Share

BAB 11

Penulis: Dentik
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-08 03:34:17
"Sudah bangun?"

Mata Nadine yang terbuka sedikit, mendadak melebar. Ia pun terduduk meskipun rasa nyeri menderai perutnya. Ia mengedarkan pandangan. Dia berada di kamar yang sangat mewah dengan sosok pria yang berusaha ia lupakan. Leonard Sinclair!

"Astaga! B-bagaimana-"

"Kamu terkena gerd parah," jawab Leonard santai.

Dia duduk di sofa dekat ranjang, mengenakan kemeja hitam yang digulung di bagian lengan. Meski terlihat santai, sorot matanya tetap tajam mengawasi setiap reaksi Nadine. Di tangannya ada secangkir teh herbal hangat, diletakkan di meja kecil di samping tempat tidur.

“Kamu pingsan setelah keluar dari ballroom. Aku membawamu ke sini,” lanjutnya, nada suaranya tenang, seolah membawa wanita pingsan dari pesta mewah adalah hal biasa baginya.

Nadine memegangi perutnya, nyeri itu belum sepenuhnya hilang. Tapi yang lebih menyakitkan adalah kenyataan bahwa Leonard kini duduk di hadapannya—pria yang selama ini ia hindari, yang keberadaannya saja cukup mengguncang seluruh hidupnya.

Dentik

Hallo... maaf karena belum bisa update rutin. Aku baru saja menamatkan novel berjudul "Jangan Ambil Putraku, PAK CEO." Setelah ini, aku berusaha update rutin. Tolong tinggalkan jejak komen dan like. Terima kasih.

| Sukai
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 40

    Kehadiran Nadine bisa jadi ancaman untuk rival Leonard. Hal ini dikarenakan keeradaan wanita biasa seperti Nadine bagai dongeng cinderella. Simpati rakyat biasa jelas menggebu-gebu, apalagi politik yang dibalut dengan drama cinta sejati. Romansa manis di tengah panasnya politik negeri."Sial! 80% simpatik rakyat tertuju pada Leonard. Kalau begini aku bisa kalah!" gerutu Oscar- rival Leonard dalam Pilpres.Adrian yang duduk di hadapannya hanya bisa mengeratkan genggaman tangan pada celana. Tubuh pria itu trremor. Ia sendiri tak rela, hubungan Leonard dan Nadine semakin erat.Oscar berdiri dari kursinya dengan kasar, membuat kursi kulit mahalnya bergeser dan mengeluarkan suara seret yang tajam. Tangannya menepis tumpukan berkas di meja, membuat dokumen polling dan rencana strategi kampanye berserakan di lantai. Matanya menyala penuh amarah.“Bukan sekedar politik lagi,” gumam Oscar lirih, namun suaranya mengandung ancaman. “Ini soal narasi. Leonard menang mutlak dalam hal itu.”Adrian m

  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 39

    Victoria Donovan melangkah anggun di tengah kerumunan, gaun satin ungu tua yang dikenakannya berkilau di bawah cahaya chandelier ballroom. Wajahnya yang tak lagi muda tetap memancarkan aura elegan dan tajam. Ia tersenyum tipis saat langkah Leonard dan Nadine mendekat, tapi senyum itu lebih dingin daripada ramah.“Leonard, sayang,” sapa Victoria dengan nada khas sosialita papan atas, mencium pipi anaknya pelan. Lalu, matanya beralih pada Nadine.“Oh…” Ia menatap wanita muda di samping putranya dari ujung kepala hingga kaki. “Kamu Nadine itu, ya?”Nadine menegakkan bahu, berusaha tegar meski jelas terasa sorot matanya tak menyukai kehadirannya. Ditambah pertemuan terakhir mereka masih membekas di kepalanya. Leonard hendak membuka mulut, tapi Victoria lebih dulu bicara.“Gaunmu sederhana sekali. Tapi kadang kesederhanaan memang bisa... terlihat manis.” Ia tersenyum, tapi matanya tajam. “Asal tahu tempatnya saja.”Beberapa tamu yang berdiri tak jauh sempat menoleh. Nadine menunduk sediki

  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 38

    Bibir Leonard terangkat begitu pesan yang ia ketik terkirim. Hatinya terasa hangat, rasanya tak sabar ingin keluar dari ruang meeting.Namun tatapan puluhan pasang mata dari para pejabat tinggi yang duduk melingkar di ruangan itu membuatnya harus menahan diri. Ia menyandarkan punggung ke kursi kulit cokelatnya, lalu mengangkat dagu sedikit—mengembalikan aura otoritasnya sebagai Menteri Dalam Negeri Republik ini."Pak Leonard," suara Direktur Jenderal Otonomi Daerah memecah keheningan, "terkait data wilayah perbatasan Kalimantan Utara, ada inkonsistensi koordinat dan potensi celah hukum yang bisa dimanfaatkan pihak asing."Leonard mengangguk pelan, jemarinya mengetuk pelan meja bundar. "Saya ingin semua data lintas kementerian dikompilasi ulang. Termasuk laporan militer dari pertahanan, BPN, dan informasi dari BIN. Kita tidak bisa mengabaikan hal sekecil apa pun dalam wilayah perbatasan. Saya ulang: sekecil apa pun."Seseorang dari Kementerian Keuangan mengangkat tangan. “Kalau begitu,

  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 37

    Alexander termenung di kursi goyangnya. Ia menyesap cerutu hingga asap mengebul pekat. Tangan kirinya sibuk mengetuk sadaran, dengan sorot tajam ke arah paludarium. Di dalam kepalanya berisi banyak hal, terutama putranya."Aku tidak menyangka dia sekeras kepala itu," gerutunya setelah menyembulkan asap ke udara. Wajahnya yang keriput dengan mata sayu, tak menurunkan vibes dark darinya. "Tidak ada cara lain. Aku harus menekan anak itu, sebelum terlambat."Pada saat itu terdengar ketukan heels di atas marmer. Wanita paro baya dengan dress merah ketat bahan beludru, membelai lembut dada suaminya. Lipstik merah menambah pancaran kecantikannya yang tak lekang oleh waktu."Sedang mikirin apa, Pa?" tanyanya lembut, sedikit berbisik di telinga Alexander."Seperti yang kamu duga." Pria itu menarik Victoria ke pangkuannya."Putra kita?" Senyum nakal tercetus dalam wajah ayu itu.Alexander hanya ber-hm. Rambutnya yang terdiri dari guratan putih, di sisir lembut oleh Victoria. "Bukankah dia m

  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 36

    RUANG PERTEMUAN DONOVAN PRIVATE CLUBRuangan tempat Nadine dibawa tak ubahnya ruang interogasi, meski tak ada lampu gantung menyala di atas kepala atau cermin dua arah. Tapi hawa di dalamnya cukup untuk membuat siapa pun kehilangan kendali atas detak jantung.Lantai marmer mengilap, karpet mewah dari wol Turki, dan meja oval panjang dengan hanya tiga kursi. Dua kursi sudah terisi. Nadine menelan ludah saat matanya bertemu sosok di sisi kanan meja.Alexander Sinclair.Ayah kandung Leonard.Sosok yang hampir tak pernah muncul di hadapan publik, tetapi namanya berkumandang di koridor kekuasaan sebagai raja bisnis minyak, logam, dan ia adalah mantan perdana menteri. Sampai sekarang ia masih berjibaku di dunia politik bayangan. Wajahnya dingin, rahangnya tegas, dan sorot matanya menembus, seperti mampu membongkar isi pikiran Nadine tanpa perlu berkata apa pun.“Duduk,” ujar Victoria datar, tanpa memandang Nadine.Nadine menunduk, berjalan pelan, dan duduk di kursi yang tersedia. Kedua tang

  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 35

    KEESOKAN PAGINYANadine duduk di sofa kamar hotel dengan tangan memegang secangkir teh hangat. Matanya masih mengantuk, rambutnya dikuncir rendah seadanya, dan ia masih mengenakan hoodie kebesaran milik hotel. Tapi meski tampak santai, pikirannya berkelana.Ketukan pelan di pintu membuatnya tersentak."Nadine? Ini aku."Suara Leonard.Nadine bangkit dan membuka pintu. Ia sedikit terkejut melihat Leonard telah berpakaian rapi dengan setelan jas abu gelap yang menegaskan aura karismatiknya. Dasi biru tua yang dipilihnya memberikan kesan tenang dan dapat dipercaya—penampilan seorang calon presiden yang sudah siap turun ke lapangan.“Pagi,” sapa Leonard, tersenyum kecil. Matanya menyapu penampilan Nadine sekilas. Tak ada kritik. Hanya... kehangatan.“Pagi,” balas Nadine, suara pelan.Leonard mengangkat kotak kecil dari tangannya. “Sarapan. Aku tahu kamu nggak suka makan pagi di restoran hotel karena terlalu ramai. Aku pesan khusus dari koki pribadi.”Nadine sempat menahan napas, lalu ters

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status