Share

Chapter 7

 “Eh maaf, sepertinya kami tidak pantas menerima ini,” Edo mengembalikan bingkisan kepada Rosa.

“Ini memang bukan untukmu!”

“Kalau begitu aku duluan, aku sebentar lagi ada praktek,” kata Daffin.

Rosa terus berusaha menghalangi Daffin untuk tidak pergi.

“Dokter Daffin, bisakah kita berteman?” tanya Rosa dengan genit.

Daffin merasa risih, ia kemudian mencoba pergi dari Rosa. Namun Rosa merengek seperti anak kecil. Dan akhirnya Rosa beracting bahwa tangannya yang patah terluka.

Edo dan Daffin sudah ingin kembali menolong Rosa, tapi datanglah Aleena mencegah itu semua.

“Aleena, kenapa kamu di sini?” tanya Rosa.

Aleena tidak menjawab pertanyaan Rosa, ia malah fokus menghampiri Daffin.

“Kebetulan sekali! Perkenalkan aku Aleena dan ini Daffin kekasihku,” Aleena menggandeng lengan Daffin, namun Daffin mencoba menghindarinya.

“Hah?” Edo terkejut mendengar pengakuan Aleena.

“Itu tidak mungkin, aku yang menyukainya terlebih dahulu,” ujar Rosa.

“Rosa, beraninya kamu akan mencuri calon suamiku!” Aleena mendekati Rosa.

“Kamu selalu mengada-ada. Bagaimana bisa dokter Daffin bisa jadi calon suamimu?” Rosa merasa kesal dengan pengakuan Aleena.

“Rosa, kamu semakin berani ya kepadaku!” Aleena mendekati Rosa seakan ingin menantangnya.

“Kamu itu!” Rosa mendorong Aleena.

Aleena tidak mau kalah, dia juga mendorong Rosa. Mereka pun bertengkar di depan Edo dan Daffin.

“Eh … eh … kalian jangan bertengkar di sini! Ini rumah sakit!” Daffin mencoba melerai mereka.

“Diam!” Sentak Rosa dan Aleena bersamaan.

Daffin mundur, ia mengalah. Sementara itu, Rosa berpura-pura menangis dan mencoba menyenderkan kepalanya di bahu Daffin. Tapi dengan sigap Aleena menghentikannya.

“Berhenti beracting!” kesal Aleena.

Rosa yang berpura-pura menangis akhirnya menghentikannya.

“Dokter Daffin, hari ini aku baru saja ingin membicarakan topic yang belum selesai terakhir kali. Ini untukmu,” Aleena memberikan bucket bunga maar merah kepada Daffin.

“Ikut denganku,” bisik Daffin kepada Aleena.

Daffin berjalan mendahului Aleena. Sedangkan Aleena malah berpamer kepada Rosa.

“Apa kamu dengar itu? Dia bilang aku akan pergi bersamanya!” Aleena meledek Rosa, kemudian bergi mengikuti Daffin.

“Jangan sombong!” teriak Rosa sambil merengek dan mencoba mengikuti mereka, namun Edo menghalanginya.

“Nona, bagaimana kalau ku bawa kamu ke poli orthopedi?” tawar Edo.

“Tidak perlu, terimakasih,” Rosa pergi meninggalkan Edo.

*

Aleena dan Daffin berada di sebuah café dekat dengan rumah sakit. Aleena memberikan bucket bunga yang tadi belum sempat di terima Daffin. Tapi Daffin tidak menerimanya, ia hanya diam saja. Aleena pun akhirnya menaruh bucket mawar itu di depan Daffin. Daffin terlihat seperti memendam sesuatu, tapi ia memilih untuk diam.

“Tolong nikahi aku,” kata Aleena memohon.

“Aleena, ku pikir aku telah menjelaskan sebelumnya!” tegas Daffin.

“Kamu bisa menanyakanku beberapa pertanyaan normal sekarang, misalnya mengapa harus dirimu?”

“Lupakan, biar aku yang memberitahumu.”

“Kita bertemu 3 kali sebelumnya, kamu punya kepribadian yang baik dan sosok penuh keberanian. Itu membuatku berdebar.”

“Daffin … aku serius.” Aleena memohon kembali.

Daffin hanya tersenyum seakan mengejek apa yang di bicarakan Aleena.

“Aleena, aku masih ingin membahas cara membayarnya denganmu,” ujar Daffin.

“Apa kamu serius? Ini bukan hal yang sederhana. Aku tidak percaya ada seseorang yang mengambil inisiatif untuk membayar uang itu. Kenapa? Harga diri?”

“Sebenarnya kamu tidak perlu melakukan ini. Dalam soal kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, kita bisa mencobanya. Contohnya aku tahu kamu tidak memiliki banyak tabungan. Semua uangmu telah di sumbangkan untuk amal dengan nama berbeda sejak kamu mulai bekerja.”

“Tapi itu bukan masalahnya, aku mengizinkanmu untuk memanfaatkanku atas nama suami Aleena. Dengan begitu kita bisa membantu lebih banyak orang dan mengupayakan lebih banyak layanan. Aku tau kamu akan pergi ke Jerman, kita bisa … “ Aleena terus menyombongkan dirinya, tapi tiba-tiba Daffin mulai menyelanya dalam berbicara.

“Aleena … aku ingin membantu lebih banyak orang dan untuk menyadari impianku. Tapi aku tidak mau melanggar aturanku sendiri. Pernikahan bukanlah bisnis, tidak ada jalan pintas ke apapun,” Daffin menjelaskan dengan nada tegas.

“Pernikahan awalnya adalah reorganisasi dua keluarga menjadi satu. Ini bukan jalan pintas. Bisa disebut melepas hal kecil untuk hal besar. Kamu harus memberikan cinta yang besar di hatimu, kamu harus mendedikasikan dan mengorbankan sesuatu,” Aleena tidak mau kalah dengan pernyataan Daffin.

Daffin menghela nafasnya dengan sedikit berat, kemudian menjawab perkataan Aleena.

“Jadi aku harus mengorbankan pernikahanku denganmu? Terimakasih atas bantuanmu untuk keluargaku. Tolong juga, berhenti menyebut ini kedepannya,” Daffin berdiri dan menatap Aleena penuh emosi.

“Aku akan membayar uangmu kembali secepatnya. Dan Aleena, tolong jangan katakan ini pada keluargaku. Aku tidak mau mereka khawatir. Untuk bunga ini tidak bisa di masukkan ke dalam bangsal, tolong Aleena bawa pulang kembali. Terimakasih,” Daffin meninggalkan Aleena.

“Benar saja, ini tidak berguna. Hanya buang-buang uang,” kata Aleena sambil membuang bucket bunganya ke sembarang arah, emosinya meledak.

*

Di kantor, Aleena melamun di depan aquarium.

“Presdir, apakah anda ingin menelepon pengacara Deni?” tanya Dimas dengan hati-hati.

“Pengacara?” Aleena kembali bertanya.

“Iya presdir. Itu wajar untuk membiarkan pengacara Deni melakukan penagihan,” kata Dimas mencoba memberi jalan keluar.

“Biar kupikirkan lagi. Keluarlah!”

Aleena mendudukkan dirinya di kursi. Ia kembali melamun. Ia bingung dengan semua yang terjadi, namun ia juga masih belum terpikirkan jalan keluarnya.

Di rumah Rosa, Rosa dan ayahnya sedang bersantai di ruang keluarga.

“Rosa,” panggil ayahnya.

“Iya?”

“Ayah memberitahumu, jangan pergi ke perusahaan saat kamu luang.”

Rosa tidak menjawab perkataan ayahnya.

“Jangan main-main! Jika kamu pergi beberapa kali, jantung dan paru-paruku tidak bisa menahannya lagi,” ujar Ayah Rosa.

“Ayah tidak selemah itu kan?” Rosa menjawab dengan bergurau., kemudian ia teringat sesuatu.

“Ada apa?” tanya ayah Rosa.

“Apa yang baru saja kamu katakana?”

Ayah Rosa mengulangi perkataannya kembali.

“Apa ayah sakit?” tanya Rosa.

“Tidak, kenapa?” ayah Rosa bertanya balik.

“Aku sudah mulai tua dan sedikit sesak.”

“Dokter yang sebelumnya mengatakan kamu benar-benar sakit. Kamu harus ke rumah sakit,” ajak Rosa tiba-tiba.

Ayah Rosa bersikeras mengatakan bahwa ia tidak sakit dan tidak perlu untuk pergi ke rumah sakit. Tapi Rosa mengatakan bahwa penyakit ayahnya berbahaya dan harus di bawa ke rumah sakit untuk di berikan pemeriksaan yang lebih rinci.

Di rumah sakit, Daffin sedang memeriksa pasiennya.

“Bukan masalah besar, pulang dan istirahatlah yang baik,” kata Daffin sambil memberikan foto rontgen kepada pasiennya.

“Baik, terimakasih dokter.”

Tidak lama kemudian Rosa dan Ayahnya pergi ke rumah sakit tepatnya menemui Daffin.

“Dokter Daffin!” teriak Rosa dari luar ruangan.

“Kamu …” kata-katanya belum selesai

“Bukankah kamu meminta ayahku untuk pergi ke dokter? Sekarang aku bawa dia ke sini,” celetuk Rosa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status