Share

Ditinggal Suami Dinikahi Bos
Ditinggal Suami Dinikahi Bos
Author: Hamira Irrier

1. Kabar Kematian

Author: Hamira Irrier
last update Last Updated: 2022-11-01 16:30:47

Pagi ini aku terbangun seperti biasa. Setelah semalam memadu kasih dengan suami tercinta. Sampai hampir jam dua belas malam kami baru selesai. Dan kami tertidur pulas setelahnya. Seperti biasa aku yang pertama menggeliat saat mentari mulai memasuki kisi-kisi jendela kamar. Seperti pagi-pagi sebelumnya setelah kami menghabiskan malam, pasti aku kesiangan. Buru-buru aku turun dari ranjang, membiarkan suamiku tetap tertidur lelap.

Langkahku sangat ringan. Tubuh ini juga terasa bugar. Sebelum menuju kamar mandi kusempatkan mengintip putri kami yang juga masih terlelap di kamar sebelah. Biasanya ia akan ikut bangun saat aku mencium pipinya. Namun, kuurungkan niatku pagi ini. Tubuhku masih bau. Pukul setengah enam pagi rumah masih sepi. Belum ada aktivitas kesibukan seperti biasa. Dengan cepat aku menyambar handuk dan membersihkan diri di kamar mandi.

Guyuran air selalu membuatku merasa tenang. Dari pagi ini aku akan memulai aktivitas bekerja setelah beberapa hari melakukan WFH. Wangi sabun menguar di sekelilingku. Membuat jiwa semakin tenang. Hari ini hariku akan jauh lebih menyenangkan.

"Sudah mandinya?" tanya suamiku saat aku sampai di ruang televisi rumah kami.

"Sudah, Mas. Gantian kamu yang mandi biar tetap bisa solat," ujarku. Pagi ini kami benar-benar kesiangan.

"Iya. Jangan lupa kopi hitamnya." Suamiku langsung mengeksekusi niatnya untuk mandi.

Aku mengeringkan rambut sebentar dengan handuk, lantas menjemurnya di halaman belakang. Satu teko berisi air kudidihkan. Dua cangkir hadiah membeli kopi sachet merek tertentu aku ambil. Membuatkan kopi untuk suami tercinta. Sembari menunggu air mendidih, aku mencari ponselku. Semalam tergeletak di ruang tamu. Kuayunkan langkah dan mendapati ponsel itu di sana.

Sebuah panggilan tak terjawab dari Ibu. Sebuah kabar duka dari desa. Aku bergegas kembali ke belakang. Mematikan kompor juga bicara pada Mas Baja.

"Mas, Mas. Pakde meninggal," sahutku dari balik pintu kamar mandi. Sejenak gemericik air tak terdengar.

"Apa, Dik?"

"Pakde meninggal. Kakaknya Bapak." Mas Baja pun membuka pintu. Ia sudah mengenakan pakaian dan berusaha mengeringkan rambutnya.

"Innalilahi, yang kemarin kita ketemu?" tanyanya mengingat momen terakhir kepulangan kami. Butuh waktu lima jam untuk sampai di desaku.

"Iya, Mas," ucapku pilu. Pakde salah satu orang berjasa dalam hidupku.

"Gak pulang, ya. Minggu kemarin sudah pulang." Mas Baja mengambil alih pembicaraan. Aku belum juga mengutarakan niatku. "Loh, kopinya mana ini. Malah belum jadi." Ia sadar saat kopi hitam belum tersaji.

"Maaf, Mas. Aku lupa."

"Haish, payah." Aku dengan cepat membuatkan kopi untuknya. Mengaduk dan memastikan sesuai selera.

"Hape butut mana, Mas?" tanyaku hati-hati. "Ada pulsa gak?"

"Gak tahu di mana. Sana cari sendiri. Sebenarnya semalam Bapak juga sudah kaish kabar kalau Pakde meninggal. Kamu keburu tidur."

"Jam berapa, Mas?" tanyaku tak tahu perihal kabar itu.

"Satu dini hari," jawab Mas Baja seraya menyeruput kopinya.

***

Dengan cepat aku mencari ponsel butut Mas Baja. Hanya ponsel itu yang bisa menghubungkan panggilan dengan Bapak. Aku meneleponnya dan dijawab oleh Bapak.

Pakde meninggal.

"Ya, Pak. Amira sudah dengar, tadi diWA sama Ibu."

Kamu pulang, kan? Dulu Bude sering bantu kuliah, kamu lho.

Bapak langsung menodongku dengan pertanyaan itu. Jujur aku ingin pulang. Jujur aku ingin memberi penghormatan terakhir untuk beliau. Namun, respon Mas Baja kurang meyakinkan.

"Belum tahu, Pak. Nanti Amira pikir dulu. Karena minggu kemarin baru pulang. Mas Baja juga baru ijin kerja," ucapku pelan.

Ya sudah terserah kamu saja. Mau bagaimana lagi, kalau tidak sempat.

Panggilan suara terputus. Bapak menutupnya. Aku tertunduk lara. Tergambar jelas wajah keluarga Pakde dan Bude yang dulu kerap memberi uang saku untukku. Terbayang jelas kasih sayang mereka saat aku benar-benar membutuhkan. Tanpa terasa air mata menetes. Membuatku tak mampu menyembunyikan kesedihan ini. Selain itu hatiku juga bergemuruh. Karena aku tahu Mas Baja tidak mungkin mengantarku, dan tidak mungkin mengijinkanku pulanh sendirian.

Entah setan apa yang merasuki tubuhku saat itu juga. Aku mengeluarkan unek-unek atau kegundahan hati yang selama ini kupendam sendiri.

"Pokoknya aku mau balik kampung, Mas. Mau cari kerja di sana. Biar bisa dekat dengan keluarga," ujarku sambil berjalan ke dapur. Aku mulai meraih wajan untuk menyiapkan sarapan. Mas Baja yang tadi sedang menyeruput kopi hanya diam. Ia sepertinya malas menimpali kata-kataku. "Coba kita punya mobil, ya, Mas. Punya banyak uang bisa langsung pulang. Sayang kita harus memikirkan banyak hal dulu sebelum memutuskan untuk pergi." Jujur aku sangat ingin kembali ke desa. Bekerja dekat dengan keluarga.

Mas Baja tetap diam saja. Ia fokus menyaksikan siaran televisi sembari menghabiskan kopi. Karena kesal aku membuat suara suara dari wajan dan solet yang beradu. Kulihat sekilas Mas Baja yang asyik dengan ponselnya. Entah ia melakukan chatting dengan siapa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Annyhalawa
apa pun keputusan bersama,semoga ada baiknya saling mendukung satu sama lain,jika istri memberi solusi,suami juga harus mendukung mana baiknya, jangan diam dan di cuekin, karena istri ingin di mengerti dan di pahami. kalau sama sama ada kekompakan dan kasih dalam keluarga maka keluarga itu bahagia
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 72

    Riuh tepuk tangan itu menjadi awal proses akuisisi BaRlie oleh Aditama Group. Tanpa negosiasi yang alot dan terjadi seperti cuma-cuma. Teo yang nampak kebingungan hanya bisa mengikuti arahan Pak Rama saat diminta maju ke depan mendampingi Bu Hana.“Ini pemilik sebenarnya Aditama Group. Pewaris tunggal Almarhum Pak Aditama. Meski dulu, Aditama Group dibangun bersama papa saya, nyatanya dialah yang menikmati hasilnya sampai hari ini. Awalnya saya malas dan ragu melepaskan semua ini bahkan saya ada niat jahat ingin merebutnya dari anak kecil ini. Tapi, ada satu orang yang membuat saya takjub sampai-sampai menghilangkan rasa benci saya pada keluarga Aditama. Dia adalah Amira, istri dari Pak Teo ini yang sekaligus adik saya saat kami bekerja di sebuah lembaga bimbingan belajar. Kegigihannya membuat saya tak sampai hati melukai orang-orang terdekatnya. Pak Teo, anda harus berterima kasih pada istri anda,” ujar Bu Hana pada Teo di atas panggung di depan semua orang. “Baik, Bu.”“Sekarang sud

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 71

    Ini pertama kalinya aku ke Bali bersama Teo. Meski Teo memiliki resto di sana dan kerap bolak balik Jakarta Bali aku tidak pernah ikut. Sebenarnya aku sedikit berat meninggalkan Akila dan Ibu tapi karena ibu mengizinkan dan tetap akan di Jakarta sampai aku pulang, akhirnya aku pun berangkat."Deg degan?" tanya Teo saat pesawat yang kami tumpangi mulai mengudara."Sedikit," jawabku sambil melirik ke arah jendela di mana aku bisa melihat ke bawah dan memang cukup menakutkan."Santai saja. Nanti juga nyaman kok," balas Teo sambil mengeratkan genggamannya. "Adek aman, kan?""Aman."Dan benar sekali perjalanan Jakarta Bali ini tidak terasa. Aku juga tidak tidur seperti saat melakukan perjalanan darat. Mungkin karena ini pertama kali jadi tidak nyaman untuk tidur di pesawat.Sesampainya di bandara kami disambut oleh manajer dari resto milik Teo. Memang selain datang untuk menghadiri undangan Bu Hanania, Teo berencana melakukan cekhing ke resto juga."Selamat siang, Pak dan Ibu. Selamat data

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 70

    Aku tidak mengerti mengapa Teo memintaku ikut ke Bali. Penjelasannya pun terasa tak masuk akal. Tapi, Teo bersikeras menyampaikan aku harus ikut."Tapi aku sedang hamil. Apa tidak masalah naik pesawat?""Kita konsul dulu sama Dokter Adara. Atau kamu WA tanya.""Tapi kenapa mendadak sekali? Kenapa harus lusa?""Ini penting, Ra. Sangat penting. Nanti aku jelaskan saat kita udah berangkat."Teo mulai menyiapkan koperku. Dia membuka lemari dan berusaha memilih baju-baju yang akan aku kenakan. Rasanya aneh sekali."Nah, itu sudah datang orangnya," kata Teo setelah mendengar seruan dari Mbak Dewi. "Biar tunggu di bawah, Mbak!" jawab Teo."Kamu manggil siapa emangnya?""Ayo kita turun dulu," ajak Teo seraya menarik tanganku. Aku pun pasrah karena aku sendiri tidak mengerti detail yang akan disampaikan Teo. Aku hanya berusaha percaya. Itu yang bisa kulakukan. Sesampainya di ruang tamu aku jelas terkejut melihat siapa yang duduk di sofa."Dokter," ucapku."Saya jadwalkan cek di rumah sekalian

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 69

    POV Teo"Kita harus berangkat sekarang jika tidak ingin terlambat, Pak.""Berangkat ke mana? Maksudnya apa, Pak Rama?" Aku masih belum terlalu paham dengan situasi yang baru saja dijelaskan Pak Rama. Bagaimana mungkin Raline menjual perusahaan sementara kondisinya seperti itu?Pak Rama pun menyodorkan beberapa file salinan dari apa saja yang sudah dikerjakan Baja dan Raline akhir-akhir ini. "Ini sebagian kecil, Pak. Sisanya saya ....""Sebentar. Ini benar, Pak?" tanya Arhab tiba-tiba yang mengenali nama pihak kedua dalam perjanjian itu."Benar, Pak Arhab. Ibu Hanania yang akan menjadi kunci dalam akuisisi ini.""Aku bilang apa. Dokter itu aku pernah meihatnya bersama Hana," terang Arhab padaku.Kini aku mengangguk setuju. Pasti ada sesuatu. "Kamu tau dia di mana, Hab?" "Bali, Pak. Bu Hana stay di bali selama ini," jawab Pak Rama seperti sudah memastikan semuanya."Kita berangkat hari ini. Cari tiket terdekat," ujarku yang langsung dijawab dengan anggukan Pak Rama.Tok! Tok! Tok!Ses

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 68

    POV TeoApa yang belum pernah kudapatkan di dunia ini? Segala macam kemewahan dan kenikmatan hidup bisa dibilang sudah pernah kurasakan. Akan tetapi, tidak ada yang semenggembirakan ini. Mendengar detak jantung makhluk kecil yang masih bersembunyi di rahim mamanya membuatku tak bisa berhenti merasakan euforia yang susah sekali untuk kujabarkan.Aku tidak salah mendengar. Kata Dokter Adara janin atau nanti akan disebut sebagai bayi milik kami sehat tanpa kurang suatu apa. Detak jantungnya normal, pertumbuhannya juga sesuai dengan usia kandungan mamanya. Bahkan tadi dia bergerak-gerak lincah seakan menyapa papa mamanya mengabarkan kalau dia baik-baik saja. Lucu sekali. Ini lebih mengharukan dibandingkan memenangkan tender manapun. Dan lihatlah aku, Teodorus Liem Aditama dalam kurun waktu kurang dari satu tahun akan menjadi seorang papa."Ibu dan kandungannya sehat. Semuanya normal dan berkembang sesuai usianya. Ini hasil print outnya ya," ujar Dokter Adara sambil menyerahkan hasil cetak

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 67

    Tamu tak diundang itu cukup mengejutkanku. Bagaimana bisa tanpa rasa sungkan dia datang seraya menyapa ibu dengan ramah."Apa-apaan? Kenapa bisa nyamper ke sini?" tanya Teo saat kami sudah bertiga di ruang tamu."Udah ketemu belum sama pemilik saham-saham itu?" Aku pun melirik sekilas ke arah mereka saat meletakkan minum yang dibuatkan Mbak Dewi. Walau awalnya enggan, karena ada ibu di rumah mana bisa kami menolak kedatangan mantan kepala desa itu."Aku bilang mau cuti sehari. Pak Rama aja paham. Lo enggak?" timpal Teo. Mereka nampak akrab tidak seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya."Makasih, Mir," ujar Mas Arhab malah menanggapi sikapku dibanding pertanyaan Teo."Istri gue, Hab!""Iya paham."Aku menggeleng. Mereka berdua benar-benar aneh. Dari cara komunikasi hingga kedekatan mereka tampak lebih akrab."Nih aku bawa nama penting hari ini," ujar Arhab seraya menyodorkan layar ponselnya ke Teo.Aku yang duduk di sebelah Teo praktis bisa membaca dan melihat profil perempuan yang sed

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status