Share

Bab 8

Penulis: Hazel
"Aku ... aku .... Kak, begini kurang pantas ...." Tirta terbata-bata, wajahnya memerah. Siang tadi, Tirta sudah memutuskan untuk meniduri Melati. Sekarang, dia malah kehilangan nyalinya dan merasa panik. Dia takut Nabila dan Ayu tahu tentang ini.

"Yang penting kamu menginginkanku. Jangan bersikap munafik lagi!" sahut Melati sembari menatap Tirta dengan gembira.

"Kak, aku benar-benar nggak berpikiran seperti itu ...." Tirta menatap kemaluannya dengan getir. Dia menjadi mudah terangsang setelah memakan ular putih itu. Namun, siapa yang akan percaya pada omongannya ini?

"Jangan berpura-pura lagi. Aku akan menjadi wanitamu mulai hari ini, nggak usah malu-malu," ujar Melati sambil tersenyum menutup mulutnya. Kemudian, dia pelan-pelan menghampiri Tirta.

"Kak, jangan begini." Tirta mundur hingga akhirnya terduduk di ranjang.

"Tirta, ini pertama kalinya untukmu, 'kan? Aku juga sama. Mainkan lebih pelan nanti," ucap Melati dengan suara menggoda.

Kakak Melati memberitahunya bahwa pria akan dikendalikan oleh nafsu mereka setelah terangsang. Itu sebabnya, Melati tidak ragu-ragu lagi. Dia pelan-pelan menyibakkan rok pendeknya. Alhasil, tidak terlihat celana dalam ....

"Tirta, lihat aku." Ini pertama kalinya Melati bermain di ranjang. Dia menggigit bibir, berusaha untuk menahan rasa malunya. Wajahnya tampak merah seperti orang yang mabuk, tetapi ini membuatnya makin memesona.

Begitu melihatnya, Tirta tidak bisa mengalihkan pandangannya lagi. Dia membeku di tempat. Ketika dirinya impoten, semua wanita menatapnya dengan tatapan mengejek. Ini pertama kalinya seorang wanita bersikap begitu inisiatif. Jantung Tirta berdetak kencang, dia bahkan ingin berteriak gembira.

Selain tubuh telanjang Nabila yang tidak sengaja dilihatnya, ini adalah pertama kalinya Tirta melihat tubuh telanjang wanita. Sungguh indah dan menawan. Tirta hanya melihat sekilas tubuh Nabila saat itu. Kini, dia melihat tubuh Melati dengan sangat jelas! Untuk seketika, Tirta tidak bisa menjelaskan gejolak yang dirasakannya!

"Tirta, mainkan tubuhku," bisik Melati dengan suara menggoda. Napasnya yang panas pun mengenai telinga Tirta, membuat pikirannya menjadi kosong. Tirta merinding dan membalas, "Kak, a ... aku ...."

Tirta masih merasa takut. Melati sudah kehabisan kesabarannya sehingga sontak menindih Tirta dan melepaskan celananya. Dengan posisi di atas, Melati hendak memasukkan kemaluan Tirta ke lubang surgawinya.

"Kenapa masih ragu-ragu? Aku mengorbankan tubuhku, kamu malah nggak berani. Kamu pria bukan sih?" tegur Melati.

Tirta menatap Melati yang hendak duduk di atasnya. Hasratnya benar-benar terbangkitkan sekarang. Pada akhirnya, Tirta tidak menahan diri lagi. "Sialan, aku akan menidurimu!"

Tepat ketika Tirta hendak mengangkat pinggangnya, tiba-tiba terdengar suara pintu digedor. Melati dan Tirta sudah bersentuhan, sampai-sampai Tirta hampir berteriak saking nyamannya. Itu adalah kenikmatan yang tidak pernah dirasakannya.

Akan tetapi, mereka tidak mungkin melanjutkan di saat seperti ini. Sebelum sempat merasakan kenikmatan mendalam, mereka sudah harus berhenti.

"Apa mertuamu sudah pulang?" tanya Tirta yang terkejut dan buru-buru mengangkat celananya.

Melati memperlihatkan ekspresi panik. Dia juga mengangkat roknya dan membalas, "Entahlah, kamu sembunyi di lemari dulu. Aku akan memeriksanya."

Tirta membuka pintu lemari dan masuk. Dia ketakutan sampai tidak berani bernapas. Sementara itu, Melati merapikan pakaian dan rambutnya. Setelah menenangkan diri, dia berdeham dan bertanya, "Siapa yang datang malam-malam begini?"

"Aku, Raden. Cepat buka pintu!" Terdengar suara Raden di luar. Dia sepertinya minum terlalu banyak dan mabuk.

"Ngapain kamu datang ke rumahku dalam keadaan mabuk? Pergi sana! Aku sudah tidur!" bentak Melati yang merasa lega. Dia ingin segera mengusir Raden supaya bisa melanjutkan permainannya dengan Tirta.

"Dasar jalang, cepat buka pintu! Aku bisa mendengar teriakan nakalmu! Pasti ada pria di dalam sana, 'kan?" balas Raden. Dia bukan hanya tidak pergi, melainkan menendang pintu dengan kuat.

Raden telah mengincar Melati sejak awal. Dia tahu mertua Melati tidak ada di rumah selama 2 hari, jadi sengaja datang untuk menidurinya malam ini! Tanpa diduga, dia malah mendengar teriakan nakal Melati!

"Kamu gila, ya? Aku sendirian di rumah, terserah aku mau berteriak seperti apa! Kalau kamu berani menendang pintu lagi, aku akan lapor polisi!" ancam Melati yang mulai murka.

Buk! Pintu benar-benar terbuka! Raden berjalan masuk, lalu menghantam botol bir ke pintu hingga memperlihatkan bentuk tajam seperti pisau. Dia menunjuk Melati dengan botol itu dan mengancam, "Coba saja kalau berani!"

Raden menatap ke sekeliling dan memang tidak menemukan siapa pun. Namun, pakaian Melati ini membuatnya tidak bisa mengalihkan pandangan.

"Ke ... keluar kamu!" Melati mulai panik. Dia mengambil sapu di depannya untuk melindungi diri.

"Hehe, pakaianmu seksi sekali. Kamu ingin disetubuhi, ya?" Raden sama sekali tidak takut. Dia justru menatap paha Melati dengan nakal sambil menghampiri selangkah demi selangkah.

"Lepaskan rokmu! Aku akan membuatmu merasakan nikmatnya ditiduri pria!" perintah Raden.

"Dasar berengsek!" gumam Tirta yang bersembunyi di lemari. Dia hampir menyerbu ke luar untuk menghajar Raden.

Tirta dan Melati telah bersentuhan barusan. Itu sebabnya, dia tanpa sadar ingin melindungi Melati. Namun, jika Raden melihat mereka berduaan di rumah ini, mereka pasti akan menjadi bahan gosip seluruh desa.

Ini bukan masalah besar untuk Tirta, tetapi Melati pasti akan dihajar habis-habisan oleh mertuanya! Jadi, Tirta hanya berharap Melati berhasil mengusir Raden.

"Keluar! Asal kamu tahu, aku lebih memilih timun daripada kemaluanmu!" teriak Melati sembari mengayunkan sapunya. Setelah melihat keperkasaan Tirta, dia tidak tertarik lagi pada pria lain.

"Dasar jalang! Berani sekali kamu bicara begitu! Kamu akan merasakan akibatnya nanti!" Raden pun menyerbu ke depan.

Melati hendak mengangkat bangku untuk melemparkannya kepada Raden, tetapi pria itu sudah menendang perutnya.

"Aduh!" Melati terjatuh dan kesakitan hingga tidak bisa bangkit.

"Dasar jalang! Berani sekali kamu melawan! Berbaringlah, kamu cukup menikmati kejantananku!" Raden membungkuk dan hendak membuka rok Melati.

"Ah! Tolong aku!" Melati benar-benar ketakutan sekarang.

Tirta pun tidak bisa menahan diri lagi karena situasi yang benar-benar kritis. Dia sontak melompat keluar dari lemari, lalu menendang Raden. "Dasar bajingan! Jangan sentuh dia!"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (10)
goodnovel comment avatar
Abdul Nasir
kejutan yang mengejutkan raden
goodnovel comment avatar
Suyantini AMK
keluar dsri persrmbunyian
goodnovel comment avatar
Ilham Yani
duh.. teggang baca ny
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1922

    Anggota sekte lain juga bertanya, "Kenapa kamu melarang kami mencari barang berharga sekte yang hilang?"Gatra hanya mendesah dan tidak ingin menjelaskan, "Hais ...."Dari keempat anggota sekte yang datang, pria tua yang merupakan pesilat tingkat semi abadi bertanya kepada belasan murid dengan ketus, "Kalian yang bilang saja, sebenarnya apa yang terjadi tadi? Siapa yang melukai paman seperguruan kalian?"Pria tua itu bernama Respati. Dia adalah wakil ketua Sekte Abhra. Tentu saja para murid tidak berani menentang Respati. Ditambah lagi, mereka juga ingin balas dendam.Dalam waktu kurang dari 2 menit, para murid menceritakan semua masalah yang terjadi tadi. Setelah mendengar cerita para murid, ekspresi ketiga pria tua dan wanita cantik itu berubah drastis. Mereka berkomentar."Apa?""Semua ini perbuatan bajingan mesum dari dunia fana yang bernama Tirta itu?""Tirta juga yang bekerja sama dengan murid wanita bernama Amaris untuk mencuri barang berharga?""Kalian yakin kalian nggak berboh

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1921

    Tirta tertawa mendengar perkataan Gatra. Dia bertanya, "Kamu mau mengampuniku? Tapi, aku nggak mau mengampunimu. Tadi kamu maki Bi Elisa 'wanita jalang', 'kan?"Gatra menyahut, "Bukan aku ... aku nggak bilang begitu ...."Gatra yang merasa bersalah menunduk. Dia makin takut setelah merasakan energi internal di dalam tubuhnya hanya tersisa sedikit. Gatra sama sekali tidak berani bertatapan dengan Tirta.Tirta yang perhitungan berkata, "Aku kasihan lihat kamu sudah tua, jadi kamu cukup minta maaf pada Bi Elisa. Kalau dia maafkan kamu, aku nggak akan buat perhitungan denganmu lagi. Kalau nggak, aku nggak akan mengampunimu."Selesai bicara, Tirta melepaskan Gatra. Sementara itu, Gatra tidak berani melawan. Dia menahan kekesalannya dan berjalan terhuyung ke depan Elisa.Gatra berucap, "Maaf ... Nona ... aku yang bicara terlalu kasar. Kuharap kamu nggak salahkan aku."Elisa menimpali, "Sudahlah, Tirta. Ayo kita pergi. Amaris, setelah masalah ini terjadi, kamu juga nggak perlu lanjut jadi mur

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1920

    Setelah tahu kondisi mereka, belasan murid ketakutan setengah mati. Mereka langsung menuruti kemauan Tirta sebelumnya dan berbicara sambil bersujud kepada Amaris."Jangan bunuh aku! Aku mau hidup!""Amaris, maaf! Aku salah, seharusnya tadi aku nggak menegurmu! Tolong maafkan aku!"Amaris menimpali dengan gugup, "Kalian ... berdiri dulu. Ini bukan salah kalian, Azlan yang berbohong sehingga kalian percaya. Tapi, Tuan Tirta yang putuskan untuk ampuni kalian atau nggak. Aku nggak berhak buat keputusan, kalian nggak usah memohon padaku lagi."Mendengar ucapan Amaris, belasan murid berbalik dan berlutut di depan Tirta sembari memohon. Tirta pusing mendengar suara mereka. Dia menegur, "Diam! Ribut sekali!"Kemudian, Tirta mengorek telinga seraya berujar kepada Gatra, "Tua bangka, giliran kamu!""Tirta, kamu ... jangan terlalu sombong!" tegur Gatra. Sekarang dia tidak menutupi rasa takutnya lagi.Meskipun Gatra adalah pesilat energi internal tahap puncak dan tetua yang mengurus hukuman, dia j

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1919

    Amaris sama sekali tidak memegang senjata. Dia yang takut langsung bersembunyi di belakang Tirta dan memelas, "Ah ... Tuan Tir ... eh, salah ... Mr.P, tolong aku!"Bahkan wajah Tirta juga memerah setelah mendengar kata-kata Amaris. Dia menanggapi, "Amaris, kamu panggil aku Tirta saja. Mereka sudah tahu Mr.P-ku perkasa, nggak usah bilang lagi."Namun, tangan Tirta tidak berhenti bergerak. Ting! Ting! Ting! Terdengar suara dentingan beruntun. Tirta menjadikan tangannya sebagai pedang, dia langsung mematahkan pedang belasan murid itu dalam sekejap!Fisik pemurni energi tingkat pembentukan fondasi tahap kelima puncak sangat kuat. Biarpun sama sekali tidak mengerahkan kekuatan spiritual, tenaganya sudah cukup mematahkan besi rongsokan ini dengan mudah.Belasan murid Sekte Abhra memegang pedang patah dengan ekspresi ketakutan. Mereka memandang Gatra dan berbicara dengan suara bergetar."Ini ....""Paman, apa yang harus kita lakukan tanpa senjata?"Salah satu murid pria pernah mengikuti turna

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1918

    Amaris menggigit bibirnya dan menjelaskan dengan ragu, "Tuan Tirta, mereka itu anggota sekteku. Pasti Azlan memutarbalikkan fakta. Usahakan jangan bertindak, biar aku yang jelaskan pada mereka. Nanti kamu cuma perlu bersikeras menyangkal kamu itu bukan Tirta, bilang saja kamu itu Mr.P. Mungkin Paman akan membiarkan kita pergi."Gatra mendekat sambil memegang pedang. Dia mendengus dan memarahi, "Untuk apa kamu jelaskan lagi? Dasar pengkhianat, ternyata kamu bersekongkol dengan orang luar untuk mencuri barang berharga di sekte kita! Kamu pantas mati!"Gatra menegaskan, "Hari ini, jangan harap kalian bisa meninggalkan area Sekte Abhra! Serahkan barang berharga itu dan aku akan membiarkan kalian mati tanpa merasakan penderitaan!"Ngung! Pedang di tangan Gatra bergetar karena dia mengerahkan tenaganya.Amaris makin panik setelah mendengar ucapan Gatra. Dia berusaha menjelaskan, "Paman, bukan aku yang berbuat begitu! Kak Azlan memfitnahku ... aku sama sekali nggak tahu tentang barang berharg

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1917

    Orang-orang ini buru-buru turun dari gunung karena kucing putih mencuri barang berharga di sekte. Kebetulan mereka melewati tempat ini.Mendengar perkataan Gatra, belasan murid pun meninggalkan 2 orang untuk menjaga Azlan yang terluka parah. Yang lain hanya bisa memendam amarah mereka.Mereka hendak mengikuti Gatra untuk mencari kucing putih itu. Namun, mencari seekor kucing putih di daerah pegunungan yang dipenuhi hutan lebat tidak mudah.Saat mereka sedang gundah, Azlan yang tiba-tiba teringat sesuatu berteriak, "Paman, tadi aku lihat ada wanita yang sangat cantik selain bajingan mesum itu. Waktu berjalan kemari, sepertinya dia menggendong seekor kucing putih dan kaki kiri kucing itu terluka."Ekspresi Gatra berubah drastis. Dia segera bertanya, "Benar, memang binatang sialan itu. Mereka pergi ke arah mana?""Paman, mereka melewati jalan untuk turun dari gunung," sahut Azlan sembari menunjuk ke suatu arah.Ditambah lagi, Azlan membenci Tirta dan Amaris. Dia juga memfitnah, "Selain it

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status