LOGINKedekatan antara Naya dan Ardi semakin terlihat saat Naya terpilih menjadi ketua UKM basket. Bahkan Naya mulai terlihat dekat dengan banyak orang lain. Seperti saat ini, Naya duduk bersama dengan Ardi dan wakil ketua UKM basket, Rangga Baskhara yang sedang membicarakan persiapan untuk pertandingan selanjutnya antar sekolah.
Naya mendengarkan Rangga yang membicarakan keinginan para cowok yang sangat ingin bertanding dan mencoba di pertandingan dengan tingkat yang lebih luas. Ardi yang mendengar hal itu. Ambisi mereka untuk berkembang memang patut diacungi jempol, tapi Ardi perlu waktu untuk melihat kemampuan mereka. “Kita pasti bisa kok, Pak. Rangga dan anak-anak yang lain, pasti bisa memberikan yang terbaik untuk nama baik kampus, meski tidak menang, tapi tidak akan kalah dengan cara yang buruk, Pak.” Naya mendukung keinginan teman-temannya. “Oke, tapi kalian juga harus bertanggungjawab dengan pilihan kalian. Kalian harus latihan lebih keras untuk membuktikan kekuatan kalian. Bisa dimengerti?” Ardi melihat Naya dan Rangga secara bergantian. Keduanya menganggukkan kepalanya dengan bersamaan tanpa sengaja. Ardi pun ikut mengangguk karena kedua mahasiswanya itu setuju untuk berjuang dan berlatih bersama. Naya tersenyum saat Ardi sudah menyetujui keinginan mereka untuk lebih banyak mengikuti pertandingan. “Oke, saya akan cari informasi lengkap tentang pertandingan yang kalian inginkan itu. Saya juga akan membuat jadwal latihan baru untuk kalian. Jadi, saya harap kalian juga mau bekerja sama dengan saya dalam latihan kita nanti.” Ardi mengatakan pada Rangga dan Naya. “Siap, Pak!” Keduanya dengan semangat menjawab bersamaan. “Kalian ini baru diangkat sebagai ketua dan wakil ketua yang baru, tapi kalian sangat semangat untuk membuat maju tim basket kita.” Ardi memuji keberanian kedua pemimpin ekstrakurikuler yang baru dengan wajah bangganya. “Mereka mempercayakan kemajuan tim pada kami, jadi kami juga mau memberikan yang terbaik untuk tim, Pak. Semoga bisa berhasil selalu mengharumkan nama Universitas Cendikia Utama, Pak.” Naya tersenyum dan menjawab dengan sopan. “Iya, sudah. Kalian bisa segera pulang.” Ardi menyuruh muridnya segera pulang, karena hari sudah mulai petang. Mengingat juga Naya selalu pulang mengendarai ojek online. “Baik, Pak. Kami pamit dulu.” Rangga dan Naya berdiri dari duduknya. Mereka pun mulai berjalan menjauh dari Ardi. Ardi membereskan semua barangnya dan masuk ke mobilnya. Dia juga perlu segera pulang seperti yang lainnya. Dia mengemudikan mobilnya dan masih melihat Naya baru saja duduk di trotoar. Dia pun menghentikan mobilnya di depan Naya yang terduduk sambil menikmati jajanan. “Naya!” Ardi memanggil Naya setelah menurunkan kaca mobilnya. “Iya, Pak?” Naya mendekat ke arah mobil Ardi sambil membawa jajannya yang sedang dia nikmati sebelumnya. “Kenapa belum pulang, Nay?” tanya Ardi yang memperhatikan Naya membersihkan ujung bibirnya dari saus. “Belum pesan ojek onlinenya, Pak. Baru aja beli jajan,” jawab Naya dengan cengengesan khasnya, sambil menunjukkan jajanannya. “Ya, sudah. Ayo, pulang sama saya, Nay. Ini sudah hampir malam.” Ardi membuka kunci mobilnya. “Nggak perlu, Pak. Ngerepotin Pak Ardi, jatuhnya.” Naya terlihat mencoba menolak dengan lembut. “Masuk aja, Nay.” Ardi tetap menyuruh mahasiswanya itu masuk ke mobil dan bersedia untuk mengantarnya. Naya pun mau-tidak mau segera masuk ke mobil Ardi dan memasak seat belt sebelum Ardi menjalankan mobilnya. Setelah melihat Naya selesai memasang seat belt, pria itu langsung menjalankan mobilnya menjauh dari area kampus. Ardi mengantarnya seperti saat pertama dia mencoba mengakrabkan diri pada mahasiswa yang ternyata tidak seceria tampangnya itu. *** Naya menerima pesan dari Ardi yang memintanya untuk datang ke ruang dosen mata kuliah umum (MKU), di mana pria itu berada. Dia pun berjalan dan membawa kertas yang mungkin akan dia butuhkan. Dia mengetuk dan menunggu Ardi mengizinkannya masuk ke ruang yang jarang dimasuki sembarang mahasiswa. Naya masuk setelah mendengar suara yang mengizinkannya untuk masuk. Dia melihat Ardi duduk dan sibuk dengan laptop di depannya. Ardi menyuruh Naya untuk duduk terlebih dahulu dan menunggu dirinya menyelesaikan apa yang dia kerjakan terlebih dahulu. “Apa kabar, Nay?” tanya Ardi pada Naya setelah selesai mengerjakan pekerjaannya. “Baik, Pak. Jadi apa yang membuat saya harus menghadap Bapak di sini, Pak?” Naya memperhatikan Ardi yang mulai duduk di dekatnya. “Ini jadwal latihan yang baru, Nay. Sampaikan ke teman-temanmu, terus saya juga sudah mendapatkan informasi tentang pertandingan yang akan diadakan ke depannya. Ada dari pemerintah daerah, Nay. Saya sudah daftar beberapa, Nay. Untuk informasi ke depannya, saya akan beritahu lagi.” Ardi menjelaskan dan memberikan jadwal pada Naya. “Baik, Pak. Saya akan segera memberitahu teman-teman tentang jadwal latihan baru dan saya juga akan memberitahu tentang pertandingan yang akan datang, Pak.” Naya menerima kertas jadwal dari Ardi. “Bagaimana perasaanmu sekarang, Nay? Jauh lebih stabil?” Ardi memperhatikan Naya yang langsung menoleh ke arahnya saat dirinya menanyakan hal itu. “Arah pembicaraan Bapak ke mana? Saya sepertinya kurang mengerti, Pak.” Naya menatap heran, tapi tetap berusaha sopan pada kepala sekolahnya itu. “Sudah tidak ada masalah yang membuat kamu merasa terpuruk lagi kan? Semua sudah aman?” Ardi menjelaskan maksudnya. “Belum sepenuhnya, tapi pesan dan nasihat dari Bapak membuat saya mencoba untuk bisa mengendalikan diri saya sendiri, Pak.” Naya menjelaskan maksudnya. Ardi menganggukkan kepalanya paham akan apa yang dirasakan oleh Naya. Dia menatap lembut gadis yang selama ini dia kenal sangat ceria dan sekarang belajar untuk mengendalikan dirinya atas masalah yang terjadi dalam kehidupannya. Ardi terlihat pada Naya yang tidak terus mengurung dirinya pada alasan yang membuat dirinya semakin jatuh dan tidak berkembang. “Nay, saya tahu apa yang kamu rasakan, tapi saya harap kamu memiliki teman untuk bercerita, Nay. Siapa pun itu, asal tidak menambah beban saat kamu mengeluarkan ceritamu. Apa kamu memiliki itu, Nay?” Ardi melihat Naya menggelengkan kepalanya. Dia pun paham akan apa yang terjadi pada Naya sebelumnya hingga membuat gadis itu berantakan dalam permainannya. “Kamu tidak memilikinya?” lanjut Ardi. “Tidak, Pak. Bahkan pada Bi Ida pun, saya tidak menceritakan apa pun. Mama selalu bilang, kalau saya menceritakan apa yang saya rasakan, tandanya saya sangat lemah untuk menghadapi dunia luar yang lebih berat. Bahkan Papa pun mengatakan untuk terus terlihat kuat, agar orang lain tidak menertawakan saya, Pak.” Naya menjawab dan masih memberikan senyum terbaik pada Ardi yang ada di depannya. “Kalau begitu, kamu ceritakan pada saya, Nay. Saya siap menjadi telinga untuk kamu, Nay. Kamu pemain inti sekarang dan keberadaanmu sangat krusial, Nay. Kamu juga mahasiswa saya yang selalu memberi banyak prestasi dalam akademik maupun non-akademik, Nay. Meski saya cuma mengampu kamu satu tahun aja, ya, Nay. Jadi, saya sebagai dosen dan pelatih kamu, saya mau mendengar semua keluh kesah kamu, agar bisa memastikan keadaan mental dan fisikmu. Tidak ada salahnya bercerita dan menjadi lemah, Nay. Kita manusia yang selalu saling membutuhkan, Nay.” **Latihan dengan jadwal yang baru membuat Naya masih berada di lapangan kampus saat hari minggu seperti ini. Naya mengambil minumnya saat dia diganti dengan temannya. Dia menghabiskan minumnya dan duduk di tepi lapangan.Ardi melihat Naya yang mengatur napasnya. Naya duduk memperhatikan teman-temannya yang sedang bermain. Dia menyemangati teman-temannya. Teriakan Naya berhenti saat Ardi tiba-tiba menaruh air mineral di pangkuannya.“Minum aja lagi.” Ardi mengatakannya pelan dan meninggalkan Naya yang masih duduk tertegun.Naya menerimanya dan minum lagi karena dahaganya masih terasa. Ardi tersenyum samar melihat Naya minum air yang dia berikan. Ardi pun kembali fokus pada permainan para mahasiswanya yang sedang berlatih. Naya sangat menyadari apa yang dilakukan Ardi selama ini padanya. Pria itu terlihat sangat memperhatikan dirinya. Naya yang tidak pernah mendapatkan perhatian penuh dari seorang ayah, jadi merasa bahagia dengan perhatian Ardi, meski hanya hal kecil seperti memberinya m
Kedekatan antara Naya dan Ardi semakin terlihat saat Naya terpilih menjadi ketua UKM basket. Bahkan Naya mulai terlihat dekat dengan banyak orang lain. Seperti saat ini, Naya duduk bersama dengan Ardi dan wakil ketua UKM basket, Rangga Baskhara yang sedang membicarakan persiapan untuk pertandingan selanjutnya antar sekolah. Naya mendengarkan Rangga yang membicarakan keinginan para cowok yang sangat ingin bertanding dan mencoba di pertandingan dengan tingkat yang lebih luas. Ardi yang mendengar hal itu. Ambisi mereka untuk berkembang memang patut diacungi jempol, tapi Ardi perlu waktu untuk melihat kemampuan mereka. “Kita pasti bisa kok, Pak. Rangga dan anak-anak yang lain, pasti bisa memberikan yang terbaik untuk nama baik kampus, meski tidak menang, tapi tidak akan kalah dengan cara yang buruk, Pak.” Naya mendukung keinginan teman-temannya. “Oke, tapi kalian juga harus bertanggungjawab dengan pilihan kalian. Kalian harus latihan lebih keras untuk membuktikan kekuatan kalian. Bisa
Setelah melihat Naya bisa sangat terpuruk, Ardi jadi lebih memperhatikan permainan Naya di setiap latihan. Bahkan dia juga tidak jarang mengajak Naya berbicara setelah latihan untuk menyadarkan anak itu, bahwa banyak yang sangat memperhatikannya. Seperti hari ini, Naya masih duduk di tepi lapangan saat Ardi melarangnya pulang terlebih dahulu.Naya hanya menunggu Ardi menyuruh beberapa anak cowok untuk mengembalikan bola ke ruang olahraga. Gadis itu duduk dan menendang angin menunggu Ardi kembali. Tidak lama setelah itu Ardi kembali bersama dengan anak-anak yang membantunya. Setelah anak-anak itu pamit pulang, Ardi berdiri di depan Naya yang langsung mendongak menatap pelatihnya itu. “Saya suka permainan kamu hari ini, Nay. Kamu jauh lebih baik dari sebelumnya.” Ardi memuji permainan Naya. “Tapi saya tidak mencetak poin sama sekali, Pak. Selalu gagal saat mencetak poin karena—”“Itu bukan karena kamu berantakan, tapi karena kalian semua permainannya bagus dan benar-benar all out untu
Matahari mulai berpindah ke ufuk barat, membuat semburat senja yang sangat memanjakan mata untuk melihatnya. Naya turun dari ojek online dan masuk kembali ke rumahnya. Dia melihat mobil yang akhir-akhir ini sudah jarang dilihat jam segini di rumah. Naya melanjutkan langkahnya dan bertepatan dengan seorang wanita yang keluar dari dapur. “Kamu sudah pulang, Nay?” tanya wanita itu.“Sudah, Ma. Mama kok tumben sudah pulang, Ma? Nggak terlalu sibuk?” balas Naya.“Nggak, Nay. Mama besok harus ke luar kota, kamu nggak papa sama Bi Ida di rumah? Papa masih belum pulang soalnya, Nay.” Mama Naya menanyakan kesediaan anaknya. “Nggak papa, Ma. Orang biasanya juga lebih sering sama Bi Ida daripada sama Mama atau Papa. Mama jaga kesehatan aja, Ma.” Naya menatap mamanya tanpa ekspresi. “Naya ke kamar dulu, Ma. See you,” lanjut Naya yang langsung melangkahkan kaki ke kamarnya. Di kamarnya, Naya hanya menaruh tas ke meja belajar dan menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Dia menatap langit-langit kamar yan
Pertandingan basket sedang berlangsung. Waktu terus bergulir dan di waktu terakhir, Naya mengangkat kedua tangannya memberi kode kepada temannya. Naya menerima bola tersebut dan memantau sekelilingnya. Naya melempar bola ke ring dan berusaha membuat poin di akhir pertandingan. “Three point!” Suara dari para penonton dan sebuah peluit berbunyi pertanda akhirnya pertandingan. Naya berlari berpelukan bersama dengan teman-temannya yang merayakan di tengah lapangan. Saat berpindah ke tepi lapangan, Naya bersalaman juga dengan kepala sekolah yang juga pembina ekstrakurikuler basket. “Selamat Naya, kamu menyelamat kita dari ketertinggalan poin, bahkan memberikan lebih dua poin. Saya hanya berharap seri aja tadi, karena kalian sudah kelelahan di lapangan tadi.” Pria itu menepuk bahu Naya dan mengucapkan selamat pada gadis yang berhasil mencetak tiga poin di ujung pertandingan. “Terima kasih, Pak Ardi. Itu juga karena Bapak yang melatih kami dengan sabar dan selalu menyemangati kami,” ba







