Share

Bab 97. Merindu

Author: Agniya14
last update Huling Na-update: 2025-10-23 15:01:30

"Ya ampun, kamu ini." Giorgio menggeleng pelan sambil berjalan masuk. Pintu kamar tertutup otomatis di belakangnya dengan bunyi yang lembut

Vivi duduk di tepi ranjang, punggungnya tegak, tapi bahunya merosot. Ia memegangi celana panjang abu-abu. Wajahnya merah padam, kontras dengan kulit putihnya yang terlihat tegang.

​“Bantuin,” bisik Vivi lembut. Ia tidak berani menatap suaminya. “Tapi, jangan macem-macem."

​Giorgio, melihat betapa canggungnya Vivi, menahan tawa. Senyumnya tetap terukir di sudut bibir. Ia berjalan mendekat, lalu menunduk sambil berlutut di depan Vivi, mengambil posisi yang setara di lantai. Terasa terlalu dekat. Aroma maskulin lembut dari kaus Giorgio langsung menyergap indra penciuman Vivi.

​“Tenang aja,” kata Giorgio, suaranya rendah dan meyakinkan. Matanya yang gelap memancarkan ketulusan yang murni. “Aku liatnya ke perban, bukan yang lain.”

​“Awas loh ya kalau lihat yang lain.” Vivi kontan menutup wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menyembunyikan rona merah
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 164. Pindah Rumah

    Pagi itu, suasana di apartemen lama tampak sibuk. Giorgio tidak ingin Vivi kelelahan, jadi ia menyewa jasa pindah rumah profesional ang menangani segalanya. Mulai dari membungkus barang pecah belah hingga mengangkut furnitur. Sementara para petugas hilir mudik, Giorgio terus memastikan Vivi duduk tenang sambil sesekali meminum air putihnya.​Satu jam kemudian, mobil mereka membelah jalanan Bandung yang sejuk. Begitu gerbang kayu jati otomatis rumah baru itu terbuka, sebuah bangunan bergaya minimalis tropis dengan jendela-jendela kaca besar menyambut mereka.​"Kita sampai," ujar Giorgio lembut sambil membukakan pintu mobil untuk istrinya.​Vivi melangkah keluar, menghirup dalam-dalam aroma tanah basah dan sisa embun yang masih tertinggal di deduk. Begitu pintu utama dibuka, Vivi terpana. Interior rumah itu sudah tertata sempurna. Sofa beludru berwarna krem yang empuk, pencahayaan warm white yang menenangkan, hingga karpet bulu yang tebal di ruang keluarga. Semuanya dirancang untuk ken

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 163. Kejutan Rumah

    Giorgio mengajak Vivi pulang ke rumah orang tuanya. Papa Giorgio ingin membuat syukuran atas kehamilan Vivi di sebuah hotel mewah. ​Lampu-lampu kristal di koridor hotel bintang lima itu berpendar mewah, tapi suasana di dalam suite pribadi tempat Vivi bersiap terasa jauh lebih tenang dan intim. Giorgio, suaminya, tidak tanggung-tanggung dalam mewujudkan keinginan sang Papa. Alih-alih syukuran sederhana di rumah, sebuah acara megah telah disiapkan di ballroom utama untuk menyambut calon pewaris keluarga mereka.​Vivi duduk tegak di depan cermin besar berbingkai emas. Jemari terampil penata rias baru saja memulaskan sentuhan akhir pada bibirnya. Gaun hamil berbahan satin sutra dengan aksen brokat halus itu membalut tubuhnya dengan sempurna, menonjolkan perutnya yang kini kian membuncit namun tetap terlihat anggun.​Giorgio yang sejak tadi berdiri di dekat jendela, tak mampu mengalihkan pandangannya. Ia melangkah mendekat, lalu berdiri tepat di belakang kursi Vivi. Matanya menatap baya

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 162. Masih Kuliah

    Sinar matahari siang itu menembus celah-celah pepohonan mahoni di depan kantin, menciptakan pola cahaya yang menari-nari di atas meja kayu. Vivi menghela napas panjang, sebelah tangannya mengusap lembut perutnya yang kini terasa semakin berat di bawah tunik longgar yang ia kenakan. Meski napasnya mulai sering terasa pendek, semangatnya untuk menyelesaikan semester genap ini tidak surut sedikit pun. Ia bertekad, sebelum tangisan bayi itu pecah, ia sudah harus menuntaskan semua tugas kuliahnya.​Lala, sepupunya yang selalu ceria, baru saja meletakkan dua mangkuk bakso yang uapnya masih mengepul. Ia memperhatikan gerakan tangan Vivi di atas perutnya dengan mata berbinar.​"Vi, serius deh, jenis kelamin si Kecil apa?" tanya Lala tiba-tiba, hampir tersedak kerupuk karena rasa penasaran yang sudah di ujung lidah.​Vivi hanya tersenyum simpul, menyendok kuah baksonya pelan. "Rahasia," jawabnya pendek, membuat Lala mengerucutkan bibir.​"Ih, pelit banget! Emang dok

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 161. Keputusan Antonio dan Miranda

    Raungan mesin motor Antonio membelah jalanan kota, namun bising knalpotnya tak mampu meredam suara percakapan di kelas tadi yang terus bergema di kepalanya. Kata-kata Giorgio bukan sekadar gertakan, itu adalah pernyataan dari seorang pria yang telah memenangkan segalanya. Bukan dengan paksaan, tapi dengan komitmen yang tak tergoyahkan.​Antonio memarkirkan motornya di tepi danau yang sepi, tempat yang dulu sering ia bayangkan akan ia datangi bersama Vivi suatu hari nanti. Ia turun dan duduk di atas kap motor, menatap riak air yang tenang.​Pikirannya kembali ke momen di kelas tadi. Ia mengingat bagaimana cara Giorgio menatap Vivi. Bukan sekadar tatapan posesif, melainkan tatapan penuh pemujaan dan tanggung jawab yang dalam. Dan Vivi, Antonio tidak bisa membohongi dirinya sendiri lagi. Binar di mata Vivi saat menyebut nama Giorgio, caranya mengusap perutnya dengan penuh kasih, itu bukan raut wajah wanita yang tertekan. Itu adalah raut wajah wanita yang merasa u

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 160. Tegas Pada Antonio

    Suasana kampus pagi itu terasa lebih sejuk dari biasanya, tapi hati Antonio justru memanas. Sejak tahu Vivi menikah dengan Giorgio, Antonio selalu berusaha mencari celah. Ia yakin pernikahan itu hanya formalitas atau keterpaksaan.​Sinar matahari pagi menembus celah-celah pilar kelas, jatuh tepat di wajah Vivi yang tampak lebih bercahaya. Antonio menyandarkan tubuhnya di tembok, matanya tidak lepas dari sosok Vivi yang sedang merapikan buku-buku di dalam tasnya.​Ada yang berbeda. Antonio menyadarinya sejak minggu lalu. Sweter oversized yang dikenakan Vivi tidak mampu menyembunyikan siluet tubuhnya yang berubah.​"Vi," panggil Antonio, melangkah mendekat dengan nada yang sengaja dilembutkan.​Vivi menoleh, tersenyum tipis. "Eh, Anton. Ada apa?"​Antonio tidak langsung menjawab. Matanya tertuju pada bagian perut Vivi yang sedikit menonjol di balik kain rajut itu. Ia menelan ludah, dadanya sesak oleh rasa penasaran yang membakar. "Vi, kamu belakangan ini kelihatan lebih berisi ya?"​Viv

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 159. Dikeroyok Kasih Sayang

    Pagi harinya, suasana di rumah orang tua Giorgio benar-benar berubah. Kabar kehamilan empat bulan itu seperti menyalakan mesin energi ekstra bagi Mama Giorgio.​Vivi terbangun oleh aroma nasi goreng kencur dan telur mata sapi yang merayap masuk ke celah pintu kamar. Baru saja ia duduk di tepi tempat tidur, pintu sudah diketuk pelan. Mama masuk membawa segelas susu hangat dan sepiring potongan buah pepaya.​"Sudah bangun, Sayang? Jangan langsung turun tangga, minum ini dulu supaya nggak mual," ujar Mama lembut, tapi nada perintahnya tetap terasa.​Di meja makan, sarapan berubah menjadi ajang interogasi gizi. Papa Giorgio sibuk membacakan artikel dari ponselnya tentang jenis ikan yang mengandung merkuri tinggi. "Ingat Gio, jangan kasih Vivi makan sembarangan di pinggir jalan. Kamu harus lebih ketat sekarang!"​Giorgio hanya bisa meringis sambil menyuap nasi gorengnya. "Iya, Pa. Siap."​Menjelang siang, kesibukan di dapur semakin menjadi-jadi. Mama bersikeras memasa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status