Tuan Alex yang sedari tadi hanya terbengong menatap kedatangan cucunya itu pun langsung bangkit dan merangkul.
"Ariaan... Kau sudah pulang, nak. Kenapa tak bilang kalau mau pulang hari ini ?" tanya tuan Alex dengan bahagia.
Cucunya itu pun membalas pelukannya dan mengabaikan gadis di antara mereka.
"Maaf, kakek. Arian tak sempat memberi kabar." ucapnya
Tuan Alex melerai pelukan, dia terlihat begitu senang dan wajahnya pun tak henti-hentinya menampilkan senyuman.
"Kakek sangat senang sekali, jadi sudah jelas ya semuanya ? Kita harus segera bersiap-siap untuk mengadakan pernikahan kalian. Ayo, Nadia, kita ke dalam." ucap tuan Alex yang kemudian merangkul Arian dan Nadia dengan penuh kebahagiaan.
'Apa ? Pernikahan ? Inii... Ini sungguhan ?' Nadia yang sedari tadi hanya terbengong mendengar ucapan tuan Alex pun hanya bisa beetanya-tanya dalam hati tanpa berani berkata.
'Aku sangat tak percaya, tiba-tiba saja aku harus menikah, dengan pria yang... Ah ! Mereka langsung berpesta tanpa mendengarkan pendapatku terlebih dulu. Tapi, memangnya aku bisa berbuat apa ? Sedangkan ini semua pun buah dari perkataan ayah dulu.' Nadia terus menggerutu dalam hati.
Wanita mana yang menginginkan pernikahan tanpa cinta ? Mungkin bagi wanita lain hal itu tak terlalu jadi masalah selama sang pria kaya dan tampan, tapi bagi Nadia berbeda, dia selalu memimpikan pernikahan yang begitu harmonis penuh dengan cinta dan kasih sayang, jelas apa yang akan di jalaninya begitu menyimpang dari mimpinya.
Nadia sibuk dengan fikirannya sendiri, sedangkan tuan Alex sudah memanggil seluruh pelayan untuk mempersiapkan segalanya. Pernikahan yang sudah begitu di dambakan takkan disia-siakan, bahkan tuan Alex mengumumkan hari pernikahan Nadia dan Arian akan berlangsung satu minggu lagi dari sekarang.
Nadia yang masih sibuk dengan hati dan fikirannya tak menyimak, dia hanya duduk menunduk sambil menarik rambut depannya kesamping. Kepalanya terasa ingin pecah menghadapi garis hidupnya ini.
Dia tak sengaja mengarahkan pandangannya pada sosok pria di kursi sampingnya, pria itu terlihat begitu santai menonton keributan yang di ciptakan sang kakek. Seolah bukan dirinyalah pemeran utama dalam keributan ini.
Nadia mencebik, tanpa dia sadari sepasang mata pria itu tengah menatapnya yang membuat Nadia langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia sedikit bergidik, mengingat tatapan pria itu yang begitu tajam dan bahkan sampai terasa menembus jantungnya.
'Sepertinya kemalanganku akan semakin memprihatinkan mulai sekarang.' ucapnya dalam hati.
Seluruh pelayan bersorak, raut kebahagiaan terlihat dengan jelas dari wajah merkea. Tentu saja kabar pernikahan tuan muda mereka menjadi salah satu kabar baik, karena dengan begitu rumah utama tidak lama lagi akan menjadi hangat dengan tangisan bayi, akan hadirnya sang penerus dari tuan Alex. Namun itu semua masih menjadi misteri yang tidak ada satu orangpun tau kapan semua itu akan terjadi.
"Kek, Arian ke kamar dulu ..." ucap pria itu
"Oh, iya. Kau istirahatlah. Kau baru pulang, Arian. Biarkan semua persiapan biar kakek yang urus." ucap tuan Alex dengan menepuk dada kanannya.
"Kek, jangan kecapean. Biarkan pelayan saja yang mengurusnya. Kasih tugas pada Abhy, dia pasti bisa di andalkan untuk mengurus segalanya." ucap Arian dengan tenang.
"Tidak papa, sudah lama kakek ingin cape seperti ini. Nanti kakek panggil Abhy untuk ikut membantu." ucap tuan Alex sambil tertawa kecil.
"Ya sudah, terserah kakek."
Pria itu pun berlalu begitu saja dan langsung menaiki tangga menuju kamarnya, dia bahkan tak menyempatkan menoleh pada Nadia barang sedetikpun, membuat Nadia merasa kalau pria itu tak menganggap kehadirannya.
'Ya ampuun... Pantas saja semua wanita marah dan kesal pada pria itu, ternyata sikapna begitu menyebalkan. Semoga aku kuat menghadapinya. Seumur hidup..." Nadia meringis saat mengatakan kata-kata terakhirnya itu.
"Nadia..." ucap tuan Alex membuat Nadia tersentak.
"Eh, iya tuan ?"
"Kamu juga beristirahatlah. Nanti kamu akan pergi jalan-jalan di temani oleh Fariza. Sekarang kau istirahatlah lebih dulu di kamar." ucap tuan Alex memberi perintah.
Nadia tak banyak bertanya, dia hanya mengangguk dan berlalu ke kamarnya. Entah dia akan di bawa jalan-jalan kemana dan untuk apa dia sungguh tak tau dan tak mau tau. Sepertinya dia harus siap-siap menjalani semua ini dengan benar-benar berlapang dada. Kehidupannya kini bukan hanya miliknya sendiri.
Nadia masuk ke dalam kamarnya, merebahkan dirinya di atas kasur empuknya, merentangkan kedua tangannya dan menatap langit-langit kamar.
"Ayah... Apa ini sebuah titipan darimu ? Tanpa sengaja kau memilihkan seseorang untukku setelah kepergianmu. Walaupun orang itu sepertinya tak mengharapkanku." gumam Nadia sebelum kesadarannya melayang.
"Nonaa... Nona banguun..."
Nadia menggeliat dan mengucek matanya, dia sedikit terkejut mendapati orang lain berada di dalam kamarnya.
"Kau sedang apa disini ?" tanya Nadia
"Maaf nona, saya membangunkan nona karena ini sudah waktunya saya mengajak nona jalan-jalan keluar." ucap Fariza membuat Nadia mengerutkan dahinya.
"Memangnya kita akan kemana ? Apa penting sekali untuk keluar ?"
"Tentu saja nona, kita akan ke salon, ke mall, dan tempat-tempat lain untuk membeli keperluan nona, supaya semuanya sesuai dengan selera nona." ucap Fariza dengan antusias.
"Ke salon ? Belanja ? Untuk apa ?" tanya Nadia semakin bingung. Fariza menepuk kaningnya, dia pun mendekati nonanya dan menatapnya dengan lekat.
"Nona, nona sebentar lagi akan menikah dengan tuan muda. Apa nona tidak mendengar tuan besar tadi ? Yang mengumumkan pernikahan kalian akan berlangsung seminggu lagi ?"
"Hah ? Seminggu ?"
Nadia sedikit menjerit hingga Fariza terjungkal ke belakang saking terkejutnya.
"Aduuhh, nona kenapa kaget begitu ?" tanya Fariza sambil mengusap-usap pantatnya yang sakit akibat terjatuh ke lantai.
"Seminggu lagi ? Apa aku gak salah dengar, Fariza ?" tanya Nadia masih dengan mulut menganga.
"Nona, anda ini kenapa ? Sepertinya nona tidak mendengarkannya tadi, yah ? Seharusnya nona mengetahuinya, mengingat ini pun pernikahan nona ?"
"Tidak, ini bukan pernikahanku. Ini pernikahan tuan Alex dan cucunya." ucap Nadia dengan ketus.
Fariza melotot, dia mengejar nona nya yang hendak mendekati lemari.
"Apa ?? Pernikahan ... ?? Ah, nona ini ada-ada saja." ucapnya yang di balas sunggingan bibir dari Nadia.
Nadia sudah bersiap, dia bersama Fariza pun keluar rumah dan langsung masuk ke dalam mobil.
Nadia hanya menurut saja kemana Fariza menarik tangannya. Berbeda dengan Nadia yang begitu malas, Fariza malah menjadi yang paling bersemangat dalam segala hal.
Sore hari pun tiba, langit yang cerah sudah berganti menjadi gelap. Nadia serta Fariza baru pulang ke rumah utama, Fariza begitu repot membawa banyak sekali barang belanjaan di tangan kanan dan kirinya, belum lagi sebagian yang di bawakan oleh sang supir.
"Huh, ini pegal sekali." ucap Fariza begitu dia menyimpan semua barang bawaannya di atas meja ruang keluarga.
"Tadi aku ingin membantu kau tak memberikannya." ucap Nadia menatap Fariza yang sedang mengurut pelan tangannya sendiri.
"Hehe, tidak papa nona, saya senang kok."
'Semua orang sangat bahagia menyambut hari pernikahan itu, apakah aku pun harus bahagia seperti mereka ? Walau semua ini hanya demi tuan Alex, tapi ini benar-benar pernikahanku.' batin Nadia berkata.
Beberapa bulan berlalu, kehidupan mereka kini sudah sangat baik, tak ada lagi gangguan yang berarti. Bahkan, entah kenapa Silvi dan Leni pun tak pernah lagi dengan sengaja menunjukkan dirinya. Hanya pernah sesekali tak sengaja berpapasan, dan mereka bersikap seolah tak saling mengenal. Hanya, Nadia masih dapat melihat ketidak sukaan merrka dalam tatapannya. Kehamilan Nadia sudah memasuki usia ke 5 bulan, membuat perutnya kian membuncit. Dia juga kini di larang untuk ikut andil di toko, hanya sekedar keluar dan menyaksikan kesibukan karyawan-karyawannya yang sudsh bertambah. Resti yang bertanggung jawab mengurus segalanya. Ponsel Nadia berdering, wanita itu pun dengan cepat merogoh tasnya dan menempelkan ponsel itu di telinganya. "Ya, mas ?""Kamu masih di toko ?""Iya, mas. Kenapa memangnya ?""Cepat pulang, ya ? Kakek mengajak kita berkumpul di rumah. Ini mas juga sedang di jalan, mau pulang." "Oh, baiklah."Sambungan terputus. Nadia langsung mencari Tris untuk mengajaknya kembal
Semua bapak-bapak di belakang Arian hendak melayangkan ledekannya lagi. Namun, pak penghulu dengan segera mengangkat sebelah tangannya, membuat mereka urung mendebat pembelaan Arian. "Jadi, tuan ini menghamili nona ini ?" Tanya penghulu menunjuk Arian dan Silvi bergantian. "Tidak !""Iya, pak !" Jawab Silvi dan Arian bersamaan. Arian menatap Silvi dengan bengis. Sungguh, dia sangat muak dengan wanita itu. "Pak, saya sama sekali tidak melakukannya. Demi allah ! Saya sudah punya istri, dan saya mencintai istri saya."Sambil menunduk, Silvi menyembunyikan bibirnya yang mencebik mendengar ucapan Arian."Haha, zaman sekarang mah udah punya istri, kek. Udah punya suami, kek. Kalau otaknya konslet tetep aja nyari mangsa lagi. Ya gak ?" Tanya salah seorang bapak-bapak itu yang di sambut dengan tawa dari yang lainnya. Arian berdiri, dia sudah cukup sabar menghadapi sikap so tau mereka."Itu menurut orang yang otaknya konslet. Tapi, saya tidak seperti itu. Saya masih normal, otak saya mas
"Ini, inilah yang saya tadi ingin bicarakan sama kamu. Juli, dia tadi pagi masuk rumah sakit mendadak karena di temukan tak sadarkan diri di kamarnya. Tapi keadaannya sudah stabil tadi, makanya saya pergi bekerja. Tapi tadi, suster menelpon mengabari kondiri Juli yang kritis." "Ap-apa ?? Juli ?" Felix menjadi gugup. Raut kecemasan terlihat dengan jelas di wajahnya. "Saya ke rumah sakit dulu, permisi pak Arian, pak Felix." "Tunggu, pak ! Saya ikut !" Ucap Felix "Baiklah, ikuti saja mobil saya." Ucap Samsudin sambil sedikit berlari menuju keluar restoran.Felix dengan terburu-buru merogoh dompetnya dan menyerahkan beberapa lembar uang pada Arian. "Pak Arian, saya mohon maaf sekali karena harus meninggalkan anda. Ini, saya yang bayar." "Tidak usah, pak Felix. Saya mengerti kok.""Tidak papa, anggap saja ini sebagai permintaan maaf saya karena tak jadi menemani anda makan siang, padahal saya yang ngajak tadi. Sudah ya, syaa tifak punya banyak waktu. Sekali lagi saya minta maaf, dan
"Loh, itukan si Nadia ?" Gumam wanita tersebut dalam hati. "Sayang, kamu kenapa ?" Tanya Dev, pria tampan yang bersama dengan Silvi. Dari penampilannya, Dev seperti pria kaya lainnya, keren, rapi, dan juga terawat, lagipula, jika saja Dev bukan pria ber-uang, mana mungkin Silvi akan mau berhubungan dengannya. "Eh, eem... Aku mau ke toilet dulu deh sayang. Sebentar, ya ? Kamu tunggu saja di mobil.""Baiklah, jangan lama." Silvi tersenyum, Dev pun berjalan menuju parkiran meninggalkan Silvi. Silvi ternyata juga berkencan dengan Dev di resort itu. Setelah hatinya hancur kemarin karena Arian yang ternyata suami Nadia, Silvi langsung pergi mencari kesenangan ke club langganannya, dan disanalah dia bertemu dengan Dev. Perlahan Silvi mengendap-endap untuk melihat pasangan tersebut semakin dekat. "Oh shit ! Iya itu mereka ! Jadi mereka emang suami istri ?" Silvi mengumpat sambil menatap tak suka ke arah mereka.Pasangan yang serasi, mereka terlihat begitu bahagia satu sama lain. Aura k
Arian sudah keluar dari kamar mandi, kini giliran Nadia yang harus membersihkan tubuhnya dari air hujan yang sempat mengguyurnya beberapa saat lalu. Arian duduk di sofa, dia memesan beberapa cemilan dan juga minuman hangat pada petugas resort. Sambil menunggu pesanan tiba, Arian membuka ponselnya dan mendapatkan beberapa pesan. Hampir semuanya tentang pekerjaan, Arian sudah meminta sekretarisnya untuk menghendel pekerjaan selama dia berada disini. Gerakan jempolnya terhenti saat mendapati panggilan tak terjawab dari kakeknya. Aahh... Arian sampai lupa tidak memberitahukan pada kakeknya kemana mereka pergi. Arian menekan tombol panggil, dan tak menunggu lama akhirnya panggilan tersambung. "Halo ?" "Halo, kek.""Jadi, kemana kamu membawa cucu menantuku ?" Tanya Alex to the poin. Arian mendesah pelan, tadi dia hanya menitipkan pesan pada Tris, untuk memberitahukan pada kakeknya bahwa dirinya akan pulang sedikit terlambat bersama Nadia. Namun, dia tidak mengatakan tujuannya dan kapan
Di restoran yang masih termasuk di area resort, Arian dan Nadia sedang makan bersama di salah satu meja. Ada beberapa meja lain yang sama-sama terisi oleh pengunjung lain, namun tak mengurangi kenikmatan hidangan tersebut. Setelah Arian selesai membersihkan dirinya, keduanya langsung pergi keluar untuk makan siang yang sudah kesorean. Nadia maupun Arian menyantap makanannya dengan lahap tanpa ada perbincangan saking sudah laparnya, hingga tak butuh waktu lama untuk mereka berdua menghabiskan semua menu yang tersaji di meja. "Ayo !" Ucap Arian setelah selesai mengelap bibirnya menggunakan tissue. "Mau kemana lagi, mas ?" Tanya Nadia setelah meneguk habis minumannya. "Kemana saja, jalan-jalan." Ucapnya yang segera berdiri dan menarik tangan Nadia. Nadia pun menurut dan hanya mengikuti langkah sang suami saja. Dia benar-benar tida menyangka, kalau ternyata Arian Trisatya, seorang pria yang terkenal dingin dan acuh itu memiliki sisi yang berbeda. Nadia melihat suaminya kini seperti pr