar berhenti. Gerakan mendadak itu membuat wajah Fiora menabrak punggungnya yang keras.“Aduh, sakit!” Fiora mengaduh pelan sambil mengusap hidungnya. Matanya memelototi punggung Reksa.“Kau sengaja, ya?” katanya, separuh mendesis.Reksa menoleh sedikit, ekspresinya datar tapi matanya menyiratkan sesuatu yang nyaris menantang. "Kaulah yang memintaku untuk berhenti," jawabnya, seolah insiden barusan bukan salahnya sama sekali.Fiora hendak membalas, tetapi sebelum sempat membuka mulut, Reksa sudah menariknya lagi tanpa banyak bicara. Cengkeramannya tetap erat, seperti menegaskan bahwa ia tak akan membiarkannya kabur begitu saja.Baru setelah mereka sampai di depan UKS, dan mendapati pintunya tidak terkunci, Reksa akhirnya melepaskan Fiora."Apa yang membuatmu sangat marah?"
Hari ini, sekolah mengadakan festival tahunan yang selalu dinanti-nantikan oleh semua siswa. Lapangan yang biasanya sepi kini berubah menjadi keramaian yang penuh warna. Tenda-tenda berwarna cerah berdiri kokoh di sepanjang lapangan, masing-masing menawarkan aneka makanan dan permainan. Suara musik meriah mengalun dari panggung utama, seiring dengan riuh rendah tawa dan canda para siswa yang bersemangat mengikuti berbagai kegiatan.Fiora mendapat giliran berjaga di stan kelasnya yang menjual takoyaki. Stan mereka terletak di salah satu sudut lapangan yang cukup ramai, dengan aroma gurih dari bola-bola gurita yang sedang dimasak di atas panggangan. Asap tipis yang keluar dari panggangan menambah kelezatan suasana, memikat siswa-siswa yang lewat. Fiora, yang sudah mengenakan celemek berwarna merah muda dengan logo kelas, tampak cekatan membalik takoyaki menggunakan tusuk sate panjang.Di sebelahnya, Talia sibuk menyiapkan bumbu saus takoyaki yang kental, sementara yang lainnya mengemas