Tiba-tiba, sebuah ide terlintas di benak Tirta. Dia bertanya, "Kak Nabila, apa kamu bisa duduk di kakiku waktu mengajariku membaca?"Nabila yang curiga bertanya balik, "Ha? Kenapa aku harus duduk di kakimu?"Tirta berbohong, "Sekarang aku sedikit mengantuk. Aku takut nggak bisa ingat waktu kamu mengajariku membaca. Kalau kamu duduk di kakiku, aku bisa lebih sadar. Lagi pula, kalau kamu sangat dekat denganku, aku bisa mendengar lebih jelas.""Benaran?" tanya Nabila yang tidak memercayai ucapan Tirta.Tirta menyahut, "Benar. Kak Nabila, kamu begitu baik kepadaku. Mana mungkin aku membohongimu? Masa aku begitu keterlaluan?"Meskipun Nabila memberontak, Tirta tetap menggendong Nabila dan mendudukkan Nabila di kakinya. Saat bokong Nabila menempel di kakinya, Tirta merasa sangat nyaman. Hasratnya pun bergelora.Nabila memperingatkan, "Tirta ... jangan macam-macam! Kalau nggak, aku akan langsung keluar! Kelak aku nggak akan memedulikanmu lagi!"Nabila merasa tidak nyaman duduk di kaki Tirta.
Selesai bicara, Tirta mencium bibir Nabila dengan penuh hasrat, lalu melepaskan pakaiannya. Nabila baru berusia 18 tahun. Kulitnya putih dan mulus. Meskipun masih muda, Nabila mempunyai tubuh yang sintal."Um ... Tirta ... jangan ...," ucap Nabila. Dia gemetaran dan tubuhnya terasa lemas karena Tirta tidak berhenti menggerayanginya. Nabila tidak sanggup mendorong Tirta lagi. Dia memelas seraya menangis, "Kamu nggak boleh meniduriku ... aku mohon ... Tirta ... biarkan aku pergi ....""Kamu nggak boleh pergi. Kak Nabila, sekarang kamu sudah jadi pacarku. Jadi, wajar saja kalau aku menidurimu," tolak Tirta. Dia mulai melepaskan rok Nabila."Tirta, jangan," mohon Nabila seraya mencengkeram ujung roknya. Namun, tenaga Tirta terlalu kuat sehingga rok Nabila pun lepas.Saat ini, Nabila hanya memakai celana dalam. Tirta terpana saat melihat tubuh Nabila yang menggoda. Dia sudah bersiap-siap untuk bersanggama dengan Nabila.Nabila terus memelas, "Tirta, aku mohon. Jangan lakukan itu. Tolong ...
Nabila membujuk, "Tirta, kamu jangan sedih lagi, ya? Kalau nggak, aku mau jadi pacarmu ...."Tirta menarik tangannya dan menimpali dengan acuh tak acuh, "Sudahlah. Aku nggak mau kamu mengasihaniku."Nabila menanggapi, "Aku bukan mengasihanimu. Aku serius dengan omonganku. Kamu sudah melihat tubuhku. Kamu juga menciumku dan menyentuhku. Aku pasti sudah marah sejak awal kalau memang sama sekali nggak menyukaimu. Aku juga menutupinya dari ayahku ...."Nabila menambahkan, "Aku hanya kaget karena tadi kamu terlalu kasar. Masa kamu mau langsung meniduriku?"Melihat Tirta yang kecewa, Nabila pun menangis lagi. Sebenarnya, dia juga menyukai Tirta. Hanya saja, tadi Tirta memang keterlaluan!"Benaran?" tanya Tirta yang mulai sedikit bersemangat. Dia merangkul Nabila dan menyeka air matanya. Tirta melanjutkan, "Tapi, tadi kamu bilang kamu nggak mungkin menikah denganku?"Nabila menjelaskan, "Kamu juga tahu, tuntutan orang tuaku sangat tinggi. Mana mungkin mereka mengizinkan kamu menikahiku? Kalau
"Kak, jangan begitu. Nabila baru keluar. Nanti kita ketahuan," ujar Tirta yang panik. Dia segera mendorong Melati, lalu pergi menutup pintu. Tirta mengintip sosok Nabila yang berlari keluar dari celah pintu. Tampaknya, Nabila takut ditanya Melati lagi. Seharusnya, tadi Nabila tidak melihat kemesraan Tirta dengan Melati. Tirta pun mengembuskan napas lega.Melihat gerak-gerik Tirta, Melati menyindir, "Kamu makin hebat, ya. Baru beberapa hari saja, kamu sudah berhasil menaklukkan Nabila."Tirta menyanggah, "Nggak. Aku dan Nabila nggak ada hubungan apa-apa. Bukannya tadi dia sudah bilang? Dia hanya datang berobat.""Huh, kamu pikir aku bodoh? Kalau berobat, masa bajunya terbuka begitu? Wajahnya juga memerah," timpal Melati. Dia memutar bola matanya, lalu melanjutkan, "Nabila nggak pernah berobat di tempatmu. Kamu nggak usah berbohong kepadaku. Bagaimana rasanya meniduri Nabila?"Tirta pun berbicara jujur, "Aku nggak meniduri Nabila. Dia baru setuju menjadi pacarku. Kita belum sempat melaku
"Ada apa, Bi?" tanya Tirta. Setelah dipanggil beberapa kali, dia baru memberanikan diri untuk mendatangi rumah Ayu. Hanya saja, dia tidak berani menatap wajah wanita itu.Rumah Ayu sama sederhananya dengan rumah Tirta. Meja, ranjang, dan kursinya terbuat dari kayu. Meski begitu, rumah ini sangat wangi. Ruangan di dalamnya juga berkali lipat lebih bersih dan tertata daripada rumah Tirta."Kenapa kamu lelet sekali datangnya?" tanya Ayu. Dia masih berbaring dengan wajah lesu di ranjang, terlihat seakan-akan kurang tidur semalaman.Tirta bertambah gugup saat melihat posisi Ayu sekarang. Dia beralasan, "Aku baru bangun, belum sadar sepenuhnya tadi.""Bibi mau tanya sesuatu padamu. Apa kamu dengar suara-suara aneh semalam?" tanya Ayu sambil mengernyit."Suara apa? Aku nggak dengar tuh. Aku tidur pulas banget kemarin," sahut Tirta seraya menggeleng berulang kali. Dia mengira suara desahan Melati kemarin terlalu keras hingga terdengar Ayu. Namun, ucapan Ayu selanjutnya membuatnya kebingungan.
Setelah mendengar pertanyaan Tirta, beberapa wanita membalas dengan wajah yang merah."Hmph! Kamu membawa begitu banyak bahan obat kemari untuk dijual. Klinikmu pasti sudah mau bangkrut, 'kan?""Benar! Dia orang yang pelit. Kliniknya pantas bangkrut!""Bukan urusan kalian!" sahut Tirta. Dia malas meladeni mereka dan berjalan ke dalam melewati kerumunan."Tirta, kemari!" teriak Nabila. Ternyata dia juga ada di sini. Begitu melihat Tirta, dia segera melambaikan tangannya dengan gembira. Gadis ini sepertinya telah melupakan kejadian tentang Tirta yang membuatnya menangis kemarin.Hari ini, Nabila mengenakan gaun putih bermotif bunga. Namun, warna kulitnya lebih putih dibandingkan pakaiannya. Rambutnya diikat kuncir kuda dengan poni yang sedikit berantakan di dahinya. Dia terlihat seperti gadis lugu. Tirta merasa sangat gemas melihat penampilannya.Ketika hendak menyapanya, Tirta melihat Agus yang berdiri di samping Nabila dengan tatapan mengerikan.Setelah memelototi Tirta, Agus mengomeli
"Aku bilang aku memberimu harga 600 ribu karena kasihan padamu yang sudah nggak punya orang tua. Kalau bukan karena itu, aku nggak mungkin mau membeli bahan obatmu. Kalaupun dikasih gratis, aku juga nggak mau!" timpal Malvin dengan lantang.Ketika minum-minum bersama Agus kemarin, Malvin mendengar bahwa Tirta hidup sebatang kara. Dia juga sudah tidak bisa memiliki keturunan. Kini, Tirta hanya hidup bersama orang buta. Dengan latar belakang seperti ini, bagaimana mungkin Malvin takut pada Tirta? Malvin justru akan membalas Tirta karena telah memukulnya kemarin."Untuk apa kasihan? Aku nggak butuh dikasihani!" teriak Tirta dengan gusar. Lantaran sudah tidak bisa menahan amarahnya, dia langsung meraih kerah baju Malvin dan meninju mulutnya.Jika Agus tidak segera melerai mereka, Tirta mungkin akan mematahkan semua gigi Malvin. Meskipun sudah dilerai, Tirta sempat menghajar Malvin hingga wajahnya memar dan tidak bisa berdiri tegak."Tirta, apa kamu sudah gila? Cepat minta maaf pada Malvin!
"Mercedes ... Maybach ...," ujar Malvin yang tercengang. Ini adalah mobil mewah seharga miliaran. Harganya berkali-kali lipat lebih mahal dari mobil Mercedes-Benz bekas miliknya. Apa wanita ini merupakan tokoh hebat? Bukan! Dia pasti wanita matre dan Mercedes Maybach itu hanya mobil sewaan.Malvin yakin Tirta yang miskin tidak mungkin mengenal wanita kaya. Setelah memikirkan hal ini, Malvin tidak takut lagi. Malvin maju dan membentak, "Aku yang menyuruh Tirta berlutut dan minta maaf! Apa urusannya denganmu?"Agatha menampar Malvin dan menegur dengan ekspresi dingin, "Memangnya kamu siapa? Beraninya kamu menyuruh Tirta berlutut dan minta maaf!Malvin tertegun. Dia bukan hanya dipukul Tirta, sekarang Agatha juga memukulnya! Namun, Malvin tidak mampu melawan Tirta. Dia yang kesal langsung mengeluarkan ponsel dan mengancam, "Kalau kalian berani, jangan pergi dulu! Sekarang aku akan menelepon ayahku untuk menyuruh bawahannya datang ke sini!"Agatha melipat kedua tangannya di dada sambil ter
Meskipun berada di dalam mimpi, kelembutan yang dirasakan Tirta dalam pelukannya dan wangi yang diciumnya hampir sama saja dengan kenyataan. Hal ini membuat Tirta makin terangsang. Dia tidak pernah seantusias ini sebelumnya."Pecundang, lepaskan aku dulu," protes Genta. Dia yang dipeluk Tirta dengan erat menahan rasa malu sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Tirta.Namun, sebelum Genta bergerak, Tirta sudah mencium bibirnya. Kemudian, Tirta langsung membuka bibir dan gigi Genta. Dia melumat bibirnya.Genta yang dicium terbelalak. Jantungnya berdegup kencang. Dia tidak berhenti menepuk dada Tirta.Hanya saja, Tirta tidak peduli. Sekarang dia juga tidak mungkin berhenti lagi biarpun dihabisi Genta. Bahkan, tangan Tirta langsung masuk ke dalam baju Genta melalui kerahnya. Tirta mengabaikan Genta yang menghalanginya.Dengan begitu, bagian vital Genta sudah dikendalikan Tirta. Walaupun Genta sangat hebat dan menguasai berbagai teknik, dia juga tidak mampu menghadapi Tirta. Sebalikny
Melihat Tirta begitu tidak sabar dan antusias, Genta yang curiga berkomentar, "Ternyata kamu bisa pulih begitu cepat. Aku benar-benar curiga sebelumnya kamu cuma berpura-pura sedih. Tujuanmu itu mengambil keuntungan dariku."Saat memikirkan hal ini, Genta bahkan sedikit menyesal setelah menyarankan Tirta untuk mengambil keuntungannya di dalam mimpi.Begitu membayangkan dirinya akan bercinta dengan Genta, Tirta sangat bersemangat. Dia merasa tersiksa menahan hasratnya.Tirta menimpali, "Kak, masa kamu menganggapku seperti itu? Tentu saja aku sangat sedih Bella putus denganku. Bahkan aku nggak tertarik untuk berhubungan intim, kamu juga melihatnya tadi.""Tapi, kamu berbeda. Selama ini, aku ingin menidurimu. Jadi, aku senang sekali kamu mau berhubungan intim denganku," lanjut Tirta.Mendengar Genta ingin berubah pikiran, Tirta menunduk dan meneruskan dengan lesu, "Kak, kamu sudah menyetujuiku tadi. Apa sekarang kamu mau mengingkari janjimu? Kalau kamu juga tipu aku, lebih baik aku mati s
Melati juga tidak lupa berpesan kepada Tirta saat menutup pintu kamar.....Sementara itu, Ayu dan Elisa terus menunggu di luar kamar. Mereka melihat ekspresi Melati dan lainnya yang sedih. Apalagi Melati dan lainnya keluar dari kamar dalam waktu singkat. Mereka menebak Melati dan lainnya pasti gagal.Meskipun begitu, Ayu masih tidak terima. Dia menghampiri Melati dan bertanya, "Melati, apa Tirta masih belum membaik?"Melati menjawab, "Belum, aku juga nggak tahu seberapa dalam wanita itu menyakiti Tirta. Aku nggak pernah melihat Tirta begitu sedih ...."Sambil bicara, Melati menyeka air matanya. Mendengar ucapan Melati, Elisa juga mendesah dan bertanya, "Apa cara ini nggak bisa membuat Tirta membaik? Melati, apa yang Tirta bilang pada kalian waktu keluar?"Mata Susanti memerah. Dia membantu Melati menjawab sambil terisak, "Bi Elisa, Tirta bilang dia mau menenangkan diri. Dia suruh kami jangan ganggu dia. Selain ini, dia nggak bilang apa pun lagi."Mendengar jawaban Susanti, Elisa langs
Naura merasa Tirta yang dilihat dari kamera pengawas tidak begitu mengejutkan dan mengerikan jika dibandingkan dengan aslinya! Tentu saja Naura merasa takut setelah melihat secara langsung. Bahkan, kedua kakinya gemetaran.Susanti dan Aiko yang melihat Naura ingin mundur berbicara pada saat bersamaan, "Sekarang kamu menyesal? Nggak bisa, sudah terlambat!"Mereka berdua mengangkat Naura naik ke tempat tidur. Kemudian, Susanti berkata kepada Melati, "Kak Melati, kamu turun dulu. Biarkan Bu Naura mencobanya."Melati juga tidak ragu-ragu. Terdengar suara "plop", seperti penutup gabus dilepas dari botol anggur. Dia turun dari tempat tidur untuk menyerahkan posisinya kepada Naura.Melati tidak lupa menghibur Naura, "Oke, aku turun dulu. Bu Naura, jangan takut. Rasa sakitnya cuma sebentar, nanti kamu nggak akan merasa sakit lagi, malah sangat nyaman!"Setelah Melati turun, kemaluan Tirta terlihat makin jelas! Bentuknya bagaikan pedang pusaka tajam yang memiliki kekuatan dahsyat!Naura yang ke
Ayu membuka pintu kamar, lalu bergeser ke samping dan tidak lupa berpesan, "Kalau Tirta sudah pulih, kalian berhenti sebentar dan kabari aku. Biar aku nggak khawatir.""Tenang saja, Bi Ayu. Kalau Tirta sudah pulih, aku akan langsung keluar untuk mengabarimu," sahut Agatha. Dia yang masuk ke kamar terlebih dahulu.Kemudian, Susanti, Naura, dan Aiko juga masuk. Tentu saja Nia adalah orang terakhir yang masuk ke kamar.Terdengar suara pintu ditutup dari dalam. Ayu juga tidak lupa mengunci pintu kamar dari luar. Setelah itu, Ayu dan Elisa sama-sama menunggu di sofa ruang tamu dengan perasaan gelisah.....Saat Agatha, Susanti, Naura, Aiko, dan Nia masuk ke kamar, mereka melihat Tirta berbaring di bagian tengah tempat tidur, Melati yang memakai lingeri renda berwarna hitam, Farida yang memakai lingeri berwarna putih, dan Arum yang memakai lingeri berwarna merah muda.Mereka bertiga yang cantik sedang bersandar di pelukan Tirta. Mereka terus menggunakan tubuh yang hangat dan ... untuk merang
Melihat Melati dan lainnya sama-sama masuk ke kamar Tirta, Ayu bertanya kepada Elisa yang berdiri di samping, "Dik ... apa kamu nggak keberatan melihat Tirta punya banyak kekasih?"Elisa menyahut, "Kak, tentu saja aku nggak keberatan. Dia memang pria berengsek! Waktu pertama kali melihatnya, aku sudah tahu sifatnya. Lagi pula, aku yang memberikan ide ini. Aku cuma berharap cara ini bisa membuat Tirta bangkit secepatnya."Elisa berpikiran terbuka. Selain itu, Tirta tidak menutupi dari Elisa tentang dirinya yang mempunyai banyak kekasih. Tentu saja Elisa bisa menerima.Mendengar ucapan Elisa, Ayu juga merasa tenang. Dia mengomentari, "Baguslah kalau kamu nggak keberatan. Aku khawatir kamu akan membenci Tirta yang punya banyak kekasih. Dik, setelah mereka selesai melakukannya dengan Tirta, kita berdua baru tidur dengan Tirta ...."Selesai bicara, Ayu hendak mengunci pintu kamar dari luar. Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki dari tangga. Pada saat bersamaan, Susanti dan Agatha sama-sam
Aiko juga ingin melihat Naura disiksa oleh Tirta hingga tidak bisa turun dari tempat tidur. Jadi, Aiko menghentikan langkahnya. Dia berdiskusi dengan Susanti, "Bu Susanti, benaran? Aku ... ikuti saranmu saja."Aiko melanjutkan, "Tapi, aku malu karena terlalu ramai. Apa aku boleh minta giliran terakhir tidur dengan Tirta?"Susanti pasti tidak keberatan. Dia menimpali, "Tentu saja boleh. Kami sangat menghargai Bu Aiko yang mau merangsang Tirta bersama kami. Siapa yang duluan atau terakhir nggak penting."Kemudian, Susanti membawa Aiko kembali ke kamar untuk mengganti pakaian. Naura mempunyai firasat buruk saat melihat Aiko dan Susanti berbincang berduaan. Namun, dia merasa Susanti dan Aiko tidak akan mencelakainya.Naura memikirkan nanti dia bisa tidur dengan Tirta dan merasakan kenikmatannya. Dia mengganti celana dalam yang lebih terbuka supaya lebih leluasa, begitu pula dengan branya ....Melihat tindakan Naura, Susanti, Agatha, dan Irene juga tidak mau kalah. Mereka mengganti lingeri
Irene dan Agatha sudah menduga Naura dan Aiko akan bergabung dengan mereka. Jadi, Irene dan Agatha tidak terkejut saat melihat Naura dan Aiko mengikuti mereka mengganti lingeri. Sebaliknya, mereka membantu Naura dan Aiko untuk mencari model lingeri yang cocok.Susanti yang penasaran bertanya, "Bu Naura, Bu Aiko, jangan-jangan ... kalian sudah ditiduri Tirta sebelumnya?"Aiko tidak terlalu mengenal Susanti, jadi dia merasa malu untuk bicara setelah mendengar pertanyaan Susanti. Akhirnya, Naura mengambil lingeri renda yang diberikan Agatha sambil menyahut dengan tenang, "Ha? Aku ... belum. Tapi, Kak Aiko sudah ditiduri Tirta.""Kapan Bu Aiko .... Sudahlah. Berdasarkan kemampuan Tirta, hal ini sama sekali nggak aneh," timpal Susanti.Susanti terkejut sejenak, lalu menerima kenyataannya. Kemudian, dia yang makin penasaran bertanya, "Tapi ... Bu Naura, kalau kamu belum ditiduri Tirta, kenapa kamu mau ikut kami tidur dengan Tirta? Kamu nggak takut sakit?"Agatha yang sudah selesai memilih he
Awalnya, Ayu mengira setidaknya Tirta akan sedikit bersemangat setelah melihat banyak wanita yang familier. Memang tidak mungkin Tirta bisa langsung bangkit. Namun, sekarang Tirta tetap terlihat tidak fokus.Tirta berucap dengan lesu, "Bi, aku lelah sekali. Kamu bawa aku istirahat di kamar saja."Bahkan, Tirta malas menyapa Melati dan lainnya. Melihat kondisi Tirta, Ayu merasa cemas lagi. Dia segera bertanya kepada Elisa, "Dik, menurutmu ... apa cara kita nggak berguna?""Belum bisa dipastikan. Aku merasa seharusnya kondisi sekarang nggak menarik, jadi nggak bisa merangsang Tirta," timpal Elisa.Elisa berpikir sejenak, lalu menemukan cara lain untuk merangsang Tirta. Dia melanjutkan, "Oh iya, bukannya Tirta suka lingeri? Nanti suruh Bu Susanti dan lainnya pakai lingeri untuk merangsang Tirta. Mungkin kondisi Tirta bisa membaik."Begitu Elisa melontarkan ucapannya, Melati segera berteriak sebelum Susanti menyetujuinya, "Eh ... itu ... kami sudah pakai lingeri. Langsung bawa Tirta ke kam