Share

Bab 4. Talak untukku

“Sayang, anak mama yang pinter, sudah selesai gantinya?” tanya ku.

“Mama … jangan ngintip, kresna lagi ganti baju ma,” jawab anakku dengan menutupi tubuhnya dengan kedua tangan nya.

“Hahaha oke, oke mama keluar nih, kalau sudah selesai keluar ya makan siang” ucap ku lalu ku menutup pintu kembali.

“Iya maa…” jawab anakku.

Ku menunggu di depan kamarnya, lalu setelah beberapa menit, anakku pun keluar

“Udah ma, ayo makan” ucap anakku dengan menggandeng tanganku.

“Iya ayoo ...” jawabku.

Kami pun turun dari lantai atas menuju ke meja makan. Dari atas aku melihat mas hanif keluar dari kamar dan bergabung dengan mama dan wanita itu. aku pun mengantar anakku dulu untuk makan sendiri.

“Sayang, kamu makan sendiri bisa kan?” ucapku.

“Bisa mama …” jawab anakku.

“Oke, ini ayam goreng kesukaan kresna, terus ini mama ambil nasi nya. Kresna makan sendiri ya sebentar, mama mau kesana dulu ya, ini minum nya ya sayang,” ucapku.

“Oke mama,” jawab anakku dengan mengacungkan kedua jempolnya.

Aku pun meninggalkan anakku, lalu ku bejalan untuk mengajak mas hanif makan bersama. Ku berjalan mendekati mas hanif, mas hanif sudah melihat ku, ku tersenyum dan coba menyentuh pundaknya tapi tiba—tiba dia seperti menghindari ku seperti jijik.

“Mas …” panggilku padanya.

“Apaa sih? Jangan pegang-pegang,” jawabnya tanpa melihatku lagi.

Ku turunkan tanganku, kenapa dia begitu? Didepan tamu lagi, pasti dia mendengarnya kan?

“Mas kenapa kamu pulang jam segini? Tumben? Makan dulu yuk mas sama kresna,” ajak ku.

“Memang harus selalu kasih tau kamu? kamu belum mandi juga? Bau keringat mu itu loh menyengat banget sih, huh mandi sana!” ucap mas hanif sambil menutup hidung.

“Tapi mas, aku sudah mandi, apa iya sebau itu?”

“Kamu yang punya badan masa ga tau! Pakai minyak wangi yang banyak, semakin gembrot badan semakin bau. Mikir!” ucapnya lagi padaku.

Aku pun mundur lalu ku menuju ke anakku lagi. Aku coba menahan tangisku. Namun aku mencoba mencerna perkataan nya. Ku coba pikirkan semua hinaan itu, aku coba mengubahnya menjadi kalimat positif.

Namun walaupun aku merasakan sakit hati, aku masih istrinya, yang wajib memperhatikannya, aku pun berinisiatif untuk membawakan bekal untuk mas hanif. Disaat ku menyiapkan bekal, ku masih bisa mendengar apa yang dikatakan oleh mereka.

“Jadi dia belum mandi? Dari pagi? Pantes bau banget! Mama ga tahan lagi lihat wajahnya itu, dulu dia kan cantik, badan bagus, masa punya anak aja ga bisa rawat diri? Padahal kamu selalu kasih nafkah 20 juta ya kan sampai sekarang? Mama dulu ngurus kamu dan gani, mama masih sering ke salon loh maka nya papa kamu itu ga berani tuh lirik wanita lain” ucap mama dengan keras dan menyindir padaku.

“Mungkin cape ma, urus anak kan cape,” sahut seseorang wanita di sebelah mama.

“Halaahh, alesan,, kan cucu ku udah pada pinter itu loh makan sendiri serba sendiri, wong dasar nya aja malesan, banyak makan lagi,” ucap lagi mama mertua.

“Udah lah ku pusing disini ma, hanif berangkat lagi ya titip mira ma,” ucap mas hanif.

Air mataku ingin keluar namun ku tahan. Kenapa mas hanif ingin mama menjaga wanita itu? siapa wanita itu? Setelah itu ku lihat mas hanif yang berjalan pergi keluar. Namun aku yang dari tadi sedang menyiapkan bekal, melihat mas hanif berjalan pergi, aku segera menutup tempat makan ini dan ku berlari menyusul mas hanif.

“Mas … mas,” ucapku dengan berlari lebih cepat.

Mas hanif berjalan terus menghiraukan ku, akhirnya mas hanif sudah membuka pintu depan, aku pun menyusulnya dan berteriak agak keras agar dia mendengarnya.

“Mas, mas hanif,” panggilku lagi.

Pas sekali mas hanif menengok padaku sebelum masuk ke mobilnya, aku pun mendekatinya.

“Mass,, ini bekal, kamu belum makan dari pagi” ucapku sambil tersenyum

Aku pun memberikan tempat makan padanya. Namun bukannya dia terima, tempat makan itu dia tampar hingga tempat makan itu terjatuh dan isi yang ada didalamnya keluar semua. Ku sontak kaget dan langsung melihat lagi ke mas hanif.

Prang …

“Mas, ini makanan loh mas, “ ucapku tak percaya dengan perlakuan nya.

“Dengar, aku saat ini muak sekali dengan kamu rina! aku jijik liat muka kamu! Mulai sekarang kamu jangan pernah lagi panggil atau dekati aku! Awas atau ku tabrak kamu“ ucapnya mengancam.

“Muak? Jijik? Mas, apa salahku mas? Aku sudah mandi kok pagi tadi habis subuh, Masss dari bangun tidur, aku sudah pegang semua pekerjaan rumah, kamu setiap hari juga melihat kan? Kamu mengatakan itu sama saja kamu jatuhkan talak padaku mas. kenapa seorang suami memperlakukan itu pada istrinya? Apa kamu ga ingat dengan janji kamu dulu mas?” ucapku dengan meneteskan air mata.

“Talak? Baiklah! Rina Satyawati mulai hari ini aku talak kamu, puas? Lagian sudah ga menarik lagi kamu di mataku” ucap mas hanif dengan entengnya.

“Mas! Kamu istighfar mas, kenapa kamu begini? Kenapa kamu talak aku mas? hanya karena masalah yang remeh seperti ini? Mas ingat anak kita mas!” ucapku berusaha menyadarkan mas hanif.

“Hei! Belum ngaca juga? Rina! Dengarkan alasanku, Kamu beda banget tau gak? Gendut, jelek, jerawatan, kucel, ga enak di pandang, Gara-gara kamu! aku diolok-olok punya istri jelek kaya kamu. Kamu ingat bulan lalu kamu dengan percaya diri nyusul ke studio? Mereka semua menertawakan aku! Aku malu! Sadar diri kenapa! Udah lah awas!! Layani Mira tuh awas kalau kamu macam-macam sama dia!” ucap mas hanif.

Dengan rasa sakit ini ku masih bertanya padanya, “Mira itu siapa mas? Dia siapanya kamu? Mas! Aku istri kamu mas! Kenapa kamu lebih milih wanita lain daripada istri kamu sendiri?” tanyaku dengan suara yang agak keras.

PLAK …

Mas hanif menamparku dengan keras di pipi kananku hingga aku terhuyung ke kanan karena dia menggunakan tenaga nya yang besar untuk menamparku.

“Jangan pernah memojokkan nya! Dalam pernikahan ini kamu yang salah! Untuk apa uang bulanan banyak jika memelihara istri seperti mu! Awas saja kalau kamu berani menyentuh mira! Dia lebih baik dari kamu! Dia sudah punya anak tapi dia ga kaya kamu!” bela nya pada wanita itu.

Ku menangis dengan memegang dada ku yang tiba-tiba sesak, tanpa menolong ku, Mas hanif masuk ke dalam mobil, tanpa merasa iba, dia malah berteriak lagi padaku.

“Buka gerbangnya! Nangis mulu! Kaya cantik aja,” ucap nya lagi dengan berteriak padaku dan memaksa ku yang sedang sangat sakit hati ini untuk membuka pintu gerbang besar ini.

~

Bersambung …

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status