Share

Bab 2 Tak berjodoh

Semenjak menjadi orangtua tunggal, Zefanya memiliki kebiasaan baru yang tidak dia lakukan semenjak remaja yaitu mudah terbangun di jam tertentu yang dia inginkan. Termasuk pagi ini.

Sinar mentari bahkan belum muncul dari tempat peraduannya saat Zefanya bangun dari atas tempat tidurnya.

Dia menoleh ke arah samping kanan ranjang, tempat di mana putranya masih tertidur lelap.

Entah harus merasa bersyukur atau sedih. Ketika menatap wajah bayi Anze untuk pertama kalinya, dia menyadari bahwa Anze sangat mirip dengan wajah Zefanya. Hanya rambut dan postur tulang Anze yang mirip dengan Andrew.

"Ma..." panggil Anze menggeliat tubuhnya dengan mata terbuka lebar.

Karena melamun, Zefanya tidak menyadari bahwa anak lelakinya sudah bangun tidur.

"Selamat pagi, Anze-nya Mama Zeya. Tumben kamu bangun sendiri tanpa dibangunkan Mama atau Nanny," Zeya menunduk untuk mengecup pipi tembab Anze.

Anze tersipu malu mendengar sindiran Mama Zeya. Anak kecil itu tahu kalau Mama Zeya sering kesal karena Anze malas bangun pagi.

"Anze tidak bisa tidur semalaman, Mama. Anze kangen rumah," Rengek Anze mendusel di dada  Zeya.

#Bukan hanya kamu yang tidak bisa terlelap, Nak. Mama juga#

Zefanya mengusap kepala anaknya dengan rasa sayang. Menyalurkan kasih sayangnya melalui usapan.

Anze mendekap pingang Mama Zeya dengan erat, menduselkan wajahnya di dada sang mama.

Zefanya baru saja kehilangan pekerjaan tetapnya di Jakarta jadi dia hanya bisa menyewa kamar hotel termurah di wilayah Dallas. 

Mata Zefanya menatap ke sekeliling interior kamar hotel tempatnya menginap. Memang terlihat kusam dan kumuh. Cat dinding yang terlihat mengelupas. Pendingin ruangan yang tidak berfungsi baik, serta kasur yang kasar. Tapi setidaknya Anze tidak mengeluh dengan keadaan kamar ini. Zefanya sengaja memilih kamar ini untuk menginap selama tiga malam karena masih bisa terjangkau oleh uang Zefanya.

"Mama mandi duluan ya. Kamu bisa berbaring lagi. Nanti kalau mama sudah selesai, mama akan membangunkan Anze," Zeya membaringkan tubuh anak lelakinya kembali ke atas ranjang. 

Anze mengangguk dan memejamkan matanya kembali.

&√&√&

Zefanya bersama Anze tiba tepat waktu bersamaan dengan kehadiran keluarga besar papa Anna yang ternyata baru tiba juga di lokasi krematorium. Sebuah gedung luas yang terletak dekat dengan laut, dipergunakan untuk membakar tubuh jenazah yang sudah meninggal.

Makna dari kremasi itu sendiri adalah untuk menjadikan tubuh manusia menjadi abu dan abu tersebut dilarung ke laut lepas. 

*Manusia terbuat dari debu tanah dan akan kembali menjadi debu*

Mereka semua memang menganut agama katolik dan agama mereka pun tak melarang umat katolik untuk mengkremasikan tubuh orang yang telah berpulang.

Zefanya memilih untuk berdiri di sudut ruangan. Tertutup oleh tiang putih besar yang diperuntukkan untuk menyangga bangunan.

Baik Zefanya dan Anze kompak memakai kemeja putih dipadukan dengan celana hitam. Kedua ibu dan anak itu juga memakai kacamata hitam.

"Ma, kenapa kita tidak menghampiri Grandpa?" Tanya Anze mengamati orang-orang di sekitar aula.

Sebut saja Zefanya sebagai sosok pengecut. Zefanya tidak disukai oleh keluarga besar sang papa. Bahkan papa kandung Zefanya pun tidak begitu peduli pada Zefanya. Zefanya hanya takut merasakan kembali perasaan tertolak. 

"Mereka tidak mengharapkan kehadiran kita, Anze," Mata Zefanya masih mengamati prosesi acara pelepasan jenazah.

Di dekat peti mati, nampak terlihat mama tiri Zeya bersama adik-adik papanya. Zeya masih belum melihat sosok Anna di area aula ini.

"Lalu untuk apa kita datang kemari jika kita tidak diinginkan, Mama."

Pertanyaan Anze memang terdengar masuk akal bahkan Zefanya bangga bahwa anak lelakinya paham dengan makna ucapannya.

Saat Zefanya hendak menjawab pernyataan Anze, sepasang manusia melewati tempat mereka berdiri. 

Kedua orang itu tidak menyadari keberadaan Zeya dan Anze di sisi lain tiang. 

Dua orang tersebut saling berangkulan. Tangan si pria berada di pinggang si wanita sementara tangan si wanita menggenggam tangan si pria yang melingkari pinggangnya.

Dua sosok yang Zeya tunggu akhirnya muncul di tempat ini.

"Bukankah itu aunty Anna. Apakah itu suami baru aunty Anna. Kita hampiri aunty Anna yuk," Anze meraih jemari tangan Zeya. Berusaha menarik Zeya agar bergerak dari posisi mereka saat ini.

Namun Zeya bergeming. Dia memaku tubuhnya agar tetap diam di tempat.

#Mama tidak mau Nak# Ingin rasanya Zeya memekik kencang saat menghadapi dilema seperti ini.

"Mama tidak mau Nak. Kita tetap di sini saja," Ucap Zeya terdengar tegas.

Anze pun tetap tidak mengerti mengapa Mama Zeya menghindari Aunty Anna. Anze selama hidupnya mengenal Aunty Anna-nya sebagai sosok bibi yang baik hati.

"Ayo Ma." Anze menarik-narik tangan Zeya.

"Don't do this Anze," Zeya menyentak jemari tangannya hingga terlepas dari genggaman Anze.

"What's happen with you, Mama?" Airmata Anze mulai mengalir turun di pipi tembabnya.

Zeya yang berhati lemah pun tidak tega melihat Anze menangis karena dibentak olehnya. 

Zeya pun turut ikut menangis. 

"Maafin Mama karena kali ini mama belum bisa memenuhi permintaanmu," Zeya merangkul pundak putranya.

Seharusnya Zeya mengikuti prosesi pembakaran jenazah sang papa hingga usai namun melihat kondisi Anze yang dilanda kesedihan, Zeya memutuskan untuk meninggalkan tempat krematorium saat ini.

Tidak ingin semakin sakit hati melihat kedekatan Anna dengan Andrew, Zeya tidak menoleh kembali ke arah balik punggungnya.

Sementara itu, Andrew mengedarkan pandangan ke sekeliling untuk mencari sosok Zefanya. Wanita yang pernah dia sakiti di masa kuliahnya. Kakak dari Anna. Anak perempuan pertama dari almarhum. Namun Andrew tidak menemukan sosok Zefanya di antara para pelayat.

Ketika dia menoleh ke arah pintu, dia menatap terpaku punggung seorang wanita sedang bergandengan tangan dengan anak lelaki kecil berjalan keluar dari aula krematorium. 

Andrew merasa mengenal akrab punggung wanita itu, tapi dia tidak memiliki keberanian untuk mengejar wanita itu. Dia takut kecewa lagi bila mendapati bahwa wanita itu ternyata bukan sosok Zefanya yang dia cari. 

#Lagipula Zefanya belum menikah. Tidak mungkin wanita itu Zeya-ku# Pikir Andrew.

"Kamu kenapa Drew?" Bisik Anna yang berdiri di samping Andrew.

"Aku tidak menemukan Zeya di antara para pelayat," Andrew ikut medekatkan tubuhnya agar dapat berbisik dengan Anna.

"Kak Zeya pasti datang. Dia sudah berada di Dallas sejak kemarin."

Ucapan Anna membuat Andrew menyadari bahwa kemungkinan itu ada.

Kemungkinan bahwa wanita yang dia lihat tadi itu adalah Zeya-nya.

Andrew berlari keluar bagai kesetanan. Anna hanya menatap bingung melihat tingkah aneh Andrew. Anna tidak ingin mengejar Andrew. Anna memilih tetap berdiri di posisinya untuk melihat prosesi kremasi.

Setelah berada di luar gedung sampai memutari lahan parkir, Andrew tidak menemukan sosok wanita bersama anak kecil.

Andrew kembali berlari, kali ini dia menuju ke arah depan gerbang gedung. Sayangnya Andrew terlambat lima menit karena Zeya bersama Anze sudah pergi menumpang taksi.

"Zeya...." Pekik Andrew berdiri di depan gedung terlihat frustrasi.

&√&√&

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status