Share

Do You Know?
Do You Know?
Penulis: dandelian

01 The Beautiful Devil

Ketukan high heels itu menandakan seorang wanita tengah berjalan. Irama yang santai dan juga elegan itu membuatnya tampil seperti wanita yang berkelas.

Wanita dengan setelan hitam, bibir berwarna merah, juga kacamata hitam yang besar hampir menutupi sebagian wajahnya.

Tangannya terulur meminta sesuatu. Anak buahnya terlihat memberikan sebatang rokok padanya.

"Jadi dia orangnya?" tanya wanita itu.

"Yes, Liana." Benar, nama wanita itu adalah Liana, lebih tepatnya adalah Liana Rodriguez. Seorang anak penguasa terkenal di negara ini dengan kelihaian dalam berkelahinya yang sulit ditandingi.

Melihat seorang pria yang terkapar lemas, dengan memar yang ada di sekujur tubuh dan juga wajahnya itu membuat Liana sedikit kasihan.

"Tolong saya..." Tampak pria itu masih sadar, dia masih sanggup untuk meminta tolong pada Liana.

"Just pay your debt, and you can live safely." Seringai licik itu membuat Liana semakin terlihat kejam.

"I don't have money. How do i pay the debt." Terlihat frustasi sudah jelas laki-laki itu frustasi. Dia tidak tahu menahu soal hutang yang keluarganya buat, dan sekarang dia harus membayarnya.

"I don't care, i don't wanna know. Just pay your debt." Liana menginjak dada si pria itu, sampai pria itu terbatuk-batuk.

"Give me time, and i'll pay the debt." Sambil menahan rasa sakit, pria itu masih bertahan untuk tetap hidup.

"Kamu pikir saya percaya dengan ucapan kamu?" Seringai mengerihkan itu kembali muncul. Dan pria itu tampak tak bisa melawan sedikitpun.

"Sekali pembohong, tetap pembohong. Kamu sudah saya berikan waktu setengah bulan dan kamu tetap tidak bisa membayar, walaupun hanya seperempat dari utangmu. Dan sekarang kamu minta waktu lagi? Hah... Kamu bercanda?"

"Aku berjanji... Kali ini saja." Pria itu memeluk kaki Liana, berharap dapat sedikit belas kasihan darinya.

Liana terdiam sejenak, menatap lampu kota yang menyala berkelap-kelip itu. Mereka memang sedang berada di atap gedung. Sebuah ide melintas di kepalanya.

Wanita itu berjongkok, mensejajarkan wajahnya dengan pria itu. "Jika dilihat-lihat, kamu ini tampan juga ya. Bagaimana kalau saya menjualmu saja."

"Saya akan dapat uang, dan kamu yang tidak berguna ini akan hilang dari dunia ini. Bukan hanya aku yang untung, dunia juga akan senang karena populasi manusia tak berguna sepertimu akan berkurang," usul Liana.

"Jangan... Jangan... Tolong, biarkan aku membayar utang saja, tidak perlu menjualku."

"Apa jaminannya?" Liana kembali berdiri. Bersikap sombong, sudah menjadi salah satu kewajiban jika bekerja seperti ini.

"Aku. Jika aku tidak bisa membayarnya maka aku rela ditembak mati olehmu," ucap laki-laki itu dengan penuh keyakinan.

"Itu terlalu mudah, kamu tertembak, lalu mati? Lalu siapa yang bayar utang kamu? Dimana untungnya untuk saya?" Liana membuka kacamata hitam yang menutupi hampir sebagian wajahnya itu.

"Pilihan kamu hanya dijual, jika tidak bisa membayar utang."

"Yaa... Whatever, yang penting bebaskan aku."

Liana menghela nafas, cukup sulit menghadapi orang-orang seperti ini. Dia berbalik dan menyuruh anak buahnya untuk melepaskan pria itu dengan syarat tetap diawasi. Karena Liana tidak mau pria itu kabur.

Liana baru saja sampai di pavilliun milik keluarganya. Rumah mewah seperti ini sudah biasa untuk keluarga penguasa seperti Rodriguez.

"Liana, Anda sudah ditunggu oleh Tuan Ronald." Liana mengangguk lalu menyuruh orang suruhan ayahnya itu kembali.

Langkahnya semakin melambat kala ruangan ayahnya yang semakin dekat. Berhadapan dengan orang tua adalah hal yang paling dia hindari, dia lebih baik menerima perintah dari jauh saja dari pada harus berhadapan.

"Astaga... Apa yang harus aku katakan..." Wanita kejam yang kalian lihat diawal itu seketika menghilang, berganti dengan wanita yang penuh kegelisahan.

"Bagaimana kalau dia memukulku lagi," ucap Liana frustasi di depan pintu besar itu.

"Ah! Sial, apa boleh buat." Liana membuka pintu itu dengan kasar, matanya menyusuri setiap sudut ruangan hingga menemukan tuan Ronald, atau dia sering menyebutnya dengan Papa.

"Oh God, my beautiful daugther..." Sambutan yang sangat aneh. Tidak biasanya tuan Ronald bersikap ramah pada Liana.

"Papa..." lirih Liana, wanita itu rindu dengan suasana masa kecilnya yang bahagia.

Sebuah pelukan diterima oleh Liana, hal ini sudah lama tidak terjadi. Wanita itu hanya membeku dengan  perlakuan Papanya hari ini.

"How are you?" tanya tuan Ronald.

"I'm okay, Pa..."

"Not good? Good is better then okay." Semua ini membuat Liana berdebar, bertanya-tanya apakah semua ini benar tulus yang diberikan Papanya.

"Yeah... I'm good, Pa."

"Lalu bagaimana dengan pekerjaanmu?" tanya pria paruh baya itu.

"Semuanya berjalan lancar. Aku hanya butuh sedikit waktu lagi untuk mengurusi orang itu."

"Baiklah, aku tahu kamu bisa melakukan apa yang aku inginkan."

Tuan Ronald berjalan menuju mejanya, mengambil selembar kertas yang terlihat sangat bagus. Perpaduan warna yang indah, sekaligus terlihat sangat mewah, Liana yakin itu bukan hal baik yang akan berdampak padanya.

"Adikmu sudah menemukan pujaan hatinya. Dia akan menikah bulan depan." Tuan Ronald memberikan Liana sebuah undangan.

Liana menerima undangan itu, dia ikut senang. Meskipun akan menjadi masalah baru untuknya di kemudian hari.

"Aku turut bahagia," ucap Liana. Liana membuka lembaran undangan itu, terlihat indah dengan nama Alena Rodriguez dan Marco Hwang.

"Jangan cuma bahagia, kapan kamu akan bawa pacarmu menghadap kami." Wanita paruh baya itu datang dari belakang Liana, itu Mamanya.

"Adik kamu itu, sudah pintar, cantik, berkarir, jodohnya juga bagus. Kamu mau sampai kapan sendiri terus. Sebentar lagi usia kamu sudah kepala 3, memangnya tidak lelah sendiri terus?" Wanita itu membawakan kopi untuk suaminya.

Sudah Liana tebak, dia pasti akan mendapat masalah lagi kali ini. Meskipun manis di awal.

"Kenapa diam saja? Memangnya kamu gak mau menikah?" tanya nyonya Marina.

Liana menatap ujung high heelsnya, dia tidak bisa membantah perintah orang tuanya. Bagaimana pun dia hidup untuk memenuhi kemauan orang tuanya.

"Pokoknya Mama mau kamu datang ke pernikahan Alena bersama pacar kamu." Perkataan itu berubah menjadi perintah untuk Liana.

"Kalau begitu, aku pergi dulu Pa, Ma." Sebelum semakin banyak lagi perintah tidak masuk akal dari orang tuanya itu, Liana lebih baik undur diri.

Wanita itu berjalan keluar dari pavilliun milik keluarganya. Dibanding tinggal di sini, Liana lebih memilih untuk tinggal sendirian di sebuah apartement mewah untuk mendapat ketenangan.

Tempat ini menyimpan banyak sekali cerita menyakitkan untuk Liana, dia bukan bermaksud masokis karena tetap menyimpan rasa sakit itu, namun tubuhnya menolak untuk membiarkan Liana melepaskan masa lalunya yang menyedihkan itu.

Setiap datang ke tempat ini, memorinya kembali memutarkan momen-momen yang ingin dia lupakan. Tempat ini membangkitkan rasa sakit itu.

"Dasar anak itu, terus saja menghidar dari jodohnya. Sudah pernah kita jodohkan dan dia berhasil menghindar, dia membuat calonnya lari terbirit-birit karena akan dibunuh. Ini semua salah kamu karena mendidiknya menjadi berandalan, bukannya wanita yang lemah lembut." Omel nyonya Marina pada suaminya, tuan Ronald.

"Kamu tau sendiri kan, satu-satunya yang menonjol dari Liana adalah kekuatannya, bukan keanggunan ataupun kecerdasan seperti Alena."

"Tapi dia itu anak perempuan, mau sampai kapan dia bertingkah seperti itu." Nyonya Marina sudah cukup kesulitan mengatur Liana, dan sejak anak itu pindah, nyonya Marina lebih sulit lagi mengatur anak pertamanya itu.

•••

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status