Share

Doa Yang Harusnya Tak Aku Langitkan
Doa Yang Harusnya Tak Aku Langitkan
Author: Hima Runa

DYHTAL-1

[Aku selalu doain kamu, De. Meskipun sekarang kita gak bisa bersama di dunia, aku selalu berdoa semoga kita bisa dipasangkan di surgaNya kelak.]

Pesan yang kuterima dari Aa Iz itu, membuat hatiku ketar ketir tak karuan. Bukan kenapa-kenapa, tapi karena status dia yang sekarang adalah suami orang lain. Tambah lagi sekarang dia itu Ustadz kondang penerus sebuah pesantren yang lumayan besar milik ayahnya. Yang lebih dramatis lagi, pria tampan itu sudah memiliki 4 orang anak yang lucu-lucu.

Sedangkan aku? Aku hanyalah seorang janda cerai hidup yang memiliki satu anak. Ah ... memang sudah sepantasnya aku sadar diri, siapa aku dan bagaimana aku harus bersikap. Levelku sekarang jauh berbeda. Aku hanya seorang Guru TK. Aku minder sekali, apalagi dibandingkan dengan istrinya yang seorang lulusan pesantren yang sama, berpendidikan bahkan seorang Bidan.

Nama Ustadz tampan itu Muhammad Izandra. Dulu aku menyebutnya Aa Izan atau Aa Iz. Mantan terindahku saat aku masih duduk dibangku SMA.

***

Tak kusangka pertemuanku dengan Erick, teman sekolah Izan kemarin lusa, kini berbuntut pesan-pesan nostalgia dan teror telepon dari mantan kekasih terindahku itu.

Tadinya, Erick yang katanya tak sengaja lewat sekitar rumahku dan mampir, hanya ingin bersilaturahim denganku, tapi ujung-ujungnya setelah ngobrol ngalor-ngidul denganku, dia malah meminta nomor teleponku. Biar gak putus silaturahim katanya.

Tapi nyatanya dia memang ada maksud lain. Bukan padaku pastinya, tapi pada sahabatku, Irene, yang tak lain adalah mantan kekasihnya.

Ya. Aku dan Irene bersahabat, Izandra dan Erick juga bersahabat. Dan kami sering nge-date bareng dulu saat masih zaman SMA. Masa-masa remaja yang sudah belasan tahun lalu kami lewati. Sekarang bahkan aku sudah berumur kepala tiga.

Izandra adalah anak sulung dari seorang pimpinan pondok pesantren, sedangkan Erick, temannya itu dulu mondok di Pesantren milik Ayah Izz.

Jangan tanya mengapa anak pesantren bisa pacaran? Gak semua anak pesantren itu alim dan anti pacaran, buktinya mereka berdua. Tapi bukan berarti semua anak-anak remaja yang duduk di bangku pesantren itu, sama seperti mereka yang notabene bisa disebut 'badung' pada masanya. (Tidak untuk ditiru).

Mereka sering bolos sekolah hanya untuk menemui aku dan Irene. Mungkin gara-gara Izz adalah anak pemilik pesantren waktu itu, makanya dia bisa leluasa keluar masuk dari area pesantren dengan mudahnya. Padahal dari yang kudengar saat itu, pesantren tersebut adalah salah satu pesantren yang sangat ketat dalam menegakkan peraturan pada santri-santriahnya.

Namaku Indria Saputri, tahun ini tepatnya 2tahun aku bercerai dengan mantan suamiku, aku memiliki satu anak perempuan yang sekarang berumur 9tahun dan sekarang duduk dibangku kelas 3 SD.

***

Ah, sebenarnya aku merasa speechless saat bertemu lagi dengan Erick. Saat aku melihat Erick, tentu saja itu membuatku jadi mengingat lagi tentang Izandra, cinta pertamaku. Cinta yang nyatanya mungkin masih terpahat rapi dibagian terdalam hatiku.

Dan benar saja, setelah Erick meminta nomor Irene, dia malah memberiku nomor Izz. Bahkan bukan hanya itu, dia juga memberikan nomorku pada Izz. Bagaimana aku tak ketar-ketir saat itu, sudah sangat lama aku dan Izz tak berkomunikasi.

Aku sampai bertanya pada Irene, 'gimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Gimana mulai chat? Gimana biar gak tengsin?' belum apa-apa, hatiku sudah 'ngereog' duluan dibuatnya.

Jujur, saat mendapatkan kabar soal dirinya, ada terbersit sedikit rasa rindu di hatiku ini dan ingin menyapa mantan kekasihku itu. Hanya saja logikaku mengatakan, itu semua tak pantas sama sekali. Keadaan kami saat ini sangat tak memungkinkan untuk bersama. Tak sama lagi seperti dulu. Jadi aku memilih untuk diam dan menunggu daripada harus memutuskan urat malu ku di hadapan mantan terindahku itu.

***

🚫 pesan ini telah dihapus

🚫 pesan ini telah dihapus

🚫 pesan ini telah dihapus

Aku yang sedari tadi menatap layar ponsel sambil ketar ketir menunggu Izz memberi kabar, dikagetkan dengan notifikasi yang beruntun. Ada 8 pesan baru yang telah masuk di ponselku.

Langsung aku screenshot sebelum membukanya dan hasilnya langsung aku kirim ke Irene. Karena sedari tadi, aku terus berkomunikasi dengan Irene di WA.

Ada 8 pesan yang tak langsung aku baca. Tapi baru saja 2 menit, semua pesan itu ternyata dihapus lagi oleh si pengirim pesan yang nomornya belum aku save itu. Dan aku tahu si pemilik nomor itu adalah Izandra.

Dengan gemetar, aku pura-pura saja tak tahu menahu soal nomor dia, padahal sejak tadi aku sudah mengetahuinya dari Erick. Hanya saja aku masih ragu untuk menyimpannya. Tanpa menunggu lama lagi, aku kemudian membalas pesannya.

[Assalamu'alaikum]

[Ini siapa ya? ]

[Ko pesannya dihapus lagi?]

Setelah membalas dengan pura-pura polos seperti itu, rasanya jantungku berpacu lebih cepat. Serasa menunggu pengumuman hasil kelulusan.

Hanya Irene-lah saat itu yang menenangkan debar-debar di dada yang semakin menggila. Sebelum berbalas pesan dengan Izz, aku sedang berbalas pesan dengan Irene yang bercerita soal Erick yang menghubunginya. Cekikian aku saat me-roasting Irene.

Irene bilang dia sama deg-degannya denganku. Hanya saja mereka berdua, Irene dan Erick, ternyata memang bisa menjaga hati mereka untuk pasangannya masing-masing.

Irene yang sudah bersuami dan Erick yang sudah beristri, cukup bijak dalam mengambil sikap yang seharusnya. Jadi, setelah niatan Erick yang meminta nomor Irene untuk minta maaf atas kesalahannya dulu, mereka pun menyudahi komunikasi mereka hanya sampai saling memaafkan.

Tak ada nostalgia seperti aku dan Izandra. Mereka tahu batasan-batasan mereka sebagai seseorang yang sudah dewasa dan memiliki pasangan. Tentu mereka memikirkan perasaan pasangan mereka masing-masing, jika mereka tetap terus menjalin komunikasi meskipun atas dasar "silaturahim". Karena sejatinya, gak ada silaturahim yang berujung baik antara lawan jenis, apalagi berstatus sebagai sepasang mantan kekasih.

Berbeda denganku dan Izan. Mungkin karena Izan mengetahui statusku yang sekarang janda dari Irene beberapa bulan yang lalu lewat inbox di aplikasi F, Izan malah seakan leluasa bernostalgia denganku. Padahal dia lebih faham soal batasan komunikasi dengan yang bukan mahram dalam agama kita. Meski tak di pungkiri, ada debar lain dalam hatiku saat menerima pesan-pesan darinya yang seakan sangat merindukanku. Sayangnya debar itu ku rasa adalah sesuatu yang salah. Aku sadar itu.

'Aku harus bagaimana, Ya Allah?' gumamku dalam hati.

Satu sisi aku rindu. Tapi di sisi lain, aku tahu rasa ini harusnya tak begitu. Jujur saja, aku ... takut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status