[Jangan panggil Pak Ustadz donk, Bu Dede. Panggil aja kaya dulu. Aa Iz ... ]
Begitulah isi pesan Izandra saat aku memanggilnya Pak Ustadz. Dia bilang enakan di panggil Aa Iz atau hanya Aa saja. Dan dia memanggilku, Bu Dede. Lucu sekali. Aku juga memprotes panggilan dia yang memakai embel-embel "Bu" di depannya. Aku ingin di panggil Dede saja seperti dulu. Sama seperti panggilan kedua orangtuaku dan teman-teman dekatku, karena aku adalah anak bungsu, jadi kedua orangtua dan teman dekatku terbiasa memanggilku seperti itu, sekalipun sekarang aku sudah memiliki anak. Jika di pikir-pikir, rasanya aneh juga, sudah kepala tiga masih di panggil Dede, seperti sebutan untuk anak balita. Tapi ya sudahlah, jadi serasa awet muda juga ... Apalagi panggilan itu panggilan kesayangannya padaku. Eh.Setelah awal mula chat basa-basi yang menanyakan kabar, anak, istri dan lain-lain. Semakin kesini chat dari Izan semakin menjurus ke masa lalu. Dia bilang, dulu sebelum tahun 2015 dia mencari ku. Dia ingin memperbaiki hubungan kita dulu yang sempat tak baik dan ingin serius ke jenjang berikutnya denganku. Sayangnya, saat itu aku sudah menikah dan memiliki anak. Takdir sudah memisahkan kita begitu jauhnya. Saat itu saat terakhir kali kami berkomunikasi.Siapa yang tidak tersentuh hatinya jika mendengar betapa jika dulu dia sangat ingin menikahiku. Dan andai aku saat itu masih sendiri, mungkin sekarang akulah yang menjadi istrinya dan bahagia bersamanya.Aku juga marah padanya saat itu. Ya, aku marah. kenapa dia bisa datang terlambat, saat aku sudah milik orang lain. Andai dia datang lebih awal, mungkin saat ini aku takkan berada di posisi seperti saat ini.Saking marahnya aku saat itu, aku sampai memblokir semua tentang dia. Aku pikir setelah itu aku akan hidup bahagia bersama anak dan suamiku. Bisa move on darinya. Tapi nyatanya takdir berkata lain. Akhir tahun 2020 aku menyerah dengan pernikahan ku. Aku tak tahan hidup dengan suamiku yang sangat posesif. Aku serasa bagaikan seekor burung yang dikurung di dalam sangkar.Mantan suamiku adalah orang yang sangat pengekang. Aku tak boleh melakukan apapun yang bersangkutan dengan lawan jenis. Jangankan berinteraksi dengan lawan jenis, dengan sahabat-sahabatku saja, dia tak mengijinkanku untuk sering berkomunikasi.Aku tak boleh memiliki satupun akun sosial media, kecuali WA. Semua F*, I* dan lain-lain dia hapus sejak kami menikah. Padahal dia pun memiliki itu semua dan aku tak pernah memprotesnya. Bahkan aku tak pernah memiliki izin untuk membuka HP dia.Awal-awal menikah, aku menerima sifatnya yang ku anggap saat itu masih wajar. Saat itu bagiku mungkin mantan suamiku terlalu menyayangiku atau takut aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri, pikirku. Tapi semakin kesini, sifat pengekangnya semakin tak masuk akal. Bakan sifat overprotective-nya bagiku sangat menyiksa jiwa ragaku.Saat aku sakit kelenjar tiroid 2tahun lalu dan harus di operasi, dia tak mengijinkan aku untuk di operasi oleh dokter laki-laki. Bahkan dari saat konsultasi pun, dia sudah sering membentak ku hanya karena tersenyum saat menyapa dokter saat berkonsultasi. Aku sangat malu, apalagi dengan terang-terangan dia menunjukkan wajah tak sukanya pada orang lain termasuk pada dokter yang menanganiku.Bukan hanya itu saja, bahkan saat selesai operasi, dia bukan bertanya bagaimana keadaanku, dia malah langsung bertanya "Saat operasi dokternya laki-laki atau perempuan? Apa aja yang udah diliat? Apa aja yang dokter itu pegang?"Aku sampai melongo, kaget, speechless, sebegitu murahan kah aku di matanya, sampai dia berpikir jauh ke sana? Rasanya jika saat itu aku dalam keadaan yang sehat dan mampu untuk berteriak, aku ingin sekali memaki dirinya sampai puas saking geramnya hatiku saat itu. Hanya saja kondisiku yang lemah hanya bisa membuatku diam dan meneteskan air mata.Aku sama sekali tak habis pikir dengan cara pikirnya.Jika dia dari kalangan orang yang sangat taat agama, mungkin aku bisa memakluminya.Tapi ini? Dia dalam hal agama biasa saja, bahkan mungkin bisa dibilang agak kurang. Tapi, saat melihat istrinya berinteraksi dengan lawan jenis, pasti dia akan marah, membentak bahkan mengata-ngataiku dengan kata-kata yang kasar dan menyakitkan.Aku ingat saat suatu waktu, aku membeli sayur di tukang sayur yang sering lewat di depan rumahku. Seperti biasa aku memanggil tukang sayur tersebut, lalu aku memilah dan memilih sayuran yang akan aku beli.Saat itu entah apa yang di bahas si bapak tukang sayur tersebut, hingga aku dan ibu-ibu yang juga sama sedang memilih sayuran pun tertawa. Dan memang kadang kita sebagai ibu-ibu itu sambil memilih sayuran pasti sambil bercerita apa saja kejadian yang lucu dengan si bapak tukang sayur atau dengan tetangga yang juga sama-sama membeli sayuran.Tapi semuanya ternyata berbeda di mata suamiku. Saat aku kembali ke dalam rumah dengan menenteng kresek belanjaan sayuran ku, ternyata dia sudah ada di ambang pintu dengan tangannya sudah bersilang di depan dada sambil menatapku dengan tajam."Kenapa, Yah?" Tanyaku yang tak mengerti dia kenapa."Ngapain tadi Nda ketawa-ketawa sama tukang sayur begitu? Sengaja ya, mau godain tukang sayur itu?"Brukk!Kantong kresek berisi sayuranku jatuh, sesaat setelah aku mendengar pertanyaan dari suamiku itu. Sumpah, jika aku bisa memaki, rasanya aku ingin memaki nya saat itu juga. Tapi tetap saja aku tak bisa, aku bukanlah wanita seperti itu."Maksud Ayah, apa?" Dengan suara rendah dan mata berkaca-kaca aku bertanya maksud dari ucapannya barusan."Maksud Ayah? Nda nanya maksud Ayah? Harusnya Ayah yang nanya sama Nda, maksudnya Nda ketawa-ketawa sama tukang sayur tadi itu apa? Gak inget ya, kalo Nda itu udah punya suami? Ko malah ketawa-ketawa sama tukang sayur? Memalukan! Sama tukang sayur aja kecentilan sekali!" Ucapnya menggebu-gebu."Astaghfirullah, Yah!! Ayah sadar sama yang Ayah ucapin barusan? Ayah nuduh Nda godain tukang sayur? Ayah itu kenapa, sih? Mana mungkin Nda godain tukang sayur? Jelas-je---" belum selesai aku bicara, suamiku sudah memotong kata-kataku."Udah stop!! Ayah udah liat dengan mata kepala Ayah sendiri! Ayah gak butuh penjelasan dari Nda!" ucapnya sambil melengos pergi dari hadapanku.Aku masih mematung di tempat, mencerna apa yang salah pada diriku, sampai akhirnya aku terduduk lemas di lantai.Sungguh itu adalah kejadian yang tak pernah bisa aku lupakan hingga saat ini. Bagaimana bisa seorang suami menuduh istrinya selingkuh, hanya dengan seorang tukang sayur yang sudah sepuh, sedangkan suaminya sendiri adalah seorang pekerja kantoran dan jauh lebih segalanya dari si tukang sayur tersebut.Itulah sebabnya aku memilih kabur dari rumah, dan pulang ke rumah orangtua ku. Tak lama setelah itu aku langsung melayangkan surat gugatan cerai padanya. Aku tak bisa hidup dengan orang yang selalu menuduhku tak setia, menyakitiku dengan kata-kata kasar dan bahkan dia selalu mengekang ku tanpa ampun.Aku muak. Aku sesak. Aku ingin bebas dari tekanan-tekanan yang membuat hidupku seakan di penjara.Dan sekarang setelah dua tahun menjanda ... Aku seakan bertemu dengan oase di tengah gurun saat bisa berkomunikasi lagi dengan Izandra.[Boleh aku egois?Aku gak mau cuma bersama kamu di akhirat, tapi aku mau sama kamu di dunia juga, Aa Izz]Begitu isi pesanku pada Izandra. Entah apa yang merasuki aku.Dengan pertimbangan yang sangat panjang dan perdebatan yang alot antara ibu Indri dengan Gani kakaknya Indri, akhirnya setelah dua minggu Indri koma, keluarga memutuskan untuk menikahkan Indri dengan Izandra. Mereka agak khawatir dengan kondisi Indri yang belum mengalami perubahan. Mereka menjadikan pernikahan dengan Izandra adalah harapan terakhir Indri. Pertanyaannya adalah bagaiman jika saat Indri sadar nanti justru tidak setuju menikah dengan Izz? Di sini para keluarga, terutama orang tua Indri dan juga Annisa hanya memikirkan hal terburuk terlebih dahulu. Masalah kelak jika Indri bangun dan menolak pernikahan akan di pikirkan lagi ke depannya. "Saya terima nikah dan kawinnya Indria Saputri Binti Yanto Susanto dengan mas kawin yang tersebut, tunai!" ucap Izz lantang sambil menjabat tangan ayah Indri. Terdengar kata 'SAH' menyahut dari kedua saksi setelah Izz melafazkan ijab qabul nya. Ijab qabul di laksanakan di rumah sakit secara siri di ruangan VIP tem
Dengan pertimbangan yang sangat panjang dan perdebatan yang alot antara ibu Indri dengan Gani kakaknya Indri, akhirnya setelah dua minggu Indri koma, keluarga memutuskan untuk menikahkan Indri dengan Izandra. Mereka agak khawatir dengan kondisi Indri yang belum mengalami perubahan. Mereka menjadikan pernikahan dengan Izandra adalah harapan terakhir Indri. Pertanyaannya adalah bagaiman jika saat Indri sadar nanti justru tidak setuju menikah dengan Izz? Di sini para keluarga, terutama orang tua Indri dan juga Annisa hanya memikirkan hal terburuk terlebih dahulu. Masalah kelak jika Indri bangun dan menolak pernikahan akan di pikirkan lagi ke depannya. "Saya terima nikah dan kawinnya Indria Saputri Binti Yanto Susanto dengan mas kawin yang tersebut, tunai!" ucap Izz lantang sambil menjabat tangan ayah Indri. Terdengar kata 'SAH' menyahut dari kedua saksi setelah Izz melafazkan ijab qabul nya. Ijab qabul di laksanakan di rumah sakit secara siri di ruangan VIP
Seminggu Indri di rawat. Seminggu itu pula lah Annisa melihat banyak sekali cinta di mata suaminya untuk perempuan yang saat ini sedang terbaring koma itu. Izz pasti setiap hari menengok Indri. Dan karena takut Annisa cemburu, maka Izz mengajaknya setiap kali menjenguk Indri. Dia pikir hal tersebut akan membuat Annisa merasa di hargai oleh Izz, padahal justru semua itu membuat Annisa diam-diam memendam rasa sakit. Rasanya Annisa ingin menutup mata dari semuanya. Berharap jika semua yang dia lihat di mata Izz hanyalah perasaan buruk sangkanya saja. Tapi, ternyata tidak. Semua terlihat sama. Mata sendu itu, rasa khawatir itu, perhatian itu, semua sangat tulus dari mata sang suami. Sayang semua untuk perempuan lain. Bukan untuknya. Apalagi Izz seolah melupakan Annisa yang berada di sisinya saat Izz sudah bertemu dengan Indri, meskipun Indri hanya terbaring tak sadarkan diri. Izz seolah larut dalam kesedihan mendalam saat melihat cinta pertamanya itu lemah tak berdaya hingga tak
Ekspresi Izandra berubah panik setelah mendapat telepon dari seseorang. Orang tersebut mengabarkan bahwa Indri tertabrak mobil yang melaju kencang saat menyebrang jalan. Orang itu menghubungi nomor Izz terlebih dahulu, karena nama Izz yang ada di nomor kontak darurat di HP Indri yang di kunci tanpa adanya akses fingerprint. Dia mengabarkan bahwa Indri sudah di bawa ke RS terdekat untuk segera di tangani. Annisa yang melihat raut wajah Izz menegang langsung bertanya-tanya mengapa ekspresi suaminya berubah setelah menerima telepon. Suasana yang tadi hening setelah kepergian Indri, kini berubah menjadi tegang. Ya. Satu sisi Izandra khawatir dengan Indri, di sisi lain saat ini dia harus meluluhkan hati istrinya lagi. Jika sekarang dia pergi, maka Annisa pasti akan semakin marah, tapi jika dia tak pergi, dia kasihan terhadap Indri. Sedangkan dia tak tahu nomor keluarga Indri yang bisa dia hubungi. Akhirnya dengan segenap kekuatan, dia mencoba memberi pengertian pada Annisa.
Izandra tiba di kediaman mertuanya. Rumah ibunya Annisa. Dan tentu saja Indri ikut ke sana karena Indri lah yang memaksa Izz untuk menemui Annisa. Tadinya ibunya Indri akan ikut, tapi Indri melarangnya karena ia pikir ini adalah urusannya dengan Annisa. Indri memutuskan untuk menyerah. Dan Izz pun tak bisa memaksakan kehendaknya pada Indri. Segala keputusan Indri akan selalu Izz terima. Karena sedari awal pun Izz tak pernah memaksa untuk Indri bisa menerimanya. Apalagi sekarang justru rumah tangganya dengan Annisa malah di ujung tanduk. Izz sebisa mungkin akan berusaha mempertahankan rumah tangganya. Karena memang Izz tak pernah berniat untuk meninggalkan Annisa dan juga anak-anaknya. Itu adalah hal yang sangat mustahil Izz lakukan sekalipun Izz pernah egois memaksakan Annisa untuk menerima wanita lain di tengah mahligai rumah tangganya. Tapi di sudut hati Izz, Annisa masih tetap menjadi Ratunya yang takkan pernah Izz lepaskan. Tok! Tok! Tok! Izzandra mengetuk pin
Ada yang bilang takdir tentang jodoh itu pilihan. Kitalah yang harus memilih akan menerima orang yang masuk ke dalam hidup kita atau menolaknya. Tinggal pikirkan resiko ke depannya. Begitu katanya. Tapi ada juga yang percaya, bahwa jodoh, rejeki, maut, semua adalah rahasia Allah. Ibarat kata, sekuat apapun kita berusaha berjodoh dengan seseorang, jika Allah tak menghendakinya maka semua takkan pernah terjadi. Begitu juga ketika kita menolak untuk berjodoh dengan seseorang tapi jika Allah sudah berkehendak, maka kita akan tetap berjodoh dengannya. Entahlah.. Tinggal pilih saja mana yang kita yakini. Pilihan atau takdir. Begitupun dengan kisah Indri dengan Izandra. Bukan ingin indri untuk masuk ke dalam kehidupan rumah tangga Izandra. Sama sekali tak pernah terpikir olehnya, jika sekarang dialah yang menjadi duri di dalam rumah tangga orang lain. Tapi dia juga bimbang, tak tahu skenario seperti apa yang sedang Allah rencanakan untuknya. Beberapa hari ini Indri terus