Tanpa menunggu jawaban, Marcho langsung berjalan keluar dan mengunci pintu dari luar.
Melihat itu, Livy menahan gemetar di tubuh, terlebih kala pria itu terdengar menelpon asisten pribadinya-Fredy.
Apa mereka sedang mempersiapkan proses penangkapannya?Tidak!
Livy menggelengkan kepalanya berkali-kali. Dia tak mau mendekam di dalam penjara yang dingin dan menakutkan itu.
"Aku harus kabur secepatnya sebelum Marcho sadar!" batin gadis itu dalam hati.
Sementara itu, Marcho kini tengah berada di ruang kerjanya di apartemen itu.
Dia tersenyum penuh kemenangan, saat melihat dokumen yang baru saja di kirimkan oleh asistennya. Sesuatu yang bisa dia gunakan untuk menaklukkan Livy!
Livy adalah anak dari seorang bos pertambangan. Setelah Ayahnya meninggal dunia, Ibunya menikah lagi. Tapi tanpa sepengetahuan sang Ibu, Ayah tirinya seringkali bertindak tak senonoh padanya hingga membuat Livy memutuskan untuk kabur dari rumahnya.
Dia melihat jam tangannya kemudian beranjak untuk menemui Livy di kamarnya, untuk 'bernegosiasi' tentunya!
Namun saat Marcho tiba di depan kamarnya, pintu itu sudah terbuka! Livy menghilang!
"Sialan!" Marcho menendang pintu kamarnya dengan geram dan berlari keluar sembari menelepon para bawahannya. "Blokir semua akses keluar masuk di gedung ini, sekarang juga! Bawa dia kembali bagaimanapun caranya!"
***
"Untung ... aja ada kamu!" gumam Livy sembari menatap jepit rambut di tangannya, benda yang menyelamatkan hidupnya.
Kini Livy sudah berada di dalam lift yang hanya ada dia sendiri di dalamnya.
Dia menghela napas lega karena dia masih bisa kabur dari genggaman duda dingin itu.
Ting!
Pintu lift pun terbuka. Namun belum sempat Livy melangkahkan kakinya keluar dari lift, dia melihat beberapa pria berseragam hitam berjalan capt ke arahnya. Dengan jantung yang berdetak cepat, Livy refleks memundurkan langkahnya dan berdoa dalam hati, berharap orang-orang itu bukan datang untuknya.
Tapi sayangnya harapan Livy sirna saat salah seorang dari pria itu masuk ke dalam lift dan menyapanya, "Nona Livy, mohon ikut dengan kami."
*Boom*
Hancur sudah harapan Livy untuk terbebas dari Marcho!
Tubuhnya meluruh dan hampir saja ambruk, jika salah seorang bodyguard Marcho itu tidak dengan sigap menahan tubuhnya.
Pria itu menekan tombol lift, menuju lantai dimana apartemen Marcho berada sembari menghubungi rekannya untuk membuka kembali akses keluar masuk di gedung itu dan menormalkan kondisi yang tadi sempat begitu menegangkan. Bahkan hal itu juga membuat beberapa penghuni lain di sana panik, heran, dan bingung.
Jadi, pelarian Livy yang sebentar itu, berakhir sudah.
Kini, dia kembali berada di dalam ruang kerja Marcho dan duduk di hadapan pria itu dengan kepala tertunduk.
"Cepat berikan kepadanya!" perintah Marcho kepada Fredy-asistennya.
"Baik, Tuan!" jawab Fredy yang langsung menyerahkan berkas perjanjian di hadapan Livy.
"Bacalah dan segera tanda tangani!" titah Marcho. "Aku tidak hanya akan mengerahkan anak buahku untuk terus mengawasimu, tapi aku juga akan mengikatmu secara hukum!" jelas Marcho membuat Livy kembali bergidik ngeri.
'Mati aku kali ini!' gumam Livy dalam hati.
Perlahan Livy meraih berkas yang ada di hadapannya dan membaca setiap tulisan yang ada di dalamnya. Hatinya langsung terasa sesak saat membaca isi surat perjanjian pernikahan yang berisikan aturan-aturan apa saja yang boleh ia lakukan dan tidak boleh ia lakukan selama pernikahan.
Begitu Livy membaca poin terakhir, semakin membuatnya kesulitan bernapas. Apa maksudnya dia hanya dijadikan pembantu oleh laki-laki itu?
"Pertama, kau harus menuruti semua perintahku. Kedua, kau sama sekali tidak diizinkan untuk membantah!" tutur Marcho.
"Tapi ini sangat tidak manusiawi, Tuan! Bagaimana bisa Anda menjadikan saya sebagai budak seperti ini?" sanggah Livy yang sama sekali tidak terima dengan isi perjanjian yang sangat merugikan dirinya.
Bagaimana ia tidak rugi, jika setelah menikah nanti ia dituntut agar segera hamil karena saat awal pertama ia membuat keributan sudah mengaku jika ia memang sedang hamil.
Tidak hanya itu, meski sudah menikah dengan Marcho statusnya bukanlah sebagai istri yang dengan enaknya menikmati uang suami. Dia masih harus bekerja di kantor dan juga di apartemen. Lebih tepatnya ia menjadi pembantu pribadi Marcho dengan gaji yang sama sekali tidak setimpal dengan pekerjaannya.
Dan satu lagi, Livy sama sekali tidak diperkenankan untuk mempublikasikan pernikahan mereka dan juga ikut campur dalam urusan pribadi Marcho.
"Jika pernikahan kita tidak bisa dipublikasikan, bagaimana saya menjawab pertanyaan netizen di saat saya hamil?" tanya Livy yang sama sekali tidak habis pikir dengan isi perjanjian tersebut.
"Aku tidak peduli dengan semua itu. Yang aku butuhkan adalah kau segera menandatangani perjanjian ini!" jawab Marcho.
"Saya tidak setuju, Tuan!" balas Livy sambil meletakkan kembali berkas yang ada di tangannya dan bersiap untuk meninggalkan ruangan Marcho.
"Jika kau tidak menyetujui perjanjian ini, tidak apa. Aku hanya perlu mengabarkan kepada Nyonya Besar Widya jika putri kesayangan ada di sini bersamaku!" ancam Marcho yang langsung menyebutkan nama mama kandung Livy.
Mata gadis cantik itu sontak membulat.
Bagaimana Marcho tahu tentang keluarganya?!
Malam harinya, seperti biasa Livy selalu menemani Hizkiel sampai tertidur dan setelah ituia akan kembali ke kamarnya..Jika malam sebelumnya Livy kembali saatMarcho sudah terlelap. Kali ini Marcho justru masih terjaga sambil memeriksa beberapa surat elektronik yang masuk ke dalam emailnya."Anda belum tidur, Tuan?" tanya Livy sambil melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan jam sebelas malam.Marcho hanya menggelengkan kepalanya sambil tetap fokus menatap layar ipad di tangannya.Livy yang tadinya sudah mengantuk pun akhirnya berbalik lagi keluar dari kamar dan menuju pantry untuk membuatkan sesuatu untuk Marcho.Tak perlu menunggu waktu yang lama, kini Livykembali ke kamar dengan membawa secangkir teh camomile hangat beserta kue jahe. Livy pun langsung meletakkannya di atas nakas tepat disamping Marcho."Terima kasih banyak, Livy. Jika kau tidak keberatan, maukah kau memijit kepalaku?" pinta Marcho yang sedari tadi sore kepalanya sedikit terasa sakit."Entah kenapa kepalaku
Marcho yang masih berdiri di belakang Livy, tidak sengaja membaca isi pesan yang masuk ke dalam ponsel istrinya. Ia pun langsung merebut ponsel Livy dan melewati Livy begitu saja menuju ke dalam ruang kerja.Melihat Marcho mulai mengusik privasinya, Livy langsung mengejar langkah Marcho untuk merebut kembali ponsel miliknya."Tuan Marcho!" pekik Livy dengan suara yang cukup memekakkan telinga."Kembalikan ponsel saya!" tangan Livy langsung menengadah di depan Marcho."Aku akan membelikanmu ponsel yang baru! Sekarang kembalilah bekerja, Livy!" titah Marcho yang sama sekali tidak ingin mengembalikan ponsel milik Livy."Tidak, sebelum Anda mengembalikan ponsel saya!" balas Livy dengan tegas dan sorot matanya yang terlihat begitu tajam."Kau mulai berani lagi melawanku, hah! Apa kau tidak takut aku kembalikan pulang ke rumah Mamamu!" ancam Marcho agar Livy merasa takut.Sayangnya ancaman Marcho kali ini membuat Livy tidak takut sedikit pun."Pulangkan saja, Tuan. Kalau bisa secepatnya. Sa
Tanpa Marcho sadari, ucapannya itu membuat hati Livy berdenyut nyeri. Ia merasa usahanya kali ini sama sekali tidak bernilai di mata Marcho."Sebenarnya bukan mantan kekasih, Tuan. Karena saya juga belum memutuskan hubungan kami secara resmi!" jawab Livy dengan nada yang cukup pelan, namun terdengar begitu jelas di telinga Marcho."Apa maksudmu, Livy?!" tanya Marcho dengan geram sambil mengunci tubuh istrinya di dinding lift.Tatapan tajam Marcho kali ini membuat Livy merinding ngeri. Untung saja pintu lift segera terbuka dan Marcho langsung membuat jarak di antara keduanya."Kau harus mempertanggung jawabkan semua ini di kantor!" tegas Marcho."Di kantor? Bukankah kita akan menuju ke sekolah Hizkiel?" tanya Livy yang sama sekali tidak dijawab oleh Marcho.Marcho lebih memilih diam dari pada menanggapi pertanyaan Livy kali ini. Dia tidak ingin Livy tahu jika dia hanya memberikan alasan klise yang tidak sebenarnya untuk segera undur diri dari ruangan meeting.Meskipun di ruangan meetin
Kehadiran Randy kali ini membuat Marcho sedikit gusar, terlebih ia belum mengetahui siapa sebenarnya pria yang kini berbicara dengan istrinya.Pintu lift pun terbuka dan keduanya kembali meneruskan obrolan mereka berdua."Maaf, Randy! Keadaanku saat itu benar-benar sedang di ujung tanduk dan mengharuskan aku pergi tanpa meninggalkan jejak sedikit pun!" balas Livy.Randy pun mendekatkan dirinya dan hendak memegang kedua bahu Livy. Namun cepat-cepat Marcho menarik Livy ke dalam pelukannya."Siapa laki-laki ini, sayang?" tanya Marcho yang membuat langkah Randy terhenti.Randy menatap Marcho sejenak dan beralih menatap Livy, "Jadi benar kata Tante Widya jika kau sudah menikah, Livy?"Pertanyaan Randy membuat Livy bingung harus menjawab apa. Hingga pada akhirnya Livy hanya bisa menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Randy barusan."Emmh, kenalkan ini Randy!" ucap Livy sambil menunjuk ke arah Randy."Dan Randy, kenalkan ini suamiku, Marcho!"Marcho langsung mengulurkan tangannya
"As you wish, Mr Marcho yang terhormat!" balas Livy geram dan kemudian berbalik menuju mobil.Marcho pun mengikuti langkah Livy dan kembali membukakan pintu untuk istrinya. Kini keduanya sudah berada di mobil yang akan mengantarkan mereka pulang“Tuan, bukankah saya istri yang tidak Anda pertimbangkan sama sekali?” tanya Livy membuka pembicaraan di antara mereka."Yap, tepat sekali!""Berarti saya diperbolehkan untuk menjalin hubungan dengan pria lain, dong!"Penuturan Livy barusan membuat hati Marcho sedikit tercubit. "Tidak bisa!" jawabnya dengan tegas."Mengapa?""Jangan membuat Hizkiel sakit hati karena melihat mommy nya memiliki hubungan dengan pria lain!" jawab Marcho dengan tegas."Lagi pula apa kata orang nanti jika ternyata Nyonya Marcho justru memiliki selingkuhan di luar sana!""Emm, saya juga tidak akan menjalin hubungan secara terang-terangan. Saya akan menyembunyikan hubungan itu dari siapa pun!"balas Livy lagi membuat emosi Marcho seketika tersulut."Lakukan saja sesuka
Marcho meringis kesakitan sambil memegangi perutnya. "Ada apa, Tuan?!" tanya Livy sambil meletakkan sisa breakfast wrap miliknya ke dalam kotak bekal dan mengecek keadaan Marcho. "Perutku sangat sakit, Livy!" keluh Marcho sambil merintih. "Aku melewatkan sarapanku karena ada meeting pagi ini!" lanjutnya lagi sambil berharap penuh dalam hatinya agar Livy mau berbagi breakfast wrap yang kini hanya tinggal 1. "Emmm, di depan ada restoran Tuan. Anda bisa turun untuk makan terlebih dahulu. Saya akan kembali menjemput Anda sepulang dari mengantar bekal milik Hizkiel!" balas Livy membuat Marcho memutar bola matanya malas. Mendengar jawaban Livy, wajah Marcho berubah seketika. "Tidak perl, aku masih bisa menahannya. Aku juga ingin bertemu dengan putraku di sekolah!" kilah Marcho memberikan alasan. "Tapi Tuan, bagaimana jika nanti terjadi apa-apa dengan Anda dan membuat nyawa Anda justru tidak tertolong?" tanya Livy yang tampak begitu khawatir. Senyum Marcho pun langsung terlukis mend