Share

6

last update Last Updated: 2024-04-30 17:14:00

"Mona..." Martin tidak berani mendekati gadis itu. Mona sedang kalap. Lebih baik bagi dirinya untuk menuruti perkataan Mona, pikir Martin. Maka lelaki itu meninggalkan Mona di kamar.

"Aaaaaa!!!!" Mona teriak frustasi. Dia lepas kendali. Semua barang di sekitarnya diacak-acak. Teriakannya berhasil membuat mama dan papah memeriksa kamar Mona.

"Mona!" Mereka kaget. Baru pertama kali mereka melihat Mona sehisteris ini. Dia bahkan masih punya tenaga untuk mengamuk setelah seharian tak makan.

"Mona, tenanglah. Mona!" Papah berusaha menenangkannya. Lalu mama berhasil menghentikan amukan Mona dengan memeluknya.

"Mona... Kamu kenapa?"

Ada banyak perkataan yang ingin diucapkan Mona. Namun lidahnya terasa sangat kelu. Hanya air mata yang berbicara. Mona menangis di pelukan mamanya.

***

Jam istirahat di sekolah, Mona tertidur lemas di mejanya. Dia merasa sangat lelah meski tidak melakukan aktivitas apapun.

"Mona, kamu mau susu?" Tom selalu datang menawarkan sesuatu.

Mona bangun. Dia melihat ada kotak susu serta roti. Kedua makanan itu entah mengapa mendadak terlihat sangat menggiurkan walau perutnya tak lapar. "Beli berapa? Aku bayarkan," kata Mona tak menolak.

"Tidak usah. Aku sengaja membeli ini untukmu karena kamu terlihat pucat," kata Tom.

"Baiklah... Terima kasih, Tom." Mona tahu, sosok Tom hampir selalu ada di sisinya apapun yang terjadi. Pemuda itu sahabat terbaik dan satu-satunya yang dimiliki dalam hidup Mona. Tanpa sadar dia menangis haru sambil memakan roti bungkus itu.

"Kamu kenapa nangis?" Tom heran dan tak mengerti dengan perubahan sikap Mona yang drastis. Lantas dia usap air mata Mona sambil menatapnya khawatir.

"Aku merasa sedikit beruntung, Tom. Karena bisa mengenalmu," jujur Mona.

"Mona, kapan pun aku siap mendengar ceritamu." Tom sudah menduga ada sesuatu yang membebani Mona. Maka sebagai sahabat yang baik, Tom takkan pernah meninggalkan Mona sendirian dalam keadaan sulit.

"Aku belum berani untuk cerita pada siapapun, Tom. Aku bingung. Aku tersiksa dengan semua ini..." Mata Mona kembali berkaca-kaca. Pengalaman malam itu seperti mimpi terburuk dalam hidup Mona. Sampai-sampai sulit bagaimana harus menceritakannya.

"Tidak apa-apa, Mona. Jangan dipaksakan. Tapi satu hal yang perlu kamu tahu, aku akan ada disisimu dan memihakmu, Mona. Karena kamu sahabat terbaikku," ucap Tom begitu manis.

Mona tersenyum. "Ngomong-ngomong, apa yang akan terjadi jika orang tuamu harus bercerai karena kesalahanmu sendiri?" Tiba-tiba dia bertanya demikian, yang membuat Tom berpikir keras untuk memahami maksudnya.

"Kalau itu adalah tentang perselingkuhan di mana ayahku yang berkhianat, aku tentu tidak akan membiarkan mereka tetap bersama. Aku akan laporkan pada ibu. Selebihnya terserah mereka yang memutuskan," jawab Tom.

Jawaban Tom menjadi pertimbangan Mona untuk apakah dia perlu bercerita atau tidak pada lelaki ini. Akhirnya Mona putuskan sekarang. "Minggu depan, aku akan cerita semuanya padamu," pungkas Mona membulatkan tekad.

***

"Martin, papah ingin bicara denganmu," ucap papah serius.

"Bicara apa, pah?"

"Sekarang kamu harus jujur pada papah."

Martin merasa degdegan tiap kali melihat papahnya serius. Pasti ada sesuatu yang mendesak untuk dibicarakan.

"Apa yang kamu lakukan pada Mona?" Papah tak basa-basi. Pertanyaannya langsung membidik Martin. Membuat lelaki itu berubah gugup.

"A-apa yang papah maksud? Aku tak pernah menjahili Mona," kata Martin tergagap.

Papah menatapnya tajam. Martin jadi susah menelan ludahnya sendiri.

"Kemarin Mona menangis dan terus menyebut-nyebut namamu. Papah yakin terjadi sesuatu di antara kalian. Karena kalau tidak, Mona takkan menangis histeris seperti itu sambil menyebut namamu." Papah tak tinggal diam. Dia meskipun seorang ayah tiri bagi Mona, sikapnya adil sebagai sosok ayah.

Martin gerah. Ruangan ber-AC tidak membuatnya nyaman di sini. Apa yang harus dia lakukan? Menjawab jujur atau mengarang cerita?

Martin meneguk ludah. Dia keringat dingin. Semua ini menjadi rumit. Dia berdebar-debar gugup. Ingatan tentang malam panas itu berputar jelas di otaknya. Martin mengingat semuanya dengan sangat jelas tanpa ada yang terlewati. Walau malam itu tidak diniatkan Martin, hati kecilnya tak henti berbisik bahwa dia lelaki brengsek.

Tapi Martin keras kepala demi mempertahankan hubungan dengan Hana. Cintanya pada Hana sangat tulus. Jika dia membeberkan semua kejadian itu pada ayahnya, kemungkinan besar terjadi kekacauan yang tak terbayangkan. Martin tak mau hal itu akan merusak hubungan lima tahun dengan Hana.

"Papah---" Perkataan Martin berhenti diujung lidah ketika dering ponsel papahnya menginterupsi. Terlihat pria baya di kursi empuk itu memeriksa layar ponsel lalu menjawab panggilan telepon.

Entah apa yang dibicarakan, papahnya beranjak dan bersiap pergi. "Kita lanjutkan di lain waktu," ujar papah. Dia berlalu keluar dari ruangan meninggalkan Martin yang bernapas lega.

Martin juga pergi dari ruangan itu. Dia membuka kamar Mona. Rupanya adik perempuannya tidak ada di dalam. Kecuali di kamar mandi. Martin dapat mendengar suara air dari sana.

Tidak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka. Martin dapat melihat Mona keluar dengan baju tidur dan rambutnya yang tampak basah. Sontak saja Mona kaget ketika menyadari kehadiran lelaki itu di kamarnya.

"Kamu! Kenapa di sini!" Mona geram. Dia mundur jaga jarak.

Martin mendengus. Tatapannya berubah lembut menatap Mona. Lantas dia maju mendekat. "Mona..." Martin menjeda ucapannya sejenak karena merasa ragu. Lalu berhenti tepat di depan Mona yang sudah terjebak dengan tembok di punggung.

"Mona, aku akui aku telah salah padamu...."

Mona tercengang mendengar pengakuan itu. Apakah dia sedang bermimpi? Mona nyaris tak percaya. Tapi raut wajah Martin terlihat menyesal.

"Aku... Minta maaf padamu," ucap Martin dengan bibirnya sendiri. "Maukah kamu memaafkan aku?" Dia raih kedua tangan Mona sambil bertanya.

"Aku tidak bisa memaafkanmu. Aku benci dirimu selamanya," tegas Mona berani. Matanya menajam, memelotot.

"Aku harus apa agar kamu memaafkan aku?" Martin menghela napas. Sabar. Dia mendadak lembut begini setelah sadar posisinya hampir tersudutkan oleh papah tadi. Jadi sebelum terlambat, Martin menunjukkan itikad baik pada Mona.

"Akui kesalahanmu di depan orang tua dan tunanganmu," tuntut Mona. Dia tentu tidak akan pernah memaafkan Martin, tapi setidaknya lelaki itu harus mengakui pemaksaannya pada mereka. Malam itu telah merusak masa depan Mona untuk selamanya. Sungguh, sangat tidak sebanding memang. Mau bagaimana lagi?

Sekarang gantian Martin yang memelotot. Martin kaget. Secara akal sehat dia tidak mungkin mengungkapkan semua itu pada dua orang yang sangat berharga. Bisa-bisa dirinya diamuk masa lalu ditinggalkan Hana tercinta.

"Apa kamu serius ingin membuat hati orang tua kita hancur?" Martin membujuk.

Sebenarnya Mona tidak mau hal itu sampai terjadi. Dia sangat lega ketika akhirnya mamanya menemukan tambatan hati, setelah sekian lama disakiti ayah kandung sebelum mereka bercerai. Mona tak tega. Hati Mona terlalu baik sampai mengorbankan dirinya.

"Kamu hanya berasalan saja," ketus Mona.

Martin menarik napas dalam-dalam sebelum kembali bicara. "Baiklah jika kau ingin rencana pernikahanku dengan Hana rusak. Sebelum itu terjadi, aku akan melakukan sesuatu."

Tiba-tiba saja Mona merasakan ada sesuatu yang mendesak tenggorokannya. Dia langsung berlari ke kamar mandi. Mona memuntahkan sedikit makanannya.

"Mona? Kamu masih sakit?" Martin mendadak khawatir. Belakangan ini dia melihat Mona mual sejak dari pingsan di minimarket.

"Aku mual melihatmu. Kamu menjijikan," desis Mona mengusap bibirnya.

Martin tertegun. "Obatnya sudah kamu minum?" tanya lelaki itu mengabaikan kalimat pedas Mona. Mereka belum ke dokter untuk mengecek kondisi kesehatan Mona. Itu karena Mona bersikeras menolak dan hanya ingin minum obat pasaran.

"Obatnya sudah habis tapi aku belum sembuh-sembuh juga gara-gara dirimu," keluh Mona mendelik tajam, sebenarnya dia minum obat secara rutin namun merasa tubuhnya lemas.

Martin reflek mengecek suhu tubuh Mona di dahinya. Terasa tidak panas. Martin pikir Mona baik-baik saja. Bagaimana pun rasa khawatirnya belum hilang. Karena dia merasa seperti ada sesuatu yang janggal dari Mona.

"Kamu jarang makan... Makan pun tidak pernah habis lagi. Kamu yakin baik-baik saja?"

Mona mengangguk. "Sudahlah, pergi saja. Kalau perlu ke neraka," lirih Mona.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dosa Rahasia Kakak Tiri   23

    "Tandatangani kerjasama denganku kalau kau ingin adikmu baik-baik saja.""Siapa yang sudi bekerja sama dengan pecandu sepertimu! Yang ada bisnisku merugi!""Oh? Tidak mau? Kalau begitu biar adikmu saja yang bekerja sama denganku." Pria baya itu langsung mendorong jatuh Mona ke tanah.Kemudian dia mendudukinya dengan membelakangi Martin. "Kau begitu cantik. Aku ingin memeriksamu apakah tubuhmu mulus atau rusak.""Tidak! Jangan!" Mona memberontak. Namun kedua tangannya diikat di belakang membuat dia tidak berdaya. Akhirnya kancing seragamnya berhasil dibuka oleh pria baya itu."Tidak ada kecacatan di tubuhmu yang mulus," komentar Sellon setelah melihat tubuh bagian atas Mona yang hanya mengenakan bra.Mona merasa sangat malu. Lebih malu daripada di hadapan Martin. Oh sial. Perasaan macam apa ini!"Hentikan! Jauhkan tangan kotormu dari Mona!" teriak Martin. Giginya menggeram. Sementara diam-diam dia memotong tali di pergelangan tangannya menggunakan pisau lipat yang dia siapkan sejak tad

  • Dosa Rahasia Kakak Tiri   22

    "Mona, kakakmu menjemputmu." Tom melihat dari jendela lantai dua di perpustakaan."Aku tidak mau pulang dulu. Tom, bisakah kamu membantuku? Please.""Membantu bagaimana? Kamu ingin kabur dari kakakmu? Tapi ini sudah malam loh. Apa tidak dicariin orang tua di rumah? Pikirkan lagi." Tom bingung.Mona menunduk murung. "Pulanglah duluan, Tom. Jika dia bertanya keberadaanku, katakan saja aku sudah pulang naik bus.""Aku tidak tahu ada permasalahan apa di antara kalian. Baiklah, aku pulang duluan." Tom tanpa rasa curiga pada Mona, pamit pergi dari sekolah. Saat itu waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Kelas tambahan sudah bubar setengah jam lalu. Masih banyak anak murid di dalam sekolah walau tidak seramai saat siang hari. Rata-rata mereka menghabiskan waktu untuk belajar di kelas tambahan demi mendapat nilai memuaskan.Mona mengintip dari jendela. Memperhatikan Tom yang berjalan mendekat ke arah Martin menunggu di pos.Sesuai dengan dugaan, Martin menghentikan Tom. Mereka tampak berbic

  • Dosa Rahasia Kakak Tiri   21

    Mona keluar dari sekolah saat langit sudah gelap. Malam pukul sembilan setelah selesai mengikuti kelas tambahan.Dijemput Martin yang sudah menunggu di depan sekolah. Mau tak mau Mona masuk ke dalam mobil dan membisu.Lambat laun gadis itu ketiduran saat dalam perjalanan pulang. Tidak mendengar suara yang diucapkan Martin yang sedang fokus mengemudi."Mona, apa kau sudah makan? Papah dan mama sedang ke luar kota hari ini. Di rumah tidak ada makanan, bagaimana kalau kita mampir." Lalu Martin menyadari kalau gadis itu sudah terlelap.Setibanya di rumah, Mona terbangun tanpa sempat dibangunkan. Dia membuka sabuk pengaman, dan tanpa mengatakan apapun pada Martin lantas masuk ke dalam rumah."Mona, jangan lupa mandi dan makan malam dulu!" Suara Martin di belakang, diabaikan Mona yang menaiki tangga.Dengan inisiatif tinggi, Martin menyiapkan makan malam sederhana di dapur. Kemudian dia membawanya ke kamar Mona.Ketukan pintu tidak dijawab oleh Mona di dalam sana, membuat Martin membuka pin

  • Dosa Rahasia Kakak Tiri   20

    "Kak Martin! Mau kemana!" Mona panik ketika ditinggalkan pria itu."Tetap di sini, aku mau menyapa tamu lain." Martin pergi begitu saja. Ini menyebalkan bagi Mona. Seakan dirinya dicampakkan."Hai cantik. Kenapa ada anak sekolah di sini?" Seseorang menyapanya dengan senyum genit."Siapa kamu?" Mona mendelik tajam. Menjaga jarak."Aku salah satu tamu di sini. Di mana orang tuamu?"Mona kesal dengan orang yang sok akrab. Terlebih wajah pria baya itu melihatnya dengan tatapan mencurigakan.Lantas Mona pergi lewat pintu masuk tadi. Tiba-tiba tangannya dicekal pria baya itu dari belakang."Jangan dingin begitu dong, cantik. Katakan, di mana orang tuamu? Atau kamu datang sendirian?" Pria baya itu memaksa saat Mona berusaha melepaskan diri."Apa yang kau lakukan padanya?" Suara Martin akhirnya datang. Menyelamatkan Mona sesaat dari pria baya yang mesum itu."Aku hanya mengobrol dengannya. Apakah kalian pasangan?" tanya pria baya itu melihat Martin dan Mona bersama."Kami bersaudara," tegas

  • Dosa Rahasia Kakak Tiri   19

    "Mona, karena nilaimu bagus, maukah kau mengikuti kompetisi olimpiade eksak?" Wali kelasnya bicara empat mata dengan Mona di ruang guru.Mona terkejut mendapat tawaran tersebut. "Bagaimana dengan pelajaran sehari-hariku kalau aku fokus belajar untuk olimpiade?" balas Mona membutuhkan kejelasan."Setiap peserta akan dapat kompensasi pelajaran. Nilaimu tidak akan dikurangi meski tidak hadir dalam kelas karena harus mengikuti kelas intensif nanti," jelas wali kelas itu."Aku bersedia," pungkas Mona tanpa keraguan.Sejak saat itu, jika murid lain sudah pulang sejak sore hari, Mona bersama peserta olimpiade lain masih berkutat di dalam sekolah. Mona jadi lebih sering pulang larut malam, sekitar jam sepuluh baru keluar dari sekolah.Untungnya hal tersebut diperbolehkan orang tuanya karena alasan yang dimaklumi. Padahal alasan Mona yang sebenarnya mengikuti kelas intensif ini hanya ingin menghindari Martin. Juga, dia tidak suka berada di rumah. Meskipun rumah yang ditempatinya mewah, namun k

  • Dosa Rahasia Kakak Tiri   18

    MonamasihterkurungolehtubuhbesarMartin yang shirtless. Mona dan Martinsalingberhadapandengantatapanpenuhemosiyangtakterungkap.Suasanadisekitarmerekabegituhening,hanyaterdengarhembusanburungberkicauyangberasaldaritamanrumahyangdamai. Diamerasakandenyutanjantungnyaberdetaktidakkaruan,sepertimembenamkandirinyadalamsamudraemosiyangtakterduga."Apa yangkamurencanakan?"desisMonadengannadageram.Matanyamemancarkanapiyangmenggelora,menunjukkantekadnyauntuktidakterperangkapdalampermainanyangtak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status