Share

8. Terkuak

“Sialan!”

Chiara memaki dalam hati tiap kali mengingat soal jaket kulit yang dipakaikan Yanuar ke tubuh bagian bawahnya. Ia nyaris terbawa suasana sebelum pria itu menjelaskan niatnya semalam. Seharusnya ia sadar diri bahwasanya, semua orang kaya memiliki watak menyebalkan dan suka semena-mena. Sama seperti Bu Wati yang meremehkannya, Yanuar pun demikian.

Sekarang ia sedang sibuk mengaduk nasi yang baru dituangkan ke wajan agar bisa tercampur baik dengan bumbu. Masih menyimpan kekesalan, Chiara berusaha fokus dalam menakar bahan-bahan masakannya agar tak menuai perkara lagi dengan tuannya. Kembali teringat sikap Yanuar, tangan Chiara makin bergerak agresif hingga menimbulkan suara di dapur.

“Masaknya jangan pakai emosi, bisa hancur rasa makanannya nanti.” Suara berat Yanuar membuat jantung Chiara melonjak. Matanya melirik ke belakang dan mendapati pria yang sudah mengenakan kemeja rapi itu tengah mengisi gelas kosongnya dengan air.

“Saya nggak mau makan masakan kamu lagi kalau gagal di pagi ini,” imbuh Yanuar sambil melihat wajah Chiara dari samping. “Omong-omong, kamu berangkat ke kampus jam berapa?”

“Mulai siang, Pak. Jam satu,” balas Chiara, masih meluruskan pandangan ke wajan berisi nasi goreng.

Yanuar manggut-manggut mengerti. Kemudian bergerak menuju meja makan dan duduk di sana. Napas Chiara terhela panjang saat ada jarak di antara mereka. Lantas ia memindahkan nasi goreng ke mangkuk besar sebelum menyerahkannya ke hadapan sang tuan.

Selesai menyajikan hidangan, Chiara berencana melanjutkan kegiatan beberesnya. Ia baru memutar tubuh dan bersiap berlalu menuju kamar, tapi dehaman keras yang berasal dari Yanuar membuatnya mengerjap. Tak lama, ia menoleh cepat ketika mendengar pertanyaan yang ditujukan padanya.

“Mau ke mana kamu?”

“Ke kamar, Pak.”

“Di sini saja, temani saya makan.” Yanuar mengedik pada salah satu bangku di seberangnya. “Saya nggak suka makan sendiri.”

 “O-oke, Pak.” Mengangguk canggung, Chiara menempatkan diri di sisi meja. Sorot matanya sengaja dialihkan ke tempat lain agar tidak bertemu tatap dengan pria itu.

“Kok masih berdiri?” celetuk Yanuar sebelum memasukkan suapan pertama.

Si gadis terkesiap dan langsung berpaling. “Gimana, Pak?”

“Duduk,” ujar Yanuar tegas. “Saya minta ditemani makan manusia bukan patung. Kamu ambil piring dan makan nasi gorengnya. Paham, kan, ucapan saya?”

Chiara menahan napas sekaligus emosi. Baru beberapa jam tinggal di rumah megah ini, ia sudah diberikan sindiran dari tuannya ke sekian kali. Sampai kemudian, kesabarannya menipis dan hampir habis. Menyadari itu, lantas Chiara angkat bicara begitu duduk.

“Ya … paham, Bapak jangan meremehkan saya terus.”

Yanuar menghentikan kunyahan, lalu menatap Chiara lamat-lamat. “Bukannya meremehkan, tapi saya ragu,” akunya bersama nada datar yang terkesan serius.

“Kok bisa?” Bagi Chiara jawaban itu tak masuk akal. Bahkan sampai membuat keningnya berkerut-kerut.

“Ya bisalah.”

Jika sudah begini, Chiara memilih mengatupkan bibir dan mengalah saja. Perdebatan mungkin akan terjadi seandainya Chiara meladeni omongan pedas Yanuar. Toh, hal itu tak akan berguna bagi mereka sebelum menjalani kegiatan yang seharusnya diisi momen-momen penyemangat.

“Nanti jam 8 atau 9, Bi Asih dan Endah datang ke rumah seperti biasa. Kamu bisa tanya-tanya ke mereka kalau bingung harus melakukan apa di sini.” Yanuar kembali berujar, tapi lebih panjang. “Tetap jaga sikap dan jangan merasa tinggi hanya karena kamu diperbolehkan tinggal di rumah saya.”

Chiara ingin menggerutu dan mengoreksi kata-kata yang disampaikan Yanuar tentangnya. Sejauh ini, ia berusaha menjaga sikap sampai menahan kesabaran di saat sang tuan menyepelekannya. Seperi halnya sekarang, pria itu menghempaskan berkas ke meja setelah mengambilnya dari tas.

“Ini apa, Pak?” tanya Chiara hati-hati.

“Peraturan sekaligus jobdesk kamu selama bekerja sebagai asisten saya,” terang Yanuar. “Bisa kamu baca dan jika ada yang keberatan, kita bisa diskusikan nanti malam, sepulang saya dari kantor.”

Dari sekian banyak aturan dan daftar pekerjaan yang terlampir di sana, ada satu poin yang memicu kebingungan Chiara. Sebab apa yang dituliskan di sana tak sesuai dengan penjelasan Sukma kemarin. Berkat itu, ia memulai aksi protesnya.

“Pak, ini kok saya nggak diperbolehkan masuk ke kamar Bapak? Bukannya tugas saya membersihkan kamar yang Bapak tempati? Terus yang di lantai dua—“

Tangan besar Yanuar seketika terangkat—lepas dari sendok dan garpu. “Sudah saya katakan, bahasnya nanti malam. Saya harus berangkat sekarang.”

“Iya, maaf, Pak.”

Tak berselang lama setelah menandaskan nasi gorengnya, Yanuar pun bangkit dari duduk. Ia hendak pergi ke kantor, tapi sebelum melangkah, ia menatap serius Chiara. Kemudian berkata, “Ingat ya, jangan asal keluar-masuk ke kamar saya.”

“Siap, Pak.”

Kepala Chiara terangguk pelan. Kelihatannya gadis itu mengerti larangan yang dibuatnya. Pasalnya, jika gadis itu memberanikan diri masuk ke teritori tuannya tanpa izin, Yanuar bisa pastikan Chiara tak bisa keluar baik-baik dari kamarnya.

“Sebentar, Pak, sebentar … tunggu dulu!”

Baru beberapa langkah Yanuar berlalu  meninggalkan meja, Chiara mengejar. Lalu berdiri tepat di hadapannya seakan berniat menghalangi jalan. Ia tak marah dengan sikap si gadis, tapi ekspresinya kelewat datar dan kelihatan kesal.

 “Apa lagi, Bocah Tengil?”

“Pak, saya belum ada tenaga buat bertengkar atau berdebat, jadi jangan memancing,” gerutu Chiara dengan bibir mengerucut.

“Ya sudah, ada apa, Chiara?”

“Soal bekal, ini mau saya buatkan. Bapak bisa tunggu sebentar?”

 “No.” Sayangnya Yanuar menolak tanpa berpikir sama sekali.

“Lho kok gitu? Sebentar doang, nggak sampai 10 menit!” bujuk Chiara. “Kenapa Bapak ini nggak punya toleransi menunggu, sih?”

“Saya nggak terbiasa bawa bekal karena makanannya bisa kurang fresh.” Yanuar mengangkat bahunya enteng. Seringan perintah yang dilontarkannya pada Chiara. Lebih baik kamu baca benar-benar berkas itu dan datang ke kantor saya sebelum kamu berangkat ke kampus. Saya nggak mau menerima kata ‘nggak bisa’ keluar dari bibir kamu.”

***

Apa yang dikatakan Yanuar tadi benar terjadi. Bi Asih yang biasa mengurus rumah besar itu datang bersama anak perempuannya. Keduanya langsung menjalankan tugasnya masing-masing. Anehnya, dari ibu dan anak itu tak ada sapaan ramah atau basa-basi untuk berkenalan dengan Chiara sebagai asisten baru.

Daripada dianggap sombong dan tak sopan, Chiara pun berinisiatif mendekat sekaligus memperkenalkan dirinya. Memasang wajah ramah, ia menjulurkan tangan sambil berujar sopan. Setelah menyaksikan Bi Asih yang menoleh padanya, Chiara buru-buru mengucap salam sebagai tanda perkenalan.

“Saya Chiara, asisten yang mulai bekerja di sini,” katanya sambil tersenyum. “Salam kenal, Bi Asih.”

Wanita paruh baya itu melotot. “Lho, jadi Neng ini asisten baru?”

“I-iya betul, memangnya Bibi menyangka saya siapa?” Chiara menanggapi dengan raut bingung juga tak kalah kagetnya. Merasa perkenalan ini terasa salah dan kurang tepat.

Bi Asih pun gelagapan dan panik, lalu sibuk memanggil putrinya. “Ndah! Endah, sini!”

Sosok wanita berusia 30 tahunan itu muncul dengan kain lap melingkari pundak. “Kenapa, Mak?” tanyanya bingung sambil melirik tak suka pada Chiara.

“Ini lho asisten barunya Pak Yanu, kamu tadi salah sangka.”

“Salah sangka?” ulang Chiara, makin tak mengerti.

Endah memerhatikan penampilan Chiara dan memandanginya dari atas hingga bawah. Sampai tangannya bergerak menepuk bahu si gadis lumayan keras. “Astaga, gue kira lo cewek barunya Pak Yanu. Makanya tadi sempat kaget dan malas ketemu karena nggak biasanya Pak Yanu bawa cewek daun muda yang kinyis-kinyis,” terangnya.

Bi Asih tak ingin kalah, ia mengiyakan penjelasan putrinya. “Ya, semenjak mendiang istri Pak Yanu pergi, baru kali ini kami lihat ada gadis di rumah ini. Ternyata asisten, malah pembantu kayak kami,” tuturnya sambil terkekeh geli.

Sementara Chiara sendiri merasa jantungnya berhenti berdetak karena baru mendapati satu  informasi besar mengenai tuannya. “Sebentar … maksud Bi Asih, bos galak—“ Seketika Chiara mengatupkan bibir begitu sadar salah ucap. “Eh, maksudnya Pak Yanuar itu sudah punya istri?”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Cut Taqdirra
bos yg taat kpd ortu...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status