Share

5. Hari Pernikahan

Hari - hari sudah berganti, seminggu itu waktu yang sangat singkat, semua para tamu sudah memenuhi ruangan di rumah utama. Tuan Alex sengaja menggelar pesta resepsi di rumah, karena supaya lebih berkesan dan terdapat kenangan.

Nadia masih terdiam di dalam kamar, dia sudah selesai di rias dengan sedemikian rupa.

"Nona, nona sangat cantik sekali." puji Fariza dengan sta berbinar.

Nadia tersenyum kecut, entah itu memang tulus atau hanya untuk menghibur dirinya, Nadia tak ingin menatap pantulan dirinya di cermin.

"Ayo nona, kita sudah di tunggu semua orang di bawah." ucap Fariza.

Nadia menghirup udara dalam-dalam dan kemudian menghembuskannya.

"Ayo."ucap Nadia menoleh pada Fariza yang sedang tersenyum lebar.

"Nona gugup ya ? Itu biasa non, katanya sih. Saya kan belum menikah, hihi." 

"Emm,, tidak. Ayo." 

Fariza pun menuntun Nadia keluar dari kamar dan mendekati tangga, Nadia tertegun menatap tamu yang kini sudah memenuhi ruangan. 

Nadia semakin gugup, dia menelan ludah dengan susah payah saat mendapati semua pasang mata kini sedang tertuju padanya.

Perlahan Nadia mulai menuruni tangga dengan anggun, semua tamu mulai berbisik, melontarkan penilaian mereka pada sang pengantin wanita.

"Ya ampun, anak siapa itu ? Cantiknya..."

"Benar-benar jelita, darimana tuan Alex mendapatkan menantu secantik itu ?"

"Apa dia manusia ? Kenapa dia terlihat seperti bidadari ?" 

Semua orang memuji Nadia, mereka seakan terhipnotis untuk menatap pengantin wanita tanpa berkedip, termasuk Arian, dia bergitu terpaku dengan sosok yang kini duduk disampingnya. Dia sangat tak percaya, kalau wanita yang di sampingnya ini adalah Nadia.

Nadia terus menunduk tak menghiraukan desas desus yang terus terdengar di telinganya, dia pun tak menghiraukan pandangan seluruh tamu yang terus tertuju padanya. 

Acara akad pun segera di mulai, tanpa 

Nadia sadari di antara ratusan tamu yang datang terselip seorang kameraman yang sengaja hadir untuk mengutip acara pernikahan cucu dari pengusaha terkenal, Alex Trisatya. Yang tak lain adalah Arian Trisatya, pengusaha muda dan tampan yang sudah lama melajang.

Di kampung 

Mama Leni dan Silvi sedang bersantai di depan televisi. Menonton acara gosip sambil mengemil dan bermain ponsel, layaknya seorang pengangguran.

Mama Leni memicingkan matanya menatap layar tv, dia menepuk-nepuk Silvi tanpa mengalihkan pandangannya dari layar tv tersebut.

"Sil, Sil, liat deh... " 

"Apaan sih, ma ? Ganggu aja deh," ucap Silvi sambil menepis tangan mamanya.

"Itu loh, liat makanya." 

"Iya, itu apa ? Heboh banget deh kalo masalah gosip." 

"Liat itu pengantin wanitanya, mama rasa kok wajahnya gak asing, ya ?"

Silvi mulai tertarik, dia menyimpan ponselnya dan meneliti wajah sang pengantin wanita yang terpampang di layar tv. 

"Gak asing gimana sih ma, maksudnya ?"

"Lah, kok kamu gak nyadar sih ? Mama malah mikir dia itu mirip sama si Nadia, loh." ucap mama Leni masih dengan fokus menatap layar tv.

"Hah ?? Hahaha... Mama yang bener aja deh. Ah, ngada-ngada. Itu cantik, ma. Ya jauh lah sama si Nadia, lagipula mana mungkin sih si Nadia tiba-tiba nikah ? Gak masuk akal banget." Silvi meraih kembali ponselnya dna mengacuhkan acara gosip itu.

"Loh, itu tuh liat, Sil. Itu, pernikahan Arian Trisatya dan Nadia. Liat, namanya Nadia juga !" ucap mama Leni semakin heboh. 

Silvi pun tersentak, dia sampai bangkit dari kursi dan mendekati tv untuk menatap lebih dekat.

"Ih, mama ! Ya kalo nama sih pasti banyak lah yang sama. Mama liat ini, laki-laki itu pengusaha besar, ma. Keluarganya juga bukan keluarga sembarangan. Masa tiba-tiba menikah ssma gelandangan yang gak jelas asal usulnya ? Simpati juga gak mungkin sampe di nikahin, kali."

"Iya, ya ! Ah, mungkin memang cuma kebetulan aja !" 

Di rumah utama, kini Nadia sudah resmi menjadi menantu di keluarga Tristya. Nadia dan Arian sedang menyalami para tamu yang datang, tak henti-hentinya seluruh tamu memuji Nadia, membuat sang kakek semakin merasa kalau pilihannya sangatlah tepat.

Nadia dan Arian terlihat begitu serasi, berdiri saling berdampingan dengan senyuman yang menghiasi keduanya, walau senyuman itu hanyalah tertuju untuk menghargai para tamu.

Arian bersikap begitu berwibawa, menyalami seluruh rekan kerja dan juga klien nya yang datang. Namun, tak sekalipun dia menoleh pada Nadia atau pun melontarkan suatu pertanyaan. Benar-benar cuek.

Hingga hari berganti malam, semua acara pun baru selesai. Nadia begitu merasa lelah, dia sudah tak sabar untuk membersihkan diri dan segera terlelap untuk mengistirahatkan persendiannya.

"Nadia, kamu segera ke kamar Rian ya ? Pelayan sudah memindahkan seluruh barangmu kesana. Kau istirahatlah sebentar, mumpung Arian masih ada urusan sama kakek." ucap sang kakek sambil tersenyum penuh arti.

Nadia terpaku, dia pun tersenyum kikuk menanggapi ucapan kakek barunya.

"Nadia permisi, kek." 

"Ya, silahkan."

Nadia perlahan melangkahkan kakinya untuk menaiki tangga, kakinya mendadak terasa lemas dan gemetar mengingat ucapan kakek tadi, di tambah kini mulai sekarang dia akan tinggal sekamar dengan seorang pria. Membayangkannya saja Nadia sudah merasa canggung sendiri.

Nadia membuka pintu, kamar itu masih gelap gulita. Nadia pun masuk dan menyalakan lampu, dia begitu terpaku menatap kamar yang sudah dihias layaknya kamar pengantin baru, tiba-tiba Nadia merasa malu sendiri.

"Astaga, aku sudah gila !" umpatnya sambil menjitak kepalanya sendiri.

Nadia menggelengkan kepalanya, berusaha menepis fikiran yang sempat menggaggunya.

"Mumpung dia belum kesini, aku ingin mandi dengan tenang."

Nadia pun bergegas ke kamar mandi, dia sengaja berlama-lama karena merasa rilex saat berendam air hangat. 

"Nyaman banget, aku bahkan bisa ketiduran disini... Di kampung mana ada yang seperti ini." gumam Nadia.

Tiga puluh menit pun berlalu, Nadia baru selesai dna keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk. 

Langkahnya terhenti saat mendapati laki-laki yang kini sudah menjadi suaminya sedang terduduk di sofa dengan mata terpejam.

Nadia begitu panik, dia pun menyambar selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya. 

"Astaga, kenapa dia malah diam di sana ? Aku kan jadi tidak bisa bebas berjalan." gumam Nadia

Perlahan Nadia melangkahkaan kakinya untuk melewati pria yang kini sedang menutup matanya, Nadia menoleh saat telinganya mendengar dengkuran halus dari pria yang sedang menutup mata itu.

Nadia mengibaskan tangannya di depan wajah Arian, dia pun menghembuskan nafas lega saat mengetahui bahwa suaminya itu ternyata sedang tertidur sambil duduk.

Nadia ingin menghindar, tapi hatinya malah memintanya untuk bertahan sejenak, Nadia pun dengan sendirinya menurut, dia menatap wajah Arian yang begitu rupawan.

'Tuan begitu tampan, entah apalah yang terjadi pada diri anda sehingga anda begitu menghindari pernikahan, padahal anda sangat bisa mendapatkan wanita yang sangat sempurna.' Nadia bergumam dalam hatinya.

Tanpa dia duga, Arian membuka kedua matanya dan dia langsung membulatkan matanya karena terkejut melihat Nadia yang kini sedang berada di hadapannya hanya beberapa centi saja.

"Aaah !" Nadia refleks menjerit saat menyadari kini dia sedang beradu pandang dengan Arian, Nadia langsung berdiri dan menjauh, menyadari kalau kini dia hanya menggunakan handuk, dia pun kemudian berlari dan bersembunyi di dalam lemari. 

"Ya Tuhan, aku malu sekali... !" gam Nadia di dalam lemari baju. Jantungnya terasa berdebar-debar dengan kencang, dia sangat tidak berani untuk menunjukan dirinya lagi di hadapan Arian. 

Sementara itu, Arian masih terpaku di tempatnya duduk. 

"Huufftt, mengagetkan saja !" ucapnya sambil menggelengkan kepala.

Arian pun tak memikirkannya lagi dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Setelah mendengar suara pintu tertutup, Nadia pun menyembulkan kepalanya dan memindai seluruh ruangan.

"Bagus, dia sudah tidak ada." 

Nadia pun segera mencari baju dan mengenakannya, kemudian menyembunyikan tubuhnya di bawah selimut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status