Beranda / Romansa / Ditinggal Suami Dinikahi Bos / 5. Pekerjaan yang Tertunda

Share

5. Pekerjaan yang Tertunda

Penulis: Hamira Irrier
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-01 16:31:25

Mobil silver itu benar-benar pergi. Pintu rumah masih terbuka begitu juga dengan pintu gerbang di ujung halaman. Mas Baja seakan sengaja tidak menutupnya. Ia pergi tanpa perlu menengok ke belakang, seperti yang biasa ia lakukan. Perlahan aku bangkit dari posisi duduk. Mengayunkan langkah ke arah daun pintu lalu menutupnya. Ucapan Mas Baja mengusik kembali ruang hening yang selama ini begitu nyaman untuk kusinggahi. Foto dalam kolom komentar itu seolah menunjukkan orang yang sudah lama pergi ingin kembali menyapa dengan cara yang berbeda. Seketika aku bergidik ngeri membayangkannya. Seperti daun pintu ini. Meski tertutup rapat aku tak menguncinya.

Apakah hatiku memang tidak pernah benar-benar terkunci untuk seseorang di masa itu? Segera kutepis semua pikiran aneh.

“Kamu tidak boleh goyah, Amira. Setelah ini bersikaplah seperti biasa. Seolah tidak ada masalah dengan Mas Baja. Ya. Kamu hanya perlu melakukan seperti itu.” Kulanjutkan kembali niat untuk berangkat kerja. Sudah sangat terlambat.

Kamar Akila yang terbuka kutengok sebentar. Membuka tirai jendela yang ada dan merapikan sprei beserta selimutnya. Gadis itu masih sangat muda untuk mengetahui hal-hal semacam ini. Ia bahkan harus siap diboyong ke tempat neneknya setiap kali Mas Baja membuat masalah denganku. Suamiku sangat menyayangi putrinya. Aku yang memang kalah dalam hal menyayanginya sangat terlambat. Mas Baja sangat mendamba anak perempuan. Kehadiran Akila membuatnya menguasai penuh pengasuhan dan pendidikan untuk putri kami. Kusapukan pandang pada kamar Akila yang berwarna ungu. Lagi setetes air bening membasahi pipi. Semua barang-barang yang ada di kamar ini pemberian Mas Baja. Aku selalu tidak diizinkan membeli sesuai yang aku inginkan untuk Akila. Getar ponsel membuatku tersadar dari lamunan.

“Halo, Bagaimana, Pak?”

Jam berapa ini Amira! Kamu jatah masuk shift pagi. Kenapa jam tujuh belum juga datang?!

Suara Pak Ginanjar-supervisor di tempat aku bekerja terdengar keras di telinga. Karakter beliau memang begitu.

“Maaf, Pak. Saya izin terlambat. Hari ini sedikit tidak enak badan.”

Enak saja. kamu sudah dapat jatah libur sementara teman-teman kamu belum. Cepat datang atau gaji kamu saya potong!

“Baik, Pak. Baik. Saya akan segera datang. Jangan dipotong, Pak. Gaji saya setiap bulan juga sudah tidak utuh.” Lima bulan ini sebuah pinjaman membuatku harus menerima separuh gaji untuk membayar angsuran. Sebuah hal yang belum pernah aku lakukan.

Makanya cepat. Saya tunggu maksimal jam delapan. Sampai lebih dari itu gaji kamu bulan ini sama dengan nol besar. Mengerti?!

Kujauhkan ponselku dari telinga. Jika tidak sudah pasti akan rusak. Pak Ginanjar menutup telepon tanpa mengucap salam. Aku segera melakukan persiapan untuk berangkat kerja. Namun, sebuah notifikasi di laman f******k-ku sedikit membuat penasaran. Kuusap layar untuk membaca pemberitahuan itu. Tidak ada satu kalimat pun yang ia tulis. Hanya sebuah foto buku terbaruku di atas meja kerja dan sebuah laptop menyala di depannya. Efek kamera bokeh membuat bagian lain ter-blur dan hanya fokus pada buku serta laptop.

Itu memang hanya sebuah foto dari seorang pembeli yang ingin menyampaikan bahwa buku pesanannya sudah tiba. Hanya sebuah pemberitahuan bahwa ia akan membaca buku tersebut entah kapan. Namun, anehnya foto itu juga mampu membuatku mengingat masa lalu. Hanya ingat tidak untuk mengulangnya. Hanya ingat tidak untuk membuat hidupku yang sekarang goyah. Hanya ingat dan tidak seperti yang dituduhkan oleh Mas Baja. Aku sudah berhasil mengubur kenangan bersamanya. Aku tidak akan lagi berkomunikasi dalam berbagai macam bentuk. Namun, aku tak pernah menduga akan kembali bertegur sapa dengan jalan seperti ini.

Dadaku kembali berdenyut pedih. Aku harus melupakan komentar ini dan menunjukan pada Mas Baja kalau aku tidak pernah berkomunikasi lagi dengan laki-laki itu. Aku juga harus terus menapak di bumi agar tidak mendongak ke langit lagi. Kondisi saat ini sangat berbeda. Jika jam delapan aku gagal sampai di kantor sudah dipastikan aku tidak dapat apa-apa di tanggal empat. Kuusap wajah dengan kasar. Aku harus berangkat bekerja lalu menjemput Akila di rumah Ibu mertua.

***

Motor matic berwarna merah yang belum lama lunas itu membawaku sampai di tempat kerja. Menjadi admin untuk sebuah perusahaan tekstil memang harus membuatku ektra dalam mengurus segala sesuatunya. Sebelum kena semprot lebih banyak aku langsung meletakkan jaket dan helmku di loker. Bersiap menjalani hari sampai jam enam sore. Mau pendidikanku S1 tetap saja berakhir sebagai buruh dengan upah sesuai UMR.

“Hobi terlambat, kalau ada sidak dari Bos bagaimana?” Pak Ginanjar langsung menyambutku dengan omelan.

“Maaf, Pak. Tidak akan saya ulangi lagi.”

“Terakhir. Mau orang tuamu apa mertua apa anak kecelakaan tetap sudah tidak boleh izin.” Mata Pak Ginanjar membulat nyaris keluar. Saat berekspresi seperti itu beliau malah terkesan lucu.

“Baik, Pak.”

Aku pun bersiap menuju meja kerja. Melupakan semua masalah dengan Mas Baja. Ponsel berbodi pipih itu, kuraih dari saku celana. Memindahkanya ke dalam laci agar mudah saat menggunakan. Walpaper dengan wajah Akila yang berseri cukup membuat gurat senyum terpancar di wajahku.

“Tunggu, Ibu, ya, Nak. Nanti sore Ibu jemput.” Kukecup sebentar layar itu lantas menaruhnya.

Monitor komputer berisi data penting menjadi teman setia. Di tempat ini aku memang tidak mengenal banyak rekan kerja. Sengaja membatasi diri dan lebih memilih berteman dengan sesama perempuan. Mas Baja kadang menaruh rasa cemburunya tidak pada tempatnya. Ia bahkan pernah salah paham dengan Pak Ginanjar.

“Memang parah suami kamu, Amira. Masa dia gak mikir perutku buncit gini. Harusnya kalau mau nuduh orang lihat-lihat dulu.” Satu bulan lalu aku terpakasa membuat permohonan maaf pada Pak Ginanjar.

“Ya, Pak. Sekali lagi saya mohon maaf. Hape saya kadang memang dipakai Mas Baja.”

“Laki-laki pesakitan namanya kalau begitu. Lagian juga kamu kerja lembur buat nutup utang dia juga, ‘kan? Kalau dia gak foya-foya aset kalian tidak mungkin habis.” Dengan mengunyah gorengan Pak Ginanjar menimpali ucapanku.

“Ya, Pak.”

Jujur aku sangat malu. Bisa jadi Pak Ginanjar dan Bos sangat paham masalah yang menimpa rumah tanggaku. Bahkan tak sekali Pak Ginanjar menyarankan agar aku benar-benar melakukan apa yang dituduhkan oleh Mas Baja. Meski disampaikan dengan nada bercanda, aku lumayan tersinggung. Namun, aku tak bisa meralat saat ucapan orang-orang yang tahu kondisiku, berpikiran seperti itu. Mas Baja memang kerap menunjukannya.

Kembali kufokuskan diri pada pekerjaan. Menyelesaikan segala yang tertunda karena mengambil jatah cuti. Jam istirahat makan siang tidak kugunakan. Aku hanya mengunyah sepotong roti dan air mineral yang tadi pagi kubeli di warung depan kantor. Penghematan besar-besaran sedang kulakukan. Tak lain tak bukan untuk memperpanjang hidup di rumah kami yang cukup megah, namun menjadi jaminan di sebuah Bank. Rasanya mengingat itu semua membuatku seakan tak menapak di bumi lagi. Kehidupan berubah seratus delapan puluh derajat. Kami yang awalnya serba kecukupan menjadi sangat minus. Pukul lima sore saat beberapa rekan kerja sudah bersiap untuk pulang aku masih menghadap komputer. Bekerja satu jam lebih lama membuatku mendapatkan sedikit tambahan jam lembur. Tepat jam enam sore aku baru bisa meninggalkan meja kerja. Layar monitor masih menyala. Aku bersiap mematikannya. Ponselku di laci bergetar. Membuatku terlonjak dan segera meraihnya.

Mas Baja : [Jangan lupa bawa martabak telor buat Ibu!]

Aku hanya membacanya.

Mas Baja : [Telor bebek. Dua!]

Aku tak membalasnya. Kuhela napas berat.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 72

    Riuh tepuk tangan itu menjadi awal proses akuisisi BaRlie oleh Aditama Group. Tanpa negosiasi yang alot dan terjadi seperti cuma-cuma. Teo yang nampak kebingungan hanya bisa mengikuti arahan Pak Rama saat diminta maju ke depan mendampingi Bu Hana.“Ini pemilik sebenarnya Aditama Group. Pewaris tunggal Almarhum Pak Aditama. Meski dulu, Aditama Group dibangun bersama papa saya, nyatanya dialah yang menikmati hasilnya sampai hari ini. Awalnya saya malas dan ragu melepaskan semua ini bahkan saya ada niat jahat ingin merebutnya dari anak kecil ini. Tapi, ada satu orang yang membuat saya takjub sampai-sampai menghilangkan rasa benci saya pada keluarga Aditama. Dia adalah Amira, istri dari Pak Teo ini yang sekaligus adik saya saat kami bekerja di sebuah lembaga bimbingan belajar. Kegigihannya membuat saya tak sampai hati melukai orang-orang terdekatnya. Pak Teo, anda harus berterima kasih pada istri anda,” ujar Bu Hana pada Teo di atas panggung di depan semua orang. “Baik, Bu.”“Sekarang sud

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 71

    Ini pertama kalinya aku ke Bali bersama Teo. Meski Teo memiliki resto di sana dan kerap bolak balik Jakarta Bali aku tidak pernah ikut. Sebenarnya aku sedikit berat meninggalkan Akila dan Ibu tapi karena ibu mengizinkan dan tetap akan di Jakarta sampai aku pulang, akhirnya aku pun berangkat."Deg degan?" tanya Teo saat pesawat yang kami tumpangi mulai mengudara."Sedikit," jawabku sambil melirik ke arah jendela di mana aku bisa melihat ke bawah dan memang cukup menakutkan."Santai saja. Nanti juga nyaman kok," balas Teo sambil mengeratkan genggamannya. "Adek aman, kan?""Aman."Dan benar sekali perjalanan Jakarta Bali ini tidak terasa. Aku juga tidak tidur seperti saat melakukan perjalanan darat. Mungkin karena ini pertama kali jadi tidak nyaman untuk tidur di pesawat.Sesampainya di bandara kami disambut oleh manajer dari resto milik Teo. Memang selain datang untuk menghadiri undangan Bu Hanania, Teo berencana melakukan cekhing ke resto juga."Selamat siang, Pak dan Ibu. Selamat data

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 70

    Aku tidak mengerti mengapa Teo memintaku ikut ke Bali. Penjelasannya pun terasa tak masuk akal. Tapi, Teo bersikeras menyampaikan aku harus ikut."Tapi aku sedang hamil. Apa tidak masalah naik pesawat?""Kita konsul dulu sama Dokter Adara. Atau kamu WA tanya.""Tapi kenapa mendadak sekali? Kenapa harus lusa?""Ini penting, Ra. Sangat penting. Nanti aku jelaskan saat kita udah berangkat."Teo mulai menyiapkan koperku. Dia membuka lemari dan berusaha memilih baju-baju yang akan aku kenakan. Rasanya aneh sekali."Nah, itu sudah datang orangnya," kata Teo setelah mendengar seruan dari Mbak Dewi. "Biar tunggu di bawah, Mbak!" jawab Teo."Kamu manggil siapa emangnya?""Ayo kita turun dulu," ajak Teo seraya menarik tanganku. Aku pun pasrah karena aku sendiri tidak mengerti detail yang akan disampaikan Teo. Aku hanya berusaha percaya. Itu yang bisa kulakukan. Sesampainya di ruang tamu aku jelas terkejut melihat siapa yang duduk di sofa."Dokter," ucapku."Saya jadwalkan cek di rumah sekalian

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 69

    POV Teo"Kita harus berangkat sekarang jika tidak ingin terlambat, Pak.""Berangkat ke mana? Maksudnya apa, Pak Rama?" Aku masih belum terlalu paham dengan situasi yang baru saja dijelaskan Pak Rama. Bagaimana mungkin Raline menjual perusahaan sementara kondisinya seperti itu?Pak Rama pun menyodorkan beberapa file salinan dari apa saja yang sudah dikerjakan Baja dan Raline akhir-akhir ini. "Ini sebagian kecil, Pak. Sisanya saya ....""Sebentar. Ini benar, Pak?" tanya Arhab tiba-tiba yang mengenali nama pihak kedua dalam perjanjian itu."Benar, Pak Arhab. Ibu Hanania yang akan menjadi kunci dalam akuisisi ini.""Aku bilang apa. Dokter itu aku pernah meihatnya bersama Hana," terang Arhab padaku.Kini aku mengangguk setuju. Pasti ada sesuatu. "Kamu tau dia di mana, Hab?" "Bali, Pak. Bu Hana stay di bali selama ini," jawab Pak Rama seperti sudah memastikan semuanya."Kita berangkat hari ini. Cari tiket terdekat," ujarku yang langsung dijawab dengan anggukan Pak Rama.Tok! Tok! Tok!Ses

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 68

    POV TeoApa yang belum pernah kudapatkan di dunia ini? Segala macam kemewahan dan kenikmatan hidup bisa dibilang sudah pernah kurasakan. Akan tetapi, tidak ada yang semenggembirakan ini. Mendengar detak jantung makhluk kecil yang masih bersembunyi di rahim mamanya membuatku tak bisa berhenti merasakan euforia yang susah sekali untuk kujabarkan.Aku tidak salah mendengar. Kata Dokter Adara janin atau nanti akan disebut sebagai bayi milik kami sehat tanpa kurang suatu apa. Detak jantungnya normal, pertumbuhannya juga sesuai dengan usia kandungan mamanya. Bahkan tadi dia bergerak-gerak lincah seakan menyapa papa mamanya mengabarkan kalau dia baik-baik saja. Lucu sekali. Ini lebih mengharukan dibandingkan memenangkan tender manapun. Dan lihatlah aku, Teodorus Liem Aditama dalam kurun waktu kurang dari satu tahun akan menjadi seorang papa."Ibu dan kandungannya sehat. Semuanya normal dan berkembang sesuai usianya. Ini hasil print outnya ya," ujar Dokter Adara sambil menyerahkan hasil cetak

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 67

    Tamu tak diundang itu cukup mengejutkanku. Bagaimana bisa tanpa rasa sungkan dia datang seraya menyapa ibu dengan ramah."Apa-apaan? Kenapa bisa nyamper ke sini?" tanya Teo saat kami sudah bertiga di ruang tamu."Udah ketemu belum sama pemilik saham-saham itu?" Aku pun melirik sekilas ke arah mereka saat meletakkan minum yang dibuatkan Mbak Dewi. Walau awalnya enggan, karena ada ibu di rumah mana bisa kami menolak kedatangan mantan kepala desa itu."Aku bilang mau cuti sehari. Pak Rama aja paham. Lo enggak?" timpal Teo. Mereka nampak akrab tidak seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya."Makasih, Mir," ujar Mas Arhab malah menanggapi sikapku dibanding pertanyaan Teo."Istri gue, Hab!""Iya paham."Aku menggeleng. Mereka berdua benar-benar aneh. Dari cara komunikasi hingga kedekatan mereka tampak lebih akrab."Nih aku bawa nama penting hari ini," ujar Arhab seraya menyodorkan layar ponselnya ke Teo.Aku yang duduk di sebelah Teo praktis bisa membaca dan melihat profil perempuan yang sed

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status